NovelToon NovelToon
Assalamualaikum Kapten

Assalamualaikum Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis
Popularitas:314.1k
Nilai: 5
Nama Author: Azurra

"Assalamualaikum Kapten"
.
Ini bukanlah drama Korea,
Dia bukan Kapten RI Jeong Hyuk,
Dan aku bukan Yoon Se Ri.
Tapi ini takdir Allah
Takdir yang membuat ku berpikir.
Apakah kita dipertemukan,
Hanya untuk diperkenalkan ?
Atau,
Mungkinkah kita dipertemukan,
Untuk disatukan ?

*****

Hallo semua 👋
Mohon maaf sebelumnya karena Karya ku yang judulnya "Angel's Story" tidak bisa dilanjutkan lagi.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk membuat cerita baru yang terinspirasi dari drakor CLOY.
Hanya saja ini bernuansa Islami.

So, Happy reading guys 🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebohongan (tentang Jia)

Jia kini sudah berpindah tempat duduk ke ranjangnya. Joo Young yang tak berani memindahkan gadis itu ke ranjang, memilih meminta tolong pada dua orang perawat yang tengah bertugas.

Mereka telah selesai sarapan sejak satu jam yang lalu. Kini waktu telah menunjukkan pukul 10 pagi waktu Korea. Min Hyuk pun sudah pamit pulang ke apartemennya setelah menghabiskan sarapannya. Tersisa keheningan diantara mereka berdua. Keduanya sama-sama terhanyut dalam pikiran masing-masing.

Hingga akhirnya deheman dari Joo Young mengundang perhatian dari Jia.

"Ada yang ingin aku bicarakan," ujar pria itu.

"Silahkan."

"Mengenai pernikahan kita," Joo Young melangkah menghampiri ranjang Jia dan ikut duduk berhadapan dengan gadis itu.

Jia menunggu pria itu melanjutkan ucapannya.

"Karena kondisimu masih kurang sehat, aku memutuskan untuk mengadakan acara sederhana saja. Hanya ada keluargaku, dan kita. Apa kamu tidak keberatan?"

"Kenapa hanya keluargamu? Bagaimana dengan keluargaku?" Jia tampak tak terima dengan pernyataan Joo Young.

"Jia," ia menatap lekat kedua manik mata gadis itu, "Kedua orangtuamu telah tiada. Begitu juga Nenekmu."

Mendengar pernyataan itu, kedua manik mata Jia berkaca-kaca.

"Tidak mungkin," gadis itu menggelengkan kepalanya pelan.

"Aku mengatakan yang sebenarnya Jia."

Gadis itu mulai meneteskan air matanya.

"Aku sama sekali tidak bisa mengingat mereka," gumamnya.

"Tenanglah Jia. Perlahan kamu pasti akan mendapatkan ingatanmu kembali. Jangan menambah-nambah beban pikiranmu."

Jia berusaha mengendalikan dirinya. Dia menatap wajah Joo Young dan mengangguk pelan.

"Tolong ceritakan tentang aku," pintahnya.

Joo Young terdiam sejenak, Sebelum akhirnya dia tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya.

"Namamu adalah Hyun Ji Kyung. Sedangkan kamu biasa dipanggil dengan sebutan Jia. Kamu berasal dari Mix Family. Ayahmu kebangsaan Korea dan Ibumu kebangsaan Malaysia, sama seperti aku," gadis itu masih menunggu Joo Young melanjutkan cerita tentang dirinya.

"Hanya saja, kamu lahir di Malaysia dan besar disana, itulah kenapa kamu tidak bisa berbahasa Korea. Kita bertemu tahun lalu di Malaysia, saat aku ditunjuk menjadi Duta Pertahanan Korea-Malaysia. Saat itu kita bertemu di pemakaman Islam Bukit Kiara, tempat dimana ibumu dan ibuku berada," terlihat raut wajah sedih dari pria itu.

"Aku melihat kau tengah dianiaya oleh seorang wanita yang ternyata dia adalah bibimu, adik dari ibumu. Aku menolongmu dari wanita jahat itu dan membawamu ke dalam mobilku. Hingga dimana kau yang tidak sengaja mendengar aku berbicara menggunakan bahasa Korea, langsung meminta tolong agar aku membawamu pergi ke Korea. Sebab kau ingin bertemu ayah dan nenekmu," Joo Young menghela napasnya.

