Aku diasingkan layaknya debu tak berarti. Siapa pun yang mencoba mendekati ku, maka mereka ikut terkutuk. Akulah gadis berkacamata empat dengan segala kekuranganku, dan mereka semua menikmati menonton ku yang terkena bully tanpa peri kemanusiaan.
"Hey, Cupu! Tempatmu dibawah sana, bukan di atas bersama kami." seru Sarah di depan seluruh anak kampus.
Penghinaan dan kekejian para pembully sudah melewati batasnya.
"Don't touch Me!" seru Rose.
Tak ada lagi hati manusia. Semua hanyalah jiwa kosong dengan pikiran dangkal. Buta, tuli, dan bisu. Yah, itulah kalian. ~ Rose Qiara Salsabila.
Wanita berkacamata empat dengan julukan cupu sejak menapaki universitas Regal Academy itu berjuang mencari ketulusan seorang teman. Hingga pembullyan para teman seuniversitas membangkitkan jati dirinya.
Siapa sangka si cupu memiliki dunia lain di balik kepolosannya. Bagaimana cara Rose menghukum para pembully dirinya? Apakah ada kata ampun dan maaf dalam kamus hidup Rose?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asma Khan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19: GENG CANTIKA VS ROSE
Sekarang apa lagi? Rencanaku sekali lagi harus dirubah. Mommy, kamu tidak bisa ditandingi. Semua rencana pasti gagal di hadapanmu. Rose pikirkan sesuatu. Jangan sampai semua gagal.~batin Rose yang berjalan tanpa melihat ke depan hingga ia tak sengaja menyenggol bahu seseorang.
"Sorry....," Ucap Rose seraya mendongak melihat siapa yang ia tabrak.
Sebuah tangan menahan lengan Rose agar tidak jatuh, tapi dengan cepat langsung ditepis oleh gadis itu. Tanpa kata ia berjalan meninggalkan pria yang justru mengikuti langkahnya.
"Salsa! Ayolah, kita bicara sebentar." Ucap pria itu mencegat langkah Rose dengan merentangkan kedua tangannya.
"Minggir!" Peringatan Rose agar Riswan mau menyingkir dari jalannya, tapi pria itu justru berusaha menyentuh wajahnya.
Sontak Rose mengangkat tangannya memberikan stempel cap jari yang suaranya terdengar menggema di sepanjang lorong, membuat para mahasiswa yang hilir mudik tercengang. Lalu, berlarian berkumpul mengelilingi tempat yang kini menjadi pusat perhatian. Riswan memegangi pipi kirinya, lalu menatap gadis yang dingin dengan tatapan tak percaya.
"Siapa kamu?!" Riswan mengerutkan kedua alisnya. "Salsa tidak sekasar dirimu. Salsa....,"
"SHUT UP! SALSA? SALSA, DAN SALSA. WHO'S IS SALSA?" Rose menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu maju satu langkah mendekati Riswan. "AKU ROSE, BUKAN SALSA."
Ketegasan dari pernyataan Rose membius mahasiswa, begitu juga dengan Riswan. Dimana pria itu harus menahan malu, dan kecewa. Hatinya masih percaya gadis itu adalah Salsa bukan seorang pemberontak. Sementara yang ia pikirkan pergi berlalu meninggalkan kerumunan dengan tatapan dingin. Tak seorangpun berani menegur, apalagi ikut campur.
"Apa lihat-lihat? BUBAR!" Seru Riswan, membuat semua mahasiswa menyingkir tanpa menunggu diusir.
Kehebohan sesaat itu tak luput dari pengamatan Vans yang memilih berdiri di sudut dengan kedua tangannya bersemayam di balik saku celana. Ia masih menjadi seorang penonton agar putrinya bisa mengambil tanggung jawab yang sudah diputuskan. Percakapan semalam bersama Asfa, sudah cukup menjadi penjelasan tanpa menyisakan pertanyaan lagi.
"Mommy mu sangat keras kepala, tapi dia tidak sekalipun mengeluh di jalan yang ia pilih. Semoga kamu menyadari apapun yang Asfa lakukan hanya untuk mengajarimu. Jika dunia ini tidak sesederhana seperti prinsip hidupmu." Vans meninggalkan tempatnya berdiri untuk kembali menuju ruangan dosen.
Kegiatan belajar mengajar masih berlangsung. Semua mahasiswa sibuk di dalam kelas. Tetapi ada tiga gadis yang justru sibuk mengendap-endap memasuki ruangan khusus. Dimana ruangan itu dipenuhi berbagai perlengkapan demo beberapa anggota kandidat senat.
"Sar, ini bukan punya si cupu. Coba yang lemari satunya samping kananmu!" Ucap Dela kembali menutup lemari pertama.
Sarah melakukan permintaan Dela. Lemari nomor dua ia buka, tapi perlengkapan di dalamnya juga bukan punya Rose. Sontak dirinya menggelengkan kepala, membuat Dela nendengus dan berjalan menuju lemari ketiga. Sementara Prita hanya berdiri memperhatikan kedua sahabatnya secara mengawasi situasi.
"Guy's, ayolah! Sebentar lagi waktunya istirahat, dan demo....,"
"Yeeeaah ketemu!" Seru Dela melebarkan pintu lemari ketiga.
Sarah berjalan cepat menghampiri Dela, lalu tersenyum nakal dengan kode mata. "Del, ambil kardus besar di pojok, dan masukkan semua itu! Cepat."
"Sar, mahasiswa banyak yang mendukung kita. Kenapa masih....,"
"Bisa diam?! Gue, cuma suruh loe jaga. Bukan komen keputusan ku. Inget, ya. Papa bisa tarik semua saham di cafe kakak loe." bentak Sarah membungkam Prita.
