Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kaivan Pingsan
Bianca hanya diam memperhatikan Kaivan yang sedang serius berbincang dengan satu pria dan satu wanita di hadapannya, terlihat sekali kalau mereka tipe orang yang sangat serius jika sedang bekerja, wajah mereka bahkan datar dengan mata yang sesekali menatap wajah Kaivan dan selebihnya seperti membaca sebuah tulisan yang langsung dilaporkan kepada Kaivan.
Kaivan sendiri hanya mengangguk-ngangguk, lalu terkadang mengerutkan dahinya, sebelum kembali tenang dan mengangguk-ngangguk.
Kedua orang itu langsung keluar dari ruangan Kaivan begitu pembicaraan mereka selesai, keduanya juga berpamitan kepada Bianca, saat mereka masuk ke dalam ruangan Kaivan, mereka sempat terkejut melihat Bianca berada di ruangan Kaivan, mungkin karena yang biasanya Della yang ikut Kaivan kerja, kali ini berganti menjadi wanita yang berpenampilan tidak semodis Della.
Setelah kedua orang itu keluar dari dalam ruangan, Bianca bangkit dan menghampiri Kaivan yang masih diam di kursinya.
"Ini sudah jam dua belas lewat lima belas menit, waktunya makan siang, kan?" tanya Bianca yang diangguki Kaivan.
"Di mana biasanya kamu makan siang?" tanya Bianca.
"Nancy biasa membawakannya ke sini," jawab Kaivan jujur, ia tidak perlu berbohong karena itu akan membuat hubungan mereka retak suatu saat nanti, kebohongan kecil dapat menjadi akar permasalahan yang merembet sampai kemana-mana, dan Kaivan tidak mau itu terjadi.
"Jadi di mana biasanya Nancy membelikanmu makanan?" tanya Bianca dengan nada yang biasa saja, tidak marah karena Kaivan kembali menyebut-nyebut nama Nancy, mantan asisten pribadinya.
"Kamu di sini saja, aku sudah mengatakan kepada Gita dan Angga untuk menyiapakan makanan siang untukku," beritahu Kaivan.
Bianca duduk di kursi depan Kaivan, hanya terhalang oleh meja di hadapan mereka.
"Jadi nanti mereka yang akan membawakan ke sini?" tanya Bianca.
"Bukan mereka, tapi bagian office boy yang akan membawakannya,"
Bianca jadi semakin penasaran, sebenarnya Kaivan ini hanya karyawan atau kedudukannya di atas karyawan, kenapa dia sampai memiliki dua sekretaris dan asisten pribadi, bahkan tetap dibutuhkan pada keadaan dia yang tidak bisa melihat.
"Kamu ini sebenarnya siapa? staff biasa tidak mungkin memiliki dua sekretaris bahkan sampai asisten pribadi, kamu juga memiliki ruangan besar yang sangat nyaman, fasilitas ini tidak mungkin dimiliki oleh karyawan biasa di kantor ini," tanya Bianca membuat Kaivan sedikit tersenyum.
Kaivan kira Bianca tahu jika dirinya adalah CEO di kantor tempat ia bekerja, tapi ternyata, Bianca masih belum mengetahuinya walau sudah banyak bukti yang membuktikan jika dia bukan hanya sekedar karyawan biasa.
"Kalau aku bilang aku CEO di sini bagaimana?" tanya Kaivan membuat mata Bianca melotot sempurna.
CEO katanya? memangnya Kaivan sekaya apa sampai memiliki gedung perusahaan yang sangat tinggi ini, padahal dilihat dari apartement yang mereka tempati, Kaivan terlihat seperti seseorang yang tidak terlalu kaya, tapi lihatlah bagaimana kedua bibirnya mengatakan jika dirinya seorang CEO di sini.
"Tapi kenapa penampilanmu tidak terlihat seperti seseorang yang memiliki banyak uang?" tanya Bianca sukses membuat Kaivan sedikit terkekeh.
"Tidak semua orang kaya harus berpenampilan keren dan mencolok Bianca, aku pribadi lebih suka yang biasa saja dan tidak membuat perhatian publik menatap kearahku," jawab Kaivan menjawab rasa penasaran Bianca yang tidak ada habis-habisnya.
"Apartement yang kita tempat ini bahkan tidak terlihat mewah, hanya apartement biasa yang ukurannya tidak terlalu luas," ujar Bianca.
"Apartement itu hadiah terakhir dari kakak perempuanku," jawab Kaivan.