"Singkatnya, kamu menceritakan semua kekejaman keluarga ibumu padaku, dan aku menolongmu untuk bertemu ayah dan nenekmu. Tiba disini, kita berpisah selama beberapa bulan, hingga dipertemukan kembali saat malam Natal. Sejak saat itu, kita mulai dekat dan akhirnya menjalin hubungan hingga saat ini. Terhitung tujuh bulan kita pacaran dan memilih untuk segera menikah."

"Benarkah itu yang terjadi?" tanya Jia.

"Apa aku tampak meragukan bagimu?" Joo Young berusaha memancarkan keseriusan dari wajah dan kedua matanya.

"Maafkan aku. Hanya saja, aku merasa tidak pernah mengalami hal itu."

"Perlahan pasti kau akan mengingatnya."

Jia memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Aku akan mencobanya," ujarnya pelan.

Joo Young mengerutkan keningnya, "mencoba apa?"

"Mencoba mempercayai semua yang kau katakan," ia melemparkan tatapannya ke arah jendela. Di luar sana, tampak matahari tengah bersinar dengan gagahnya.

"Karena saat ini, hanya kau satu-satunya orang yang bisa menceritakan segalanya tentang diriku. Disaat aku membuka mata setelah merasa tengah bermimpi panjang, hanya kamu satu-satunya orang yang mengenalku. Aku sadar, bahwa hanya kamu satu-satunya orang yang bisa aku percayai saat ini."

"Dan soal hubungan kita," ia mengalihkan pandangannya pada Joo Young, "Apa kita saling mencintai?" ia bertanya dengan hati-hati.

"em, maksudnya, apa aku pernah mengatakan bahwa aku mencintaimu?" tambahnya.

"Tidak pernah."

Jia menautkan keningnya. Seolah bertanya "Kenapa?".

"Kau tidak pernah mengatakan mencintaiku sejak aku mengajakmu berkencan. Tapi dari perlakuanmu padaku selama ini, terlihat jelas bahwa kau mencintaiku."

"Bagimu, cinta itu adalah perasaan. Dan perasaan itu adalah sesuatu yang tak kasat mata. Jika, sesuatu yang tak kasat mata hanya diutarakan lewat kata-kata, semua seolah tak bermakna. Karena terkadang, kebohongan pun akan terdengar seperti sesuatu yang nyata."

Sama seperti yang aku lakukan saat ini. Joo Young membatin.

"Itulah mengapa, sekalipun, kau tak pernah mengatakan mencintaiku," Joo Young menatapnya begitu lekat.

Jia terdiam mendengar setiap ucapan dari pria itu. Dia merasa tak pernah mengatakan hal itu sebelumnya. Bahkan ia merasa tak mencintai Joo Young sama sekali.

"Maafkan aku."

"Kenapa kau meminta maaf?"

"Karena aku tak mengingat apapun tentang kita."

"Sudahlah. Musibah ini sudah kehendak Tuhan. Kau hanya perlu bersabar dan tetap semangat agar cepat pulih."

Jia menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Gadis itu berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap semangat dan harus berusaha mendapatkan kembali ingatannya.

"Ceritakan lagi apa yang kau ketahui tentang aku," ujar gadis itu dengan bersemangat, "Ah, tolong ceritakan juga, bagaimana bisa aku kecelakaan. Ceritakan juga tentang keluargamu, Sua, Min Hyuk, pokoknya semua tentang kalian."

Joo Young tertawa melihatnya, "Aku akan menceritakan semuanya padamu," ujarnya. Satu persatu kata yang terangkai atas dasar kebohongan mulai meluncur dari bibirnya. Sedangkan gadis itu terhanyut dalam keyakinannya yang bisa mempercayai ucapan nya.

-------------

Keyla sampai di bandara International Soekarno-Hatta pada pukul lima sore setelah transit terlebih dahulu di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar.

