Setelah kesalahan yang dilakukan akibat jebakan orang lain, Humaira harus menanggung tahun-tahun penuh penderitaan. Hingga delapan tahun pun terlewati, dan ia kembali dipertemukan sosok pria yang dicintainya.
Pria itu, Farel Erganick. Menikahi sahabatnya sendiri karena berpikir itu adalah kesalahan diperbuat olehnya saat mabuk, namun bertemu wanita yang dicintainya membuat Farel tau kebenaran dibalik kesalahan satu malam delapan tahun lalu.
Indira, sang pelaku perkara mencoba berbagai cara untuk mendapat kembali miliknya. Dan rela melakukan apapun, termasuk berada di antara Farel dan Humaira.
Sebenarnya siapa penjahatnya?
Aku, Kamu, atau Dia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Happy Wedding
Seusai melewati proses make up yang menghabiskan waktu, akhirnya Limosin hitam milik Farel tiba di hotel yang sudah di blokir oleh Farel.
Saat pintu terbuka Humaira turun sembari mengangkat gaun putih dan berlari di atas karpet merah memasuki hotel, meninggalkan Farel yang tersenyum. Pria itu mengerti alasan wanitanya terburu-buru.
Pintu utama dibuka oleh dua pria berpakaian hitam.
"Para hadirin, sambutlah pasangan pengantin hari ini." MC yang berseru di atas panggung mengarahkan tangan ke Humaira. Dalam sekejap senyum merekah MC berubah wajah riak kebingungan saat pengantin datang terpisah, dan pengantin wanita bukan ke panggung tapi ke arah lain.
"Abi-Ummi!" seru Humaira. Ia menerjang kedua orangtuanya dalam pelukan.
"Aduh, kamu ini. Bikin jantungan saja." Walau berkata begitu, ummi Sakinah membalas pelukan putrinya yang telah menyembunyikan diri selama bertahun-tahun. Netra Ummi Sakinah berkaca-kaca hampir menangis, namun dia tahan karena bukan waktu yang tepat.
"Putrinya Abi akhirnya kembali," timpal Abi Muharram tersenyum sembari sebelah tangannya menepuk punggung Humaira. "Jangan nangis, nanti make up nya luntur."
Benar, Humaira sadar itu. Makanya mati-matian menahan air mata yang ingin membanjir. Akhirnya setelah bertahun-tahun ia kembali bertemu orang tuanya, memeluk mereka dalam kondisi sudah jadi istri orang lain.
"Humaira," panggil Farel dari samping Humaira. Pria itu mengulurkan tangan.
Humaira menoleh ke samping dengan tatapan penuh tanya.
Farel tertawa kecil. "Kita harus menyelesaikan acaranya 'bukan?"
Barulah Humaira mau melepaskan kedua orangtuanya dan membalas uluran tangan itu.
"Selesai acara kamu akan menghabiskan waktu bersama mereka lagi," bisik Farel, dan itu menimbulkan anggukan senang dari Humaira.
Humaira tersenyum senang dibalik cadar putihnya.
Farel pun membawa Humaira menaiki panggung dan duduk di sofa. Acaranya pun berjalan selayaknya pengantin lainnya, ucapan terimakasih, jamuan dan kata-kata penutup serta doa yang dipimpin ustadz Malik dari pesantren محل الھدی.
"Kamu menyukai acaranya?" tanya Farel menyuapkan kue untuk dirinya sendiri, soalnya Humaira yang bercadar tidak mungkin diangkat untuk menerima suapan darinya.
"Suka, cuma aku nggak terlalu bisa menikmatinya. Ada banyak hal yang mau aku tanyakan ke kamu," jawab Humaira menatap sedih ke bawah.
"Aku tau beberapa hal yang membuat kamu terbeban, makanya seseorang menyiapkan kamu ini." Farel menarik tisu dan mengelap tangan, kemudian mengambil mic di meja penuh hidangan.
"Perhatian semuanya."
Dan kalimat itu pun di dengar semua orang dan melihat ke arah sepasang sejoli yang menjadi raja dan ratu hari ini.
"Untuk acaranya selanjutnya, ada penyambutan dari seseorang yang sangat aku sayangi. Benar, putriku Rifqa Erganick."
"Sangat aku sayangi? Kamu membuatnya kurus kering," sindir Humaira pelan agar hanya di dengar Farel.
Dan Farel tersenyum canggung tanpa bisa membantah.
Pintu masuk dibuka oleh penjaga, maka masuklah sosok mungil yang membawa buket bunga hampir seukuran badannya. Namun yang menakjubkan Humaira sampai meletakkan telapak tangan di mulut ialah sosok Rifqa yang memakai jilbab kecil dan baju kebesaran.
"Rifqa," seru Humaira berdiri dari sofa saat Rifqa menaiki tangga panggung dan menghampiri Humaira.
