Fabian dipaksa untuk menggantikan anaknya yang lari di hari pernikahannya, menikahi seorang gadis muda belia yang bernama Febi.
Bagaimana kehidupan pernikahan mereka selanjutnya?
Bagaimana reaksi Edwin saat mengetahui pacarnya, menikah dengan ayah kandungnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Myatra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 18
Note : Ada sedikit adegan 19+, mohon bijak dalam membaca.
Fabian melepaskan pagutannya dari Febi. Febi yang masih terhanyut dengan yang dilakukan Fabian, masih memejamkan matanya, bahkan tak sadar jika tangannya sudah mengalung di leher Fabian, menikmati perlakuan Fabian kepadanya.
Fabian tersenyum melihat Febi masih terpejam, dengan mulut masih terbuka, kembali Fabian mencoba menyatukan dengan miliknya, dan memagutnya dengan penuh kelembutan.
Febi menikmati sensasi berbeda dengan yang Edwin lakukan dulu terhadapnya, Edwin selalu sedikit memaksa dan melakukannya dengan kasar.
Fabian kembali melepaskan pagutannya, dan beralih mencium kening Febi. Fabian mengelap dengan tangannya sisa air liur di mulut Febi.
"Manis..." Fabian berbisik di telinga Febi.
Febi membuka matanya, dan tersadar dengan yang posisinya saat ini, segera melepaskan tangannya dari leher Fabian, kemudian berlari ke kamar mandi.
Fabian langsung mengejar Febi, dan menahan pintu yang akan ditutup Febi.
"Kenapa lari? marah?" Fabian bertanya setelah berhasil masuk ke dalam kamar mandi dan menggapai tangan Febi.
Febi menggelengkan kepalanya.
"Aku malu..." Seketika tawa Fabian, menyembur mendengar pengakuan polos istrinya.
Fabian membalikan tubuh Febi menghadapnya, dan mengangkat dagunya agar saat Fabian berbicara, Febi bisa melihat kesungguhan dimatanya.
"Kenapa malu? Kita sudah sah menjadi suami istri, melakukan yang lebih dari tadi juga aku bisa, tapi aku sayang kamu, menghormati kamu, mari kita menikmati semua proses perkenalan kita, jangan menghindar lagi!"
Mendengar yang dikatakan Fabian, rambut-rambut kecil ditangan Febi meremang, merinding, apalagi melihat sorot tajam dari mata Fabian. Febi hanya menganggukkan kepalanya.
"Terima kasih." Fabian kembali membawa Febi dalam dekapannya. Mereka berpelukan selama beberapa saat.
Fabian pernah membaca, jika berpelukan minimal selama dua puluh detik, menimbulkan hormon oksitosin. Yang mana hormon oksitosin adalah hormon yang kuat mendekatkan seseorang dengan orang lain. Hormon ini terkenal dengan julukan “hormon cinta” ini akan muncul dengan cara alami jika sering berpelukan.
Fabian ingin Febi merasa aman dan nyaman bersamanya, dan mempercayakan cintanya kepada Fabian. Menurut penelitian pasangan akan merasakan rasa aman dan penuh cinta pada saat berpelukan.
"Sekarang basuh wajahnya! Biar ga terlalu merah seperti itu." Fabian melepaskan dekapannya.
Febi mencubit perut Fabian, kesal di goda terus. Fabian terkekeh mendapat cubitan dari Febi.
"Aku tunggu diluar, jangan lama-lama! Kalau lama aku bikin kamu lebih lama lagi dikamar ini!"
Fabian mengucapkan itu sambil berlalu keluar dari kamae mandi. Febi masih mematung, sedetik kemudian sadar dengan maksud perkataan suaminya. Febi segera mencuci muka, ketika tangannya menyentuh bibirnya, Febi merasa malu, mengingat moment yang dilakukan suaminya.
Segera Febi mengelap wajah basahnya dengan handuk, merapikan rambut dan pakaiannya lalu keluar kamar.
Febi menghabiskan sisa minuman di gelas, agar bisa menetralisir gemuruh dalam dadanya.
"Padahal bisa minta langsung kalau mau."
"Apa, Om?"
"Kenapa harus minum di gelas bekas aku, jika mau aku cium lagi, aku kasih."
"Dasar Om-om mesum. Aku haus tau!"
Fabian terkekeh senang bisa menggoda istrinya kembali.
Mereka keluar beriringan, ditangannya, Febi membawa piring dan gelas yang sudah kosong.
Fabian langsung ke ruang keluarga, menemui kedua orang tuanya, sedang Febi memilih ke dapur untuk mencuci piring kotor yang dibawanya.
"Simpen aja neng, ngga usah dicuci!" Mak Ipah mencegah Febi, yang akan mencuci piring bekas makan suaminya.
"Nggak apa-apa, mak. Cuma sedikit."
Mak ipah salut dengan yang Febi lakukan. Masih muda, cantik, tapi terlihat tak canggung mengerjakan pekerjaan rumah.
¤¤FH¤¤
Saat masuk ke ruang keluarga, Fabian hanya mendapati ayah dan papah mertuanya sedang berbincang. Fabian menyalami keduanya dan meminta maaf baru bisa turun.
"Ibu sama mamah Ria kemana?" Fabian celingukan mencari kedua ibunya.
"Ibu dan mamah kamu jalan-jalan ke plaza, baru aja berangkat."