Dia mengetikkan beberapa kata dalam room chat WhatsApp untuk Kanaya, ibunya. Gadis itu hanya memberi kabar bahwa dirinya telah sampai di Jakarta dengan selamat. Setengah jam lagi ia akan terbang menuju Bandara International Kuala Lumpur dengan menggunakan pesawat Airasia Indonesia. Pesawat yang akan membawanya pulang akan transit terlebih dahulu di Malaysia, sebelum akhirnya mengantarkan dia ke Fukuoka, Jepang.

Saat ini, gadis itu tengah berjalan menuju Starbucks karena ingin membeli Americano, minuman kesukaannya. Sambil memainkan ponselnya, ia berjalan terus tanpa sadar tak memerhatikan sekitarnya, hingga membuat gadis itu menabrak seseorang yang tengah membawa minuman. Alhasil, minumannya itu tumpah mengenai pakaian orang itu.

"Aduh, maaf-maaf. Saya benar-benar tak sengaja," ujar Keyla seraya mengelap lengan baju orang itu yang tertumpah minuman.

"Sudah, gak papa, mbak. Saya juga salah, jalan gak hati-hati," ujar orang yang ia tabrak. Rupanya dia seorang pria.

Keyla mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah pria itu.

"Loh, Arkan?" ujar Keyla saat melihat wajah pria itu, ternyata seseorang yang ia kenali.

"Keyla?"

Gadis itu menyunggingkan senyumnya.

"Lama tak jumpa ya?" Arkan mengangguk seraya tersenyum.

"Sedang apa di Jakarta?" tanya Keyla.

"Aku ada urusan bisnis di sini. Kalo kamu?"

"Aku dari Gorontalo dan sekarang mau balik ke Jepang,"

"Oh, Gorontalo? Tempat tinggal Nayla? Naylanya mana? Tak ikut?" tanya pria itu.

Keyla hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Dia memilih untuk mengajak Arkan berbicara di tempat tunggu yang ada di gate tiga.

Gadis itu melupakan tujuan utamanya yang ingin membeli minuman.

"Kau belum dengar kabar tentang Nayla?" tanya Keyla saat mereka sudah berada di area tunggu penumpang gate 3.

"Belum. Nayla kenapa?" tanya pria itu.

"Apa tidak ada berita di tv soal Nayla?" tanya Keyla lagi.

"Tidak ada," pria itu mengangguk.

"Sama sekali?" Keyla memastikan sekali lagi.

"Iya Key. Tidak ada."

"Wuaah, benar yah. Ternyata Pakci Robbi sudah mengatur media berita yang ada disini dengan di Malaysia agar tidak menyiarkan berita tentang Nayla," gumam gadis itu seraya menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.

"Kenapa dengan Nayla, key?" tanya Arkan yang mulai gemas karena gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Nayla sudah meninggal, Ar."

Arkan membisu, menatap tak percaya saat pernyataan itu dilontarkan oleh Keyla.

"Gak mungkin," ia terkekeh.

"Kamu bercanda kan, Key?"

Keyla menggeleng, pelan. Terlihat kesedihan dari wajahnya, namun gadis itu menampakkan senyumannya begitu tipis. Gadis itu telah berjanji dengan dirinya sendiri untuk tidak menangisi Nayla lagi.

"Apa kamu menonton berita Pesawat China Eastern yang jatuh di pegunungan Seorak?"

Arkan mengangguk.

"Nayla salah satu korban jatuhnya pesawat itu," lirihnya.

"Ya Allah, Nayla."

"Nayla sudah tenang disana, Ar. Kita hanya perlu mengikhlaskan dia," Keyla menatapnya seraya tersenyum getir.

"Apa kamu masih mencintainya?" Hati-hati ia bertanya.

Arkan terpaku mendengar pernyataan dari Keyla. Empat tahun menjalani hubungan dengan gadis itu, tentu ia belum bisa melupakan Nayla. Apalagi alasan mereka berpisah hanya karena kesibukan Arkan sebagai pengusaha muda yang baru saja merintis perusahaannya dari nol. Pria itu terlalu sibuk hingga Nayla memilih untuk berpisah.