Bianca mengerutkan alisnya heran, kakak perempuan? Apa Kaivan benar memiliki seorang kakak perempuan?
"Hadiah saat aku berumur dua puluh tahun," lanjut Kaivan semakin membuat Bianca keheranan.
Dua puluh tahun? Hadiah terakhir? Itu artinya setelah itu, kakak perempuan Kaivan tidak pernah lagi memberikan hadiah kepada Kaivan? Atau karena mereka memiliki masalah sehingga perjalanan saudara mereka sedikit merenggang? Sungguh ucapan Kaivan malah semakin membuat beban pikirannya menumpuk dan semakin berat.
"Kak Nadine meninggal saat umur dia yang ke dua puluh lima tahun, kami hanya berbeda lima tahun," beritahu Kaivan sedikit membuka cerita lamanya kepada Bianca.
Bianca diam, mecoba mencerna cerita Kaivan, ia tidak menyangka jika Kaivan memiliki seorang kakak perempuan yang sudah meninggal, ingin rasanya ia bertanya sebab kakaknya yang bernama Nadine itu meninggal karena apa? Tapi sepertinya itu tidak sopan dan mungkin malah akan membuka luka lama Kaivan.
"Permisi,"
Seorang laki-laki dengan seragam berwarna putih masuk dan membawakan nampan besar berisi banyak makanan di atasnya, lalu menaruhnya di atas meja panjang yang ada di dekat kaca raksasa alias bersebelahan dengan meja kerja Kaivan.
"Terima kasih," ucap Bianca kepada laki-laki yang mengantarkan makanan itu, laki-laki itu hanya menunduk dan langsung keluar dari dalam ruangan ta pa mengucapkan sepatah kata atau hanya membalas ucapan Bianca.
"Makan dulu, Yuk!" ajak Bianca seraya bangkit dan membantu Kaivan berdiri dan membawanya untuk duduk di sofa untuk makan.
"Saya bisa makan sendiri," ujar Kaivan saat merasakan sebuah sendok menempel di bibirnya.
"Tidak perlu, aku juga ingin seperti Nancy yang menyiapkan makanan untukmu bahkan sesekali menyuapimu," balas Bianca yang berhasil membuat Kaivan menggeleng tidak membenarkan.
"Nancy tidak pernah menyuapiku makan,"
"Tapi dia yang menyiapkan semuanya kan, mengupas buah untukmu, memisahkan tulang dan ikannya," balas Bianca skakmat.
"Kamu tahu?"
Bianca mendengus, pertanyaan bodoh macam apa itu, semua orang juga akan berpikir sepertinya, Kaivan tidak mungkin memisahkan ikan dan tulangnya, pasti akan kesulitan.
"Pertanyaan macam apa yang kamu tanyakan?"
Kaivan diam, sepertinya sekarang apapun tentang Nancy sangat sensitif jika terdengar oleh telinga Bianca, ia harus menghindari topik yang mengarah kepada Nancy.
"Buka mulutmu!" perintah Bianca datar, moodnya tiba-tiba menjadi buruk jika mengingat mungkin selama ini suaminya selalu bergantung kepada wanita bernama Nancy itu, dan itu membuat ia sedikit tidak rela jika mengingatnya.
Kaivan menurut, ia membuka mulutnya, lalu Bianca menyiapkan nasi serta lauk pauknya ke dalam Kaivan, Kaivan mengunyahnya dan menelannya dengan pelan, ia terkejut ketika merasakan rasa pedas mendominasi mulutnya, ingin ia muntahkan tapi tidak ingin membuat Bianca semakin marah kepadanya, jadilah ia menelannya dengan susah payah.
Bianca memperhatikan wajah Kaivan yang aneh, "ada dengan wajahmu?" tanya Bianca merasa keheranan melihat wajah Kaivan yang mengerut juga sedikit pucat, belum lagi keringat yang mengalir dari dahinya dan turun melewati pipinya.
Kaivan diam, Kaivan kira ia akan kuat sampai suapan terakhir habis, tapi ternyata belum sampai lima suapan, ia mulai merasakan reaksi dari tubuh dan perutnya.
Melihat Kaivan yang hanya diam saja, Bianca panik, ia segera menaruh piring di atas meja dan mencoba memegang kedua bahu Kaivan guna menyadarkan Kaivan yang hanya diam saja dengan wajah yang menunduk.
"Kaivan, ada apa?" tanya Bianca semakin panik saat ia merasakan bagaimana tubuh Kaivan semakin bergetar.
"Rumah sakit," lirih Kaivan pelan sebelum ia kehilangan kesadarannya.