HASRAT TERLARANG GIGOLO

Setelah kepergian Alex, David mendekati Luna. Ia melihat genangan air di pelupuk mata Luna. Mungkin dari tadi wanita itu telah berusaha menahan tangisnya.

David memeluk Luna, akhirnya tangis Luna pecah dalam pelukan cowok itu. David mengusap punggung wanita itu yang tampak terisak.

"Jangan menangis lagi. Naikan kaki ke pahaku. Biar aku obat."

David membersihkan luka di kaki Luna setelah itu mengobatinya. David melakukan itu dengan sangat hati-hati takut menyakiti Luna. Wanita itu masih saja menangis.

Luna teringat awalnpernikahannya dengan Alex. Saat itu ia masih berstatus karyawan. Dengan tekad ingin merubah nasib, ia bekerja terus hingga mampu membeli saham perusahaan yang saat ini ia pegang.

Dulu Alex juga berlaku sangat baik, seperti David saat ini. Luna nggak tau, apa yang menyebabkan Alex sangat berubah saat ini.

"Bibirmu terluka. Biar aku obati," ucap Luna.

"Aku bisa mengobati sendiri."

"Aku ada apartemen kosong. Kita kesana aja."

"Terserah kamu."

Luna berdiri diikuti David. Ia meminta Wulan untuk mengurus kantor hingga besok. Luna ingin istirahat. Pikirannya lagi tidak bisa di bawa bekerja.

Luna membawa David ke apartemen miliknya. Alex tidak pernah tau jika Luna memiliki apartemen. Luna banyak memberi properti tanpa pengetahuan Alex.

Luna juga memiliki satu kafe yang ia minta seseorang untuk mengelolanya. Inilah nanti yang akan Luna berikan pada David.

Sampai di apartemen, Luna langsung membaringkan dirinya di sofa. Ia ingin memejamkan mata melupakan semuanya.

David menuju dapur di apartemen itu. Walau Luna tidak tinggal di apartemen ini, ia meminta seseorang untuk membersihkannya.

David mengambil piring dan menyiapkan makanan yang mereka beli sebelum menuju ke sini.

"Bangunlah, makan dulu. Setelah itu kamu bisa istirahat."

"Aku capek, David. Selama ini aku bekerja keras untuk membangun bisnisku dan menambah pundi-pundi uang untuk Alex dan anakku kelak. Namun saat uang telah banyak aku kumpulkan, rumah tanggaku hancur. Buat apa semua ini."

"Nggak ada yang sia-sia. Suatu saat kamu pasti akan dapat menikmati hasil kerja keras bersama orang-orang yang kamu sayangi."

"Ini sudah hampir jam dua siang. Kamu belum makan. Nanti sakit. Atau mau kau suapi?"

"Nggak perlu. Aku bisa sendiri." Luna bangun dan mengambil makanan. Ia menyantap dengan malas tanpa selera.

"David ...."

"Ya,"

"Mengenai pekerjaan yang aku janjikan padamu, itu. Nanti malam kita bisa melihatnya."

"Pekerjaan apa itu?"

"Aku memiliki satu kafe. Saat ini dikelola oleh sahabatku. Aku ingin kamu nantinya yang mengambil alih, karena sahabatku itu akan resign. Menjelang bulan depan, ia akan mengajari kamu. Sahabatku akan menunjukkan apa-apa yang bisa kamu lakukan."

"Maksudnya, aku yang mengelola kafe itu nantinya, sebagai pimpinan."

"Ya, kamu yang mengatur bagaimana jalannya kafe dan mengatur karyawan di sana."

"Apakah aku bisa?" tanya David.

"Aku yakin kamu bisa. Bukankah kamu dulu pernah bekerja di salah satu kafe."

"Ya, tapi aku hanya karyawan biasa."

"Kamu bisa belajar. Candra akan mengajari kamu. Kafe itu buka hingga jam tiga dini hari. Kamu bisa tinggal di sana agar tak perlu bola balik. Di atasnya ada kamar kosong, bekas Candra tempati dulu."

"Semua karyawan di sana cowok. Aku nggak mempekerjakan cewek karena kafe buka hingga dini hari."

"Kamu percaya aku bisa mengelolanya? Bagaimana jika kafe itu tidak berkembang di tanganku."

"Kamu anak muda, pasti tau bagaiamana selera remaja seusia kamu. Aku yakin kamu bisa mengembangkan kafe itu."

"Baiklah, aku akan berusaha dengan semua kemampuan untuk mengembangkan. Tapi aku butuh kamu untuk mendampingi dan mengawasi kerjaku."

"Pasti akan aku bantu. Sekarang yang jadi kendala, tunanganmu Mia. Apakah ia mengizinkan kamu untuk bekerja hingga larut malam. Kamu juga akan pindah ke kafe itu."

"Akan aku bicarakan dengan Mia, besok."

"Semoga Mia mengizinkan."

David menggenggam tangan Luna dan mengecupnya. Cowok itu tidak bisa pungkiri hatinya, jika saat ini ia lebih nyaman bersama Luna dari Mia tunangannya. Apakah ini hanya perasaan sesaat karena ia mendapatkan pengalaman baru, atau memang hatinya telah berpaling.

*

*

*

Bersambung.