"Kamu tau jelas, Key. Selama dua tahun lebih ini, aku berusaha menghubunginya, tapi dia tidak pernah menjawab panggilan bahkan membalas pesanku. Aku benar-benar tak ingin pisah dari dia, Key. Tapi keadaan yang memaksa kami berpisah."

Hati Keyla mencelos mendengar pengakuan itu. Nayla beruntung, walau dia telah pergi selama-lamanya, ada seseorang yang menyayanginya dengan tulus. Sementara dia? Bertahun-tahun harus berpura-pura tidak tersakiti.

"Doakan saja dia tenang disisi Tuhan, Ar. Aku yakin, jika kita bahagia tak lagi sedih dengan kepergiannya, dia juga akan bahagia disana."

Keyla tersenyum tapi tidak untuknya. Rasanya pria itu ingin menangis sejadi-jadinya. Seseorang yang sangat ia cintai, kini telah terpisah dunia dengannya.

Panggilan untuk penumpang pesawat Airasia telah terdengar. Keyla berdiri dari tempat duduk lalu menatap Arkan. Pria itu mendongak karena menyadari Keyla telah berdiri.

"Aku pergi dulu, Ar. Jaga kesehatanmu. Assalamualaikum."

Tanpa mendengar balasan salam dari pria itu, Keyla pergi dengan senyuman. Senyuman yang terlihat begitu miris di wajah cantiknya. Mau sekuat apapun niatnya untuk mengalah dan ikhlas, rasa perih itu tetap ada.

Mungkin benar kata orang-orang, mengucapkan kata "Moveon" itu gampang, tapi tidak untuk merealisasikannya.

----------

Jia terbangun dari tidurnya setelah bermimpi buruk. Mimpi yang sama sebelum akhirnya dia membuka mata setelah beberapa hari koma. Dalam mimpi itu, dia melihat seorang anak laki-laki sedang beradu mulut dengan seorang pria dewasa. Terjadi pertengkaran kecil diantaranya, hingga seorang anak perempuan datang dan bersimpuh dihadapan pria itu. Jia tidak bisa melihat dengan jelas wajah orang-orang yang dia impikan. Hanya saja, ia merasakan kesedihan yang besar karena memimpikan hal itu.

Tangannya bergerak meraih ponsel milik Sua yang ada di nakas sebelah kanan ranjangnya, yang ternyata belum di ambil oleh pemiliknya.

Dia melihat jam yang tertampil kan di layar ponsel itu.

Sudah masuk waktu salat magrib. Gumamnya pelan.

Gadis itu memilih untuk tidur dan menyudahi percakapannya dengan Joo Young saat telah dirundung rasa kantuk.

Mengingat Joo Young, gadis itu menyapu seluruh isi ruangan dengan pandangannya.

Dia tersenyum mendapati pria itu tertidur di sofa panjang dengan lengannya yang menutupi kedua matanya.

"Ya Allah, benarkah dia calon suamiku?" ujarnya pelan.

Aku merasa tidak mencintainya. Tapi, bukankah cinta akan hadir seiring berjalannya waktu? Aku merasa kata-kata itu lebih sesuai dengan prinsip ku, dari pada apa yang dikatakan olehnya.

"Tatapan matamu seperti ingin menelan hidup-hidup pria itu."

Jia mengalihkan perhatiannya saat mendengar suara itu. Dia mendapati Sua berdiri di depan pintu kamar rawatnya dengan membawa tas belanjaan. Tampilan gadis itu juga berbeda. Jika sebelumnya dia selalu menggunakan jas putih khas seorang dokter, malam ini dia menggunakan pakaian kasual namun terlihat elegan ditubuhnya.

"Kau sudah lama tiba?" tanya Jia saat Sua berjalan menghampirinya.

Sua meletakkan tas belanjaan yang ia bawa di ranjang Sua.

"Lumayan. Sejak kau menggunakan sesuatu."

"Kau mendengar itu?" tanya Jia.

Sua duduk di kursi yang tersedia disamping ranjang.

"Dengar. Tapi aku tidak mengerti," jawabnya. Selama ini, dia berkomunikasi dengan Jia hanya menggunakan bahasa Inggris. Sebab Jia tak bisa berbahasa Korea tapi dia begitu lancar berbahasa Inggris dan Jepang, itulah yang membuat dia bertanya-tanya.