"Sudahlah. Kita ini sahabat, ok. Jangan cuma karena masalah sepele jadi ribut kaya anak kecil, deh." celetuk Dela yang masih memasukkan peralatan demo milik Rose.
Setelah sepuluh menit. Akhirnya seluruh isi lemari berpindah ke dalam dua kardus besar. Sarah berjalan di depan dengan tenang, sedangkan Prita dan Dela mau tidak mau harus menyeret kardus itu meninggalkan ruang penyimpanan. Waktu istirahat kurang sepuluh menit, membuat geng cantika melakukan sisa pekerjaan dengan terburu-buru.
Ketiganya menghancurkan semua perlengkapan demo Rose. Dimulai dari pamflet kertas yang disobek menjadi beberapa bagian, bendera biru langit berlogo bulan sabit yang menjadi gelap karena tinta hitam. Serta benda lainnya dirusak, dan bisa di pastikan tidak bisa digunakan lagi. Tanpa mereka sadari waktu berganti menjadi jam istirahat.
Para mahasiswa keluar dari kelas masing-masing. Meskipun begitu, geng cantika tidak takut sama sekali. Justru kali ini dijadikan sebagai pelajaran bahwa siapapun yang menentang kekuasaan mereka. Maka hanya bisa mendapatkan kebencian dan kebencian. Suara para mahasiswa mengalir seperti air hingga sampai di telinga Rose, membuat gadis itu meninggalkan kelas dan menghampiri aula utama kampus.
Sarah melihat kedatangan Rose. Lalu bertepuk tangan dengan senyuman sinis. "Welcome cupu, selamat atas hadiah istimewa mu dari ku."
"Upst." Dela menutup bibirnya dengan mata membulat berpura-pura terkejut. "Maaf sengaja, hahahaha."
Sarah berjalan mendekati selembar bendera yang masih utuh tanpa cacat. Kemudian mengulurkan tangan kiri nya, membuat Dela memberikan gunting mini. "Kampus ini kekuasaan ku. Bukan aku yang PECUNDANG, tapi KAMU CUPU."
Rose menatap semuanya tanpa berkedip. Senyuman tipis tersungging. Meskipun samar, tetap saja hawa dingin mulai menyebar. Ia membiarkan Sarah menggunting sisa usahanya selama beberapa minggu. Yah, kini semua perlengkapan untuk dirinya melakukan demo pencalonan senat hancur tanpa bisa digunakan lagi.
Sarah, dan Dela tertawa karena mereka berpikir musuh bebuyutannya telah kalah. Namun, itu hanya ada di dalam pikiran. Tanpa satu kata, Rose meninggalkan tempat terpanas itu, membuat geng cantika semakin puas atas kemenangan mereka. Hingga lima menit kemudian, gadis yang dianggap tidak akan melawan kembali ke tempat semua mahasiswa berkumpul dengan membawa sebotol bensin dan sesuatu di genggaman tangan satunya.
Para mahasiswa tidak ada yang menolong, bersuara apalagi mendekat. Semua seperti terhalang dinding kaca, sedangkan geng cantika membiarkan Rose mengumpulkan semua perlengkapan yang kini bisa disebut sampah. Hanya dalam lima menit semua benda terkumpul menjadi satu.
Botol yang berisi cairan kekuningan dibuka, lalu disiramkan ke tumpukan semua usaha yang dilakukan gadis itu. Kemudian tak lupa menyulut korek api, dan melepaskan tepat diatas tumpukan perlengkapan demo.
Wuusshhh!
Kobaran api yang langsung membesar, membuat beberapa mahasiswa mundur. Namun, geng cantika tertegun dengan apa yang dilakukan Rose. Kenapa gadis itu justru membakarnya? Kenapa bukan memohon pengampunan? Apa sudah geser otaknya?
"APA YANG KAMU PIKIRKAN? AKU AKAN JATUH. UPS!" Rose ikut menutup bibirnya mengikuti cara Dela tadi. "AKU TIDAK MEMBUTUHKAN SEMUA INI, KENAPA? SEMUA YANG KALIAN SENTUH TIDAK LAGI MEMILIKI NILAI."
"....,"
Sarah ingin menjelaskan, tapi Rose mengangkat tangannya dengan tatapan tajam menusuk. "SEORANG PEMIMPIN BUKAN MEMILIKI CAMBUK UNTUK MENGHUKUM, TETAPI MEMILIKI BELAS KASIH DI HATI UNTUK MELINDUNGI. AKU TAHU, KALIAN SEMUA BUTA, TULI, DAN BISU."
"SAMPAI KAPAN?" Rose menatap para mahasiswa satu persatu, tidak ada yang berani membalas tatapan matanya. "JANGAN SALAHKAN TAKDIR. JIKA KALIAN SAJA TIDAK BISA MEMBELA DIRI. TAKDIR BISA DIRUBAH, TAPI SEMUA DARI NIAT....,"
"Apa kamu tidak takut mereka memberi hukuman lebih dari....,"
Suara gemetar dari belakang Rose, membuat gadis itu berbalik seraya menurunkan sedikit aura intimidasi nya, dan berjalan menghampiri salah satu mahasiswa yang juga korban bully. Kemudian mengulurkan tangannya. "Semua yang melukai dibiarkan hidup tenang, dan yang dilukai semakin terluka menyimpan rasa sakit. Aku mengulurkan tanganku, sekarang pilihlah."
"Hidup bebas, atau hidup dikendalikan mereka?" Rose tersenyum manis dengan lirikan mata ke Sarah.
aku baca ulang lagi deh
maaf saya pembaca pendatang baru 🙏
dan akhirnya aku susah memahami....
sadis banget sampai memakan korban jiwa 😢😢