Tanggal pernikahan sudah ditentukan, namun naas, Narendra menyaksikan calon istrinya meninggal terbunuh oleh seseorang.
Tepat disampingnya duduk seorang gadis bernama Naqeela, karena merasa gadis itu yang sudah menyebabkan calon istrinya meninggal, Narendra memberikan hukuman yang tidak seharusnya Naqeela terima.
"Jeruji besi tidak akan menjadi tempat hukumanmu, tapi hukuman yang akan kamu terima adalah MENIKAH DENGANKU!" Narendra Alexander.
"Kita akhiri hubungan ini!" Naqeela Aurora
Dengan terpaksa Naqeela harus mengakhiri hubungannya dengan sang kekasih demi melindungi keluarganya.
Sayangnya pernikahan mereka tidak bertahan lama, Narendra harus menjadi duda akibat suatu kejadian bahkan sampai mengganti nama depannya.
Kejadian apa yang bisa membuat Narendra mengganti nama? Apa penyebab Narendra menjadi duda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arion Alfattah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1 - Malam Mencekam
Hembusan angin malam menerpa permukaan kulit seorang wanita cantik bernama NAQEELA AURORA, gadis berusia dua puluh dua tahun itu harus pulang malam di saat sift berganti. Keheningan terjadi di sepanjang jalan menuju arah jalan pulang. Tempat yang selalu Naqeela lewati terkesan sepi di malam hari. Bukan tidak ada rumah, melainkan orang-orang sudah lebih dulu tidur. Dia yang bekerja sebagai karyawan minimarket terpaksa harus berganti sift dengan pegawai lainnya dan kini kebagian sift malam.
"Sumpah, malam ini sepi banget. Orang-orang pada kemana, ya? Padahal belum malam banget." Ia berucap sembari menjalankan si merah, motor metik kesayangannya.
Sepanjang malam Naqeela harus melewati jalanan sepi penduduk meski di area perumahan. Namun karena kesibukan banyak orang, perumahan itu terbilang sepi di malam hari. Mungkin saja para penghuninya lebih dulu tidur daripada harus berisik tidak tentu.
Laju motornya terus membelah jalanan, melewati pesawahan, perumahan, satu perkebunan, dua belokan, hingga tanjakan. Jalan yang ia tempuh cukup jauh, sekitar satu jam dari rumah barulah sampai ke tempat kerja. Akan tetapi, demi menghidupi keluarganya dan membantu sang ayah, dia rela bolak balik demi mendapatkan sepeser uang.
Tidak terasa Naqeela sudah melewati setengah jam perjalanan. Namun secara mendadak motor merah kesayangannya tiba-tiba mati. Entah karena kehabisan bensin, entah mogok, apapun itu ia belum tahu penyebabnya.
"Sial! Apes banget malam ini. Sudah tahu ini malam masih saja berhenti di tengah jalan. Ayolah merah, jangan buat gue kesal gara-gara lo mogok." Naqeela menggerutu kesal, dia menepuk motor kesayangannya.
Karena tidak mengerti mesin, ia terpaksa turun. Dia memeriksa keadaan si merah dengan harapan hanya kehabisan bensin saja. Namun ternyata bensinnya masih banyak, akan tetapi kendaraan yang dia tumpangi tak mau berjalan.
"Bensinnya ada, tapi apa yang buat si merah mogok? Masa mesinnya mati total? Ban pun tidak kempes, tapi apa?" Bingung, itu yang Naqeela rasakan saat ini. Sebelumnya belum pernah motor kesayangannya mogok di tengah jalan. Setiap mau berangkat kerja pun selalu dia periksa dengan teliti supaya tidak mogok seperti ini.
Dengan terpaksa ia mendorong motornya mencari bengkel yang buka di malam hari. Sesekali mata indahnya memperhatikan arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Gila, sudah mau jam sebelas malam." Antara takut, bingung, ingin cepat pulang, semuanya ia rasakan. Saking lelah mendorong si merah yang tak kunjung menemukan bengkel, Naqeela terpaksa berhenti istirahat dulu di sekitar jalan tak jauh dari rumah mewah yang ada di sana. Kebetulan berada di belakang dia.
"Huff ... Capek juga." Dalam hatinya terus berdoa demi keselamatan dirinya sendiri. Namun, perhatian Naqeela teralihkan oleh suara teriakan dari dalam rumah yang tidak jauh dari sana.
"Ahk! Tolong!"
Ia terkejut, kepalanya langsung menoleh ke belakang.
"Ada yang minta tolong! Kira-kira apa yang terjadi di dalam sana?" Jiwa kepo dalam diri Aqeela hadir begitu saja. Meski dia merasa takut, tapi rasa penasarannya begitu mendominasi.
"Ampun! Tolooong!" Suara teriakan dari dalam rumah itu kembali terdengar di telinga Naqeela. Entah apa yang terjadi, entah ada maling atau bukan, tapi Naqeela begitu penasaran.