Jia tersenyum, "Bisakah kau membantuku untuk ke toilet, aku ingin salat," ujarnya.

Sua mengangguk. Dia membantu Jia duduk di kursi roda.

"Sebelum salat, kenapa harus ke toilet dulu?"

"Aku harus mengambil air wudhu dulu. Itu syarat untuk beribadah diAgama ku. Agar saat beribadah, kita dalam keadaan suci dan bersih."

Sua hanya ber-Oh-ria.

"Maaf Sua, tapi, apa Agamamu?" tanya Jia dengan hati-hati.

"Aku tidak punya Agama."

Jia melongo sejenak mendengar pernyataan Sua yang sangat terdengar santai. Bagaimana bisa seseorang hidup tanpa adanya pedoman hidup? Tentu Agama adalah jawabannya.

Jia memilih tidak berkata-kata lagi. Dia melakukan ritualnya sebelum salat, ditemani Sua yang berdiri diambang pintu toilet. Gadis itu mengamati Jia melakukan ritualnya.

----------

Joo Young terbangun dari tidurnya, saat sayup-sayup dia mendengar tawa perempuan. Badannya yang semula begitu pegal, terasa sehat begitu ia bangkit dari tidurnya.

Dia mendapati Jia tertawa bersama Sua. Kedua gadis itu tengah bercanda sambil mencoba beberapa jilbab yang Sua belikan untuk Jia, itupun atas suruhan Joo Young. Mereka tak menyadari Joo Young telah bangun.

"Apa aku cantik?" tanya Sua yang tengah mencoba mengenakkan jilbab.

Jia mengangguk seraya tersenyum lebar, "Sekali. Kamu cantik sekali," ujarnya dengan semangat.

Sua tertawa mendengarnya. Entah kenapa, saat melihat Jia bersemangat menerima jilbab yang ia belikan, hati gadis itu tergerak untuk mencoba memakai kain itu.

"Kamu pandai memilih warnanya Sua. Aku suka dengan warna-warna polos seperti ini," ujarnya seraya mengamati semua jilbab yang Sua belikan.

"Terimakasih yah."

Sua mengangguk seraya tersenyum.

Kedua gadis itu, mengabadikan momen Sua memakai jilbab dengan foto selfie. Beberapa mimik dari yang cantik, imut, dan cemberut bahkan jelek, mereka abadikan. Keduanya tertawa melihat hasil foto mereka sendiri.

Joo Young terpana melihat tawa lepas dari gadis itu. Begitu cantik, seperti tawa yang dimiliki oleh Joa, adiknya. Terbesit rasa rindu lagi dalam hatinya. Selalu saja saat melihat Jia tersenyum, ia memikirkan dan kembali merindukan adiknya.

"Eh, kamu sudah bangun?" tanya Jia yang sudah sadar, ada sepasang mata tengah melirik mereka.

Joo Young menganggukkan kepalanya.

"Kalian sudah akrab yah. Aku senang melihatnya."

"Benarkah? Apa kami tidak seakrab itu?" tanya Jia seraya melirik Sua sekilas. Dia menunggu jawaban dari Joo Young.

Joo Young hanya menganggukkan kepalanya.

"Kalian hanya berbicara saat perlu saja."

"Wuaah, apa aku sedingin itu orangnya?" gadis itu merasa dia bukan tipe orang yang cuek.

Sua dan Joo Young sejenak terdiam dan saling pandang.

"Tidak juga. Hanya saja, kalian memang jarang untuk bicara."

"Syukurlah. Aku harap, kedepannya kita bisa lebih akrab ya Sua," ia tersenyum tulus menatap wajah Sua. Tanpa sadar, ia menggenggam erat tangan gadis itu.

"Baiklah." Sua membalas senyuman dan genggamannya.

------------

Jia duduk bersandar diranjang sambil memandangi keadaan luar kota Chuncheon yang terlihat dari jendela kaca besar rumah sakit ini. Langit gelap disandingkan kelap-kelip lampu di gedung-gedung pencakar langit menambah keindahan kota Chuncheon dimalam hari.

Kini hanya ada dia dan Joo Young di ruangan ini. Sua telah pergi satu jam yang lalu untuk kencan dengan kekasihnya. Namun gadis itu berjanji akan kembali, karena harus menemani Jia tidur. Seperti biasa, Joo Young tidur di ruang kerja Sua.

"Besok kau akan di operasi," ujar Joo Young memecah keheningan diantara mereka.

"Aku tau," ia mengalihkan pandangannya pada Joo Young.

"Aku sudah mempersiapkan semuanya."

"Tentang apa?"

"Pernikahan kita."

"Kapan?"

"Dihari ulang tahunku. Tepatnya dua Minggu lagi."

Jia melongo mendengarnya.

"Bukankah itu terlalu cepat?"

"Itu keinginanmu."

"Aku?" Jia menunjuk dirinya sendiri.

Joo Young mengangguk, "Iya. Kau yang ingin kita secepatnya menikah. Katamu, kau tidak ingin berlama-lama pacaran."

Benarkah itu?

"Apa kau ragu?" Joo Young menyadari raut wajahnya yang tengah memikirkan sesuatu.

"Tidak. Aku hanya terkejut."

"Tolong percayalah padaku," pria itu memandang lekat kedua manik mata Jia.

Perlahan Jia mengangguk dan tersenyum tipis.

*Aku yakin, me*nyeret mu dalam permainan ku, sama saja aku memancing mereka keluar dari sarangnya. Maka itu, tinggallah disisi ku sampai kau pulih. Kehadiran mu bukan hanya menyelamatkan aku dari perjodohan, tapi juga menemukan kebenaran akan masa lalu.

Wajahmu adalah senjata terpenting dalam permainan ini. Aku berjanji akan melindungi mu sepenuh hati, bahkan dengan nyawaku sendiri.

"Terimakasih," ujar Joo Young begitu pelan.

********to be continued*****

Hallo 👋

Maaf baru update.

akhir-akhir ini, Lagi kurang sehat soalnya.

Semoga kalian terhibur dengan part kali ini.

Kalo ada kritikan dan saran tolong tulis di kolom komentar yaah 🤗

Jangan lupa like dan votenya. Agar aku makin semangat nulisnya 🔥

Bdw, hari ini, aku ulang tahun yang ke 20. Ada yg mau ucapin doa gak? 😅 Gak ada juga gapapa🤭 fyi aja wkwk.

Tetap semangat jalani hari dan stay safe ya🤗***

1
7 Fatimah Az-Zahra
kok g lanjut Thor?
tk ada lnjutn ny kh
Helen Dinda
mngkin ibunya orang indo dan ayahnya orang korea
Helen Dinda
nyimak dlu ya mbak
Siti Chotimah
namanya jg novel...bebas ber imajinasi ya thor.
Fawas
next Thor
Fadya Peace Mut-mut
oppa😘😘
Fadya Peace Mut-mut
saya suka saya suka thor😘😘
Nur Hasanah
Mudah _ han skripsinya cepat di asese ya dan ceritanya bisa lanjut semangat
Nur Hasanah
kapan lanjutannya jadi penasaran
Nur Hasanah
kenapa tertahan di sini jadi penasaran
Jayanna Jayadi Cyg Anna
lanjuuutty lagi.... semangattt...💪💪💪
semoga skripsi.a lancar n segera wisuda... good blaze...!!!
Ghufira Alfiani Salsabila
kirain udah ada lanjutan nya
Ghufira Alfiani Salsabila
lanjut
Lili Suryani Yahya
Aamiin, tpi sdah lama bnget prginya thorr..
Dheway
semangat thor
Lailil Khoiriyah
lanjut up nya thor, jngan lama2. aq tunggu lho..
Meili Wardiani
terima ksh up nya,,,,lanjuut
Lulik Budiarti
trimakasih kk udah up .🙏🙏🙏
Elly Triana
kirain udah gak lanjut thor..ternyata td ada notif ..di tunggu up nya thor
Azurra: masih kok kak. Ditunggu part" selanjutnya yaah..

terimakasih masih setia baca🤗😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!