"Naik apa?" Karena kunci kendaraan masih ada dikamarnya, ayahnya di sini sedang ibunya tak bisa menyetir.
"Naik beca, katanya mau nostalgia, di sana sudah jarang ada beca."
"Bian sakit apa?" pak Rasyid menanyakan sakitnya Bian.
"Demam sama badan linu-linu, yah, Tapi dibawa tidur sudah enakan."
"Syukur kalau begitu."
"Ayah mau lihat laporan bulan ini?"
"Iya, tadi udah ke toko. Rifki sudah ngasi laporannya."
Febi masuk dengan membawa sepiring pisang goreng, yang dibuat mak Ipah. Tiga laki-laki diruangan itu mengobrol dengan hangat membicarakan berbagai hal.
Febi yang tak melibatkan diri pada obrolan itu merasa bosan dan ngantuk, berkali-kali menguap. Fabian yang melihatnya, menyuruh Febi ke kamar saja untuk istirahat.
Febi kembali ke kamar Fabian, kantuk yang menyerang tak dapat ditahannya lagi. Febi langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur dan menutup mata dengan sempurna.
Selama perjalanan Febi tak memejamkan matanya sama sekali, perasaan excited akan menemui suaminya membuat rasa kantuknya hilang.
¤¤FH¤¤
Bu Asti dan mamah Ria pulang dengan membawa beberapa kantong baju.
"Sudah sehat, nak?" Bu Sita senang anaknya sudah tampak membaik.
"Sudah, bu." Fabian menyambut kedatangan kedua ibunya, dan menyalami keduanya.
"Sakit malarindu, bu. Febi datang langsung sembuh." Pak Rasyid menggoda anaknya.
Semua tertawa mendengarnya.
"Febi kemana?" Mamah Ria menanyakan putrinya.
"Febi kayanya tidur di kamar, mah."
"Ya udah biarin aja. Kita pulang sekarang aja yuk, yah! Nanti kemalaman nyampe rumah." Bu Asti, mengajak pak Rasyid dan yang lainnya pulang.
"Sebentar, Bian bangunkan dulu, Febi." Fabian berdiri, hendak ke kamarnya membangunkan Febi.
"Nggak usah nak Fabian, Febi akan menginap di sini. Ini mamah dan ibu udah belikan baju ganti untuk Febi." Mamah Ria menyerahkan kantong-kantong baju pada Fabian.
Mendengar itu, tentu saja Fabian sangat senang sekali. Baru kemarin mereka berpisah, hari ini sudah bersama lagi, apalagi sekarang hubungan keduanya semakin dekat.
"Nggak pamitan dulu sama Febi, mah, pah?"
"Nggak usah lah. Kasian lagi tidur dibangunkan."
"Kami pamit ya, nak Fabian. Papah dan mamah, nitip Febi!"
"Pasti, pah mah"
"Jaga istri kamu, perlakukan dia dengan sangat baik, jangan sakiti hatinya." bu Asti menambahkan nasihat untuk anaknya yang baru berumah tangga kembali.
"Iya, bu. Bian Janji."
Fabian mengantar kedua orang tua dan mertuanya sampai mereka naik mobil dan kendaraan mereka berlalu dari hadapannya.
Fabian masuk dan membawa gelas-gelas kotor ke dapur.
"Jang Bian bisaan nyari istrinya, geulis pisan, bageur katinggal na teh. Emak do'akan sing awet, bagja salawasna, gera gaduh budak oge" Mak Ipah mendoakan pernikahan Fabian.
("Nak Bian, pintar nyari istrinya, cantik sekali, kelihatannya baik. Emak doakan pernikahannya awet, selalu bahagia, dan cepat dapat momongan")
"Aamiin, mak. Nuhun do'anya."
"Mau dimasakan apa untuk malam nanti?"
"Nggak usah masak, mak. Saya mau ngajak Febi makan di luar."
"Kalau gitu, boleh mak pulang sekarang?"
"Boleh, mak. Kalau ada makanan, mak bawa aja buat di rumah!"
Emak Ipah memang tak menginap, rumahnya tak begitu jauh dari rumah Fabian. Datang pagi hari beres-beres dan menyiapkan sarapan, pulang sore hari jika pekerjaannya sudah beres.
"Terima kasih ya jang Bian. Emak bawa kunci cadangan."
"Iya, mak. Saya ke atas, mau istirahat lagi."
¤¤FH¤¤
Fabian masuk ke kamarnya, menghampiri Febi yang tertidur pulas. Membaringkan tubuhnya, menghadap Febi. Fabian menyingkirkan rambut-rambut yang menutupi wajah istrinya, dia tersenyum bahagia. Tak menyangka bisa mendapat jodoh gadis muda seperti Febi.
Fabian mengecup kembali bibir Febi. Bibir Febi seolah menjadi candu bagi Fabian untuk selalu mencecapinya.
Febi yang tertidur nyenyak justru merasa jika ciuman yang Fabian lakukan hanya mimpi karenanya dia membalas pagutan Fabian, mendapat balasan, membuat Fabian senang, dan makin memperdalam pagutannya.
Takut tak bisa mengontrol hasratnya, Fabian menghentikan aksinya. Fabian menarik pelan tubuh Febi, agar bisa mendekapnya dengan erat.
BERSAMBUNG
penasaran terus
gak enak banget dibaca
semoga bian dan Febi bahagia selalu
kan katanya sejak kecil Fabian kurang kasih sayang mama