Gadis berwajah cantik perpaduan jawa-sunda itu segera berlari mendekati ruang yang ada di sana. Tanpa memikirkan apapun lagi, Naqeela mencoba masuk ke dalam gerbang yang ternyata sudah tidak terkunci lagi.
"Apa jangan-jangan ada maling masuk ke sana? Pemilik rumah dalam bahaya?" Mata Naqeela mencari benda apa saja untuk dia jadikan senjata melawan orang-orang yang dia sangka maling.
Netra matanya pun menemukan sapu, kemudian dia mengambilnya. Dengan langkah mengendap-endap, Naqeela mencoba masuk ke dalam rumah. Lagi-lagi pintunya tidak terkunci sehingga dia bisa masuk begitu saja. Semakin dekat langkahnya ke dalam rumah, semakin jelas pula dia mendengar teriakkan seorang wanita.
"Pergi kalian! Salah aku apa sampai kalian mau membunuhku, hah? Siapa kalian?" Suara perempuan itu terdengar menggema dan terdengar ketakutan. Jarak rumah mewah ini cukup jauh dari penghuni perumahan lainnya, bisa terbilang berada diantara perkebunan dan juga pemukiman sehingga ketika ada teriakan tidak terdengar ke luar.
"Kamu tidak perlu tahu siapa saya. Cepat habisi dia! Jangan biarkan dia hidup sesuai perintah bos!" Salah seorang dari kedua orang yang berada di sana memerintahkan rekannya menghabisi pemilik rumah.
"Baik, Bos."
"Tidak! Jangan bunuh saya! Pergi!" Perempuan itu menggelengkan kepalanya seraya mundur kebelakang. Wajahnya sudah babak belur, pakaiannya terkoyak, entah apa yang terjadi namun banyak luka di tubuhnya.
Tanpa ampun, pria itu menusuk perut perempuan yang ada di sana.
Baru saja menemukan asal suaranya, Naqeela membelalakkan matanya, dia membekap mulutnya sendiri merasa tidak percaya jika pria itu benar-benar menyakiti perempuan itu. Bahkan cairan merah pun mengucur dari perutnya.
"Akkh!! Siapa kalian?" Naqeela berteriak memukul salah satunya menggunakan sapu yang ia bawa. Dia tidak mungkin membiarkan kekerasan terjadi di depan matanya sendiri.
"Aduh, aduh." Pria yang di sebut bos itu mengaduh kesakitan ketika Inara melayangkan pukulan ke kepalanya.
"Brengsek! Ada orang, Bos."
"Kabur! Cepat kabur dari sini sebelum banyak orang datang!" Tanpa memikirkan apapun lagi, keduanya membiarkan pemilik rumah tergeletak di lantai dengan darah berhamburan. Mereka juga meninggalkan Naqeela seorang diri bersama target korban yang mereka incar.
"Ya Tuhan! Dia terluka parah, apa yang harus aku lakukan?" Naqeela kebingungan, dia berdiri di dekat perempuan itu dengan raut wajah panik dan juga khawatir.
"To-tolong," lirihnya menahan sakit di perut seraya memegang benda yang menancap di perutnya. Nafasnya tersengal-sengal, perasaannya tidak karuan, penglihatannya mulai buram dan tidak bisa lagi menahan sakit di perutnya.
"A-aku harus apa?" Naqeela kebingungan, dia mendadak bodoh kala darah semakin deras mengalir membasahi lantai. Bukannya menghubungi warga atau polisi, Inara justru diam seraya menggigit jati kukunya.
"Ca-cabut i-ini!" Pinta perempuan itu pada Naqeela
"Apa! Mencabutnya? Ini pasti menyakiti kamu." Meski kaget, Naqeela duduk di dekat perempuan itu.
"To-tolong ca ..." Namun belum juga selesai bicara, perempuan itu sudah lemah tak sadarkan diri.
Naqeela bertambah panik, dia menggerakkan pundak wanita yang tidak dia kenali. "Hei, bangun! Kamu tidak boleh mati dulu, hei! Ini gimana? Aku harus apa? Aku takut, hei!"
Dengan tangan gemetar, Naqeela mencoba memegang tangan perempuan yang terbaring lemah di hadapannya. Dia memegang denyut nadi di pergelangan tangan sang wanita itu.
Matanya kembali terbelalak, "tidak mungkin dia mati. Ya Tuhan denyut nadinya tidak ada." Untuk memastikan lagi, Naqeela memeriksa nafasnya dari hidung, "dia tidak bernafas."
Di tengah kepanikannya, tanpa di duga ada orang memergoki dirinya.
"Apa yang kamu lakukan?" Pekikan seseorang membuat Naqeela terkejut. Gadis manis itu menoleh ke asal suara. Dia terbelalak di saat ada beberapa orang berada di dekat pintu.
"A-aku .. Aku tidak ..."