"Aku mencintaimu, Hayeon-ah. Mungkin caraku mencintai salah, kacau, dan penuh racun. Tapi itu nyata." Jin Seung Jo.
PERINGATAN PEMBACA:
Cr. pic: Pinterest / X
⚠️ DISCLAIMER:
· KARYA MURNI SAYA SENDIRI. Cerita, karakter, alur, dan dialog adalah hasil kreasi orisinal saya. DILARANG KERAS mengcopy, menjiplak, atau menyalin seluruh maupun sebagian isi cerita tanpa izin.
· GENRE: Dark Romance, Psychological, Tragedy, Supernatural.
· INI BUKAN BXB (Boy Love). Ini adalah BxOC (Boy x Original Female Character).
· Pembaca diharapkan telah dewasa secara mental dan legal.
©isaalyn
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isagoingon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bayangan di Mansion yang Sunyi
Kembali ke mansion, suasana terasa berubah—seolah-olah ruang-ruang megah ini kini dibalut oleh kesunyian yang bukan lagi megah, melainkan hampa dan menyakitkan. Setiap sudut seakan berbisik, mengingatkan pada kenangan yang menusuk seperti pisau tajam...
Seung Jo melangkah menyusuri koridor, matanya tanpa sengaja terfokus pada pintu kamar di mana dia terakhir kali mendorong Hayeon.
Teriakan ketakutan itu—masih terngiang di telinganya, suara tubuhnya jatuh... menggetarkan jiwa.
Dia mengepal tangan, berusaha mengusir bayangan itu, tapi justru semakin jelas—seolah bayangan itu menari di depan matanya.
Saat dia memasuki kamar itu, kekacauan masih menyelimuti. Noda darah kering di lantai dekat tempat tidur—seolah terukir dalam ingatan. Matanya melirik ke meja kecil di sudut, tempat pisau buah itu tergeletak setelah dia melemparkannya. Kini bersih, tapi bekasnya—ah, seakan terpatri di matanya.
"Tuan Seung, mau kami bersihkan kamar ini sepenuhnya?" tanya salah satu pelayan, suaranya lembut, hati-hati.
"Tidak," jawab Seung Jo cepat, suaranya lebih kasar dari yang dia inginkan.
"Tinggalkan."
Mengapa dia ingin mempertahankan kamar ini? Mungkin ini satu-satunya bukti bahwa Hayeon pernah ada di sini. Atau mungkin, ini adalah bentuk hukuman—sebuah pengingat akan apa yang telah dia lakukan.
Dia menutup pintu kamar itu, menguncinya. Tapi mengunci pintu takkan pernah mengunci kenangan.
Malam tiba, dan dia duduk di ruang kerjanya, segelas whiskey di tangan. Tapi alkohol ini—tidak lagi menjadi pelarian. Rasanya seperti air yang membakar tenggorokan, menyisakan kepahitan.
Dia mencoba membaca laporan bisnis, tetapi kata-kata itu bertransformasi menjadi bayangan mata Hayeon—penuh ketakutan, lalu kosong, sebelum tatapan hampa itu menutup matanya untuk selamanya.
Dia melemparkan gelasnya ke perapian.
Kreek!
Suara pecahan itu memecah kesunyian, tapi tidak mengusir siksaan dalam pikirannya.
Dia telah mengakhiri banyak nyawa. Beberapa pantas, beberapa tidak. Namun, tak satu pun yang meninggalkan lubang menganga seperti ini—tak ada yang membuatnya merasakan penyesalan yang begitu dalam dan melumpuhkan.
Dia menatap foto keluarganya—foto yang dulu dia kirimkan untuk menyiksa Hayeon. Kini, foto itu justru menyiksanya. Wajah polos Hayeon kecil, tersenyum bahagia di antara orang tuanya—tak tahu bahwa masa depannya akan hancur oleh pria yang kini memegang fotonya.
Dia menarik laci mejanya, mengeluarkan liontin ular kecil yang pernah dia berikan kepada Hayeon. Simbol kekuasaan, simbol kendali atas hidup dan mati. Kini, liontin itu terasa dingin dan tak bermakna—apa artinya kekuasaan ketika yang tersisa hanyalah kehampaan?
Dia melemparkan liontin itu ke dalam laci, menutupnya dengan keras. Dan ia juga melepas kalung ularnya sendiri dan menyimpannya ke laci.
Bangkit, dia berjalan ke jendela, memandang taman yang gelap. Di sanalah, dia pertama kali melihat Hayeon—gadis kecil dari Jeju dengan mata bulat penuh ketakutan. Kini, ketakutan itu telah sirna, tergantikan oleh kematian. Dan dia, Jin Seung Jo, penyebabnya.
Mansion megah ini, kekuasaan, kekayaan—semuanya tiba-tiba terasa hampa. Dia telah kehilangan sesuatu yang bahkan tak dia sadari nilainya hingga hancur.
Dalam kesunyian malam itu, dengan bayangan Hayeon dan anak yang tak pernah lahir menghantuinya, Jin Seung Jo menyadari satu kebenaran pahit: dendamnya mungkin telah berakhir, tapi hidupnya baru saja dimulai—sebuah hidup yang akan selamanya dihantui oleh penyesalan yang tak berujung.