"Tante Ninja, selamat atas pernikahannya. Ah, seharusnya bukan Tante ya, tapi Bunda, Bunda Ninja," tutur Rifqa seraya menyodorkan buket bunga.
Humaira tertawa. Tangannya terulur untuk mengelus kepala Rifqa. "Apa ini, Rifqa pakek Jilbab?"
"Iya, aku minta pada Jeddah buat pakek juga. Gimana, mirip bunda 'nggak?" tanya Rifqa semangat.
Bukan bertanya cantik, tapi justru bertanya apa mirip dirinya. Apa gadis kecil ini ingin menjadi dirinya?
Dan untuk sosok yang dipanggil Jeddah, Humaira menoleh ke umminya yang memberikan jempol.
Humaira menatap Rifqa. "Iya, mirip banget."
Gadis kecil bersorak kegirangan. Baguslah, sekarang Humaira tahu Rifqa menerimanya, dan ini menyingkirkan sebagian beban pikirannya.
Humaira menatap suaminya, eaa. "Terima kasih."
"Terima kasih kembali," balas Farel sembari menunjukkan pipi.
Spontan riak wajah Humaira berubah kesal, tapi ada rona merah yang tertutup cadar.
Apa-apaan!
Acara berjalan hingga sore atas saran dari Abi Muharram. Beliau tidak mau putri dan menantunya sampai harus mengqaza sholat magrib juga, makanya tamu undangan yang berasal dari Farel sedikit dan juga dari Abi Muharram sendiri. Pihak Farel lebih banyak membahas bisnis, sedang pihak Abi Muharram bernostalgia bersama teman-teman seperjuangan di pesantren محل الھدی.
Melihat semua tamu mengilukan hati Humaira karena tidak ada tamu dari pihaknya. Bukan alasan acaranya dadakan, tapi selain Khalisah siapa lagi teman yang dimilikinya?
Aku menikah hari ini, Khalisah. Dan kamu nggak ada di sini untuk merayakannya. Humaira tersenyum kecut.
Semua tamu berpamitan, dan Humaira bergegas turun dari panggung menuju orang tuanya.
"Ummi-Abi, Humaira boleh pulang 'kan?" tanya Humaira.
"Kapan kami melarang kamu pulang? Kamu sendiri yang nggak mau." Abi Humaira mengambil gelas berisi air putih, dan meminumnya seusai membaca bismillah.
Humaira melirik ke arah lain. "Ngomong-ngomong, kenapa Shafar nggak datang?"
"Tanya sama suami kamu," sahut ummi Sakinah.
Humaira pun memberikan pandangan pada Farel, pria itu tampak canggung. "Aku rasa adikmu belum menerimaku."
"Dasar bocah itu! Nggak suka ya nggak suka. Kenapa malah disangkutin sama nggak mau hadir di pernikahan kakaknya," dumel Humaira.
"Siapa yang nggak hadir? Justru Kakak yang nggak hadir di pernikahanku!" Seorang wanita gamisan masuk dalam lingkup mereka.
"Mama!" Dua anak kembar tak seiras itu memeluk ibunya.
"Oh, sayangnya Mama." Shafra menepuk kepala dua anaknya.
"Maaf aku terlambat. Suami aku sakit, nggak mungkin aku tinggal pas dia masih merengek. Tapi akhirnya aku berhasil ke sini dan menyaksikan debut ponakanku," ucap Shafra merangkul Rifqa dan mencubit pipi anak kecil itu.
Rifqa menerimanya saja.
"Terus suami siapa yang jaga kalau kamu ke sini?" tanya Ummi Sakinah.
"Nggak papa, ada kang asisten. Lagi pula aku perginya pas dia tidur," jelas Shafra.
Merasa risih karena berdiri di samping pria yang telah menyakiti kakaknya, Shafra menggantikan posisi dengan Rifqa. Matanya memandang permusuhan pada pria yang sialnya telah menjadi kakak iparnya.
Farel menghela napas.
"Nah, berhubung aku sudah sampai. Gimana kelanjutan sesi foto? Bisa foto ulang 'kan?" tanya Shafra penuh harap.
"Emang nggak papa suami kamu nggak ada di foto?" tanya Ummi Sakinah.
"Cuma satu foto, isinya aku, Ummi-Abi dan kak Humaira. Lainnya nggak usah!" Shafra kembali memandang sinis Farel.
"Itu mata lama-lama Kakak congkel," ancam Humaira menatap tajam adiknya.
Shafra membalas dengan memandang ke arah lain.
"Yaudah, yaudah. Berhubung fotografernya belum pulang," timpal ummi Sakinah.
Semuanya memandang ke atas ustadz Zainal yang makan di meja hidang, dan ustadz yang hendak memasukkan kue ke dalam mulut langsung was-was.
...🌾🌾🌾🌾...