Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bramantyo Bertemu Misye
Pak Bramantyo membuka layar handphone dan mendapati beberapa pesan dari istrinya.
Karena itulah dia memutuskan untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah Pak Bramantyo langsung menghampiri kamar Sindy.
Karena tak ada orang di rumah.
Dilihatnya sang Putri terlihat begitu kurus dengan selang infus yang menempel di pergelangan tangan Sindy.
"Sindy kamu kenapa Nak?" tanya pak Bramantyo yang terlihat khawatir.
Sindy yang terbaring lemah itu membuka matanya.
"Ayah, Ayah sudah pulang?" tanya Sindy lirih.
Pak Bramantyo mengusap kepala anaknya.
"Ya Nak Ayah langsung pulang begitu mendapat kabar dari ibumu."
"Sindy tidak apa-apa kok Yah, biasalah orang ngidam."
"Iya Nak, tapi di mana Doni?"
Bu Anita sengaja tidak mau memberitahu tentang perceraian Sindy dan Doni kepada suaminya.
Bu Anita tahu, jika sang suami memiliki watak yang temperamental.
Tak dapat disembunyikan oleh Sindy perasaan sedih dan kecewanya, hal itu terlihat dari raut wajahnya yang ditangkap oleh Pak Bramantyo.
"Kamu ada masalah sama Doni?" tanya Pak Bramantyo.
"Sindy Menggala nafas panjang.Bagaimanapun ia juga tak mungkin menyembunyikan masalahnya dan Doni kepada ayahnya.
"Sindy sudah dua kali menjalani sidang cerai, Yah."
"Cerai? Kamu dan Doni bercerai di saat kamu tengah hamil anaknya?!" Tanya Pak Bramantyo karena kaget.
"Iya yah, tapi itu juga keputusan Sindy."
Cindy sengaja berbohong agar Pak Bramantyo tidak tersulut emosi.
"Kurang ajar Doni! Lihat saja apa yang akan aku lakukan terhadapnya."Pak Bramantyo menggenggam tangannya dengan geram.
Bu Anita baru saja pulang dari pasar dan kaget melihat kedatangan suaminya yang tiba-tiba sudah ada di kamar Sindy.
"Ayah sudah pulang?" tanya Bu Anita.
"Kenapa Ibu tidak beritahu kalau Doni sudah menceraikan Sindy. Enak sekali dia, di saat istrinya hamil, Sindy justru di tinggal begitu saja."
Pak Bramantyo benar-benar marah. Diafragmanya turun naik dengan nafas yang memburu.
"Iya Pak, jika memang begitu keadaannya kita mau apa lagi. Jika memang Doni sudah tak menginginkan Sindy, lebih baik mereka memang berpisah daripada Cindy harus menderita hidup dengan laki-laki yang tak punya pendirian. Ibu yakin itu semua karena ibunya yang menghasut Doni."
"Tidak bisa dibiarkan Ibu, hari ini juga ayah akan menemui Doni. Ayah tidak terima anak ayah diperlakukan seperti ini."
Pak Bramantyo berlari cepat meninggalkan kamar Cindy.
"Ayah jangan ya!" teriak Sindy untuk mencegah.
"Ayah, mau ke mana yah? jangan gegabah Yah!" Teriak Bu Anita mencoba untuk menghadang suaminya yang sedang emosi.
Bu Anita dan Pak Bramantyo bekerja-kejaran menuruni anak tangga. Setibanya di depan teras rumah Pak Bramantyo langsung masuk ke dalam mobilnya dan bergegas pergi.
Drum.. mobil Pak Bramantyo melaju membelah jalan raya.
Bu Anita hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak berhasil membujuk sang suami untuk menahan emosi.
Kini ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh suaminya itu terhadap Doni.
Bu Anita kembali menemui Sindy di kamarnya.
"Bu, ayah kemana?" tanya Sindy.
"Ngak tahu Sin, mungkin ayah pergi ke rumah Doni."
"Ehm Sindy takut ayah membuat masalah Bu."
"Biar kan sajalah Sin, sekali-sekali Doni memang harus diberi pelajaran biar dia gak semena-mena sama kita, jangan mentang-mentang kita diam."
"Iya Bu, tapi jangan sampai ayah justru terkena masalah Bu. Sindy takut ayah emosi hingga melakukan perbuatan yang melanggar hukum."
"Tenang saja Nak, ayahmu pasti bisa mengontrol emosinya. Dia melakukan ini semua karena tak ingin putrinya diremehkan dan dipandang sebelah mata."
"Semoga saja Bu. Ayah tidak terkena masalah," gumam Sindy yang terlihat begitu khawatir.
***
Dengan kecepatan tinggi Pak Bramantyo membawa mobilnya menuju rumah Doni. Meski dia tak pernah ke rumah menantunya sebelumnya, tapi pak Bramantyo tahu dimana kediaman Doni.
Perjalanan yang biasanya memakan waktu dua jam, dapat ditempuh hanya dengan waktu satu jam.
Brum …
Mobil Bramantyo tiba di depan pintu rumah Doni.
Ting tong! Tong tong!
Beberapa kali Bramantyo menekan bel, rasanya ia sudah tak sabar untuk melabrak pemilik rumah itu.
Kreak ..pintu dibuka.
"Mana Doni?" tanya Bramantyo.
"Pak Doni di kantor!"
"Siapa itu Ijah?" tanya Bu Misye yang berjalan menghampiri Ijah di depan pintu.
"Ini Nyonya,ada yang mencari pak Doni."
Bu Misye keluar dan melihat kearah pria yang berdiri di balik pintu itu.
Bramantyo dan Bu Misye saling memandang dengan bola mata yang membelalak seperti kaget
"Kau?" Bramantyo menelan salivanya ketika melihat Bu Misye yang tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Akhirnya kita bertemu lagi Bramantyo," ucap Bu Misye sambil bersedekap.
"Jadi kau adalah ibunya Doni?" tanya Bramantyo dengan gelagapan.
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun