Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. -
"Umur kamu 16 tahun Lea. Kamu udah besar dan kamu juga udah tau alasannya apa sejak kamu kecil, sejak kamu di pindahkan di sana. Apa hal kayak gitu harus di jelasin berulang kali?" tanya Ervan lagi, suaranya lembut dan tenang, tapi juga tegas.
"Kejadian itu udah lama. 12 tahun lalu. Nyawa Lea nggak akan terancam lagi sekarang," sahut Azalea.
"Segampang itu mulut kamu berbicara? Apa bisa menjamin nyawa mu baik-baik saja tanpa terancam musuh?" Marcelline menatap tajam adiknya itu.
"Bisa," kata Azalea mengangguk yakin dan tegas tanpa keraguan. "Karena Azalea Andersn Hart sudah lama mati, Kak. Itu beritanya," lanjutnya.
"Kamu aja tidak memiliki nama samaran, Lea! Hanya karena nama panggilan yang berbeda dan tidak mengikutsertakan marga, bukan berarti kamu aman! Itu tidak bisa kamu jadikan sebagai jaminan! Bisakah kamu berpikir dengan otak mu itu?"
"Kamu bisa bicara dengan tenang tanpa harus naik satu oktaf, Cel," tegur Ervan lembut.
"Kakak cuma bisa lembut sama Bang Azri, selebihnya enggak. Dan itu kenyataannya," ujar Azalea seolah menyindir.
"Kenapa kamu terus memojokkan Abang kamu sendiri?" tanya Marcelline semakin di buat darah tinggi oleh adiknya sendiri.
"Pada intinya.. Lea nggak akan pernah mau balik ke Swiss. Rumah Lea yang sebenarnya ada di sini, bukan di negara asing. Lea...."
"Aku tidak peduli apa keinginan mu, Lea. Swiss sudah menjadi rumah untuk mu. Terima itu dengan iya, karena kamu tidak di berikan untuk memilih!" tegas Marcelline memotong.
"Apa ini jadi sebuah kesalahan untuk Kakak? Lea cuma mau ada di negara ini, bahkan Lea nggak nuntut untuk pulang ke rumah, kan? Kenapa tetap jadi masalah?" tanya Azalea lirih.
"Bahkan saat kamu punya pikiran untuk kembali ke sini, itu sudah menjadi sebuah kesalahan besar, Azalea. Jadi kamu harus menurut, kembali ke Swiss demi keamanan semuanya!"
"Lea nggak mau!"
Ervan menggenggam tangan Marcelline agar gadis itu tidak lepas kendali lagi. Lalu ia menatap Azalea.
"Dek...."
"Lea lahir di sini, Bang, bukan di Swiss. Lea sempat di besarkan di sini, sebelum di Swiss. Dan kembali tinggal di sini bukan lah kesalahan fatal. Lea cuma mau ada di sini, bukan di Swiss. Harusnya ini nggak perlu di permasalahkan."
"TETAP MENJADI MASALAH KARENA HADIRNYA KAMU KEMBALI ITU MEMBUAT ABANG MU AZRI, JATUH CINTA SAMA KAMU YANG ADALAH ADEKNYA SENDIRI, AZALEA!" bentak Marcelline berdiri dan akan mencekik leher Azalea kalau bukan karena Ervan yang menariknya menjauh.
Kekejaman yang Marcelline miliki terkadang tidak memandang apa status hubungan mereka.
"Kakak nggak perlu khawatir untuk itu, Lea nggak akan pernah tertarik sama saudara sendiri. Jadi biarin Lea tetap di sini," sahut Azalea tegas penuh keyakinan.
Marcelline semakin geram. "Hadirnya kamu yang akan selalu bertemu di sekolah, itu akan semakin membuat cintanya besar, Lea! Dan hubungan kalian nggak akan bisa Kakak terima karena kalian adalah saudara!"
"Itu nggak akan terjadi, Kak. Hubungan di antara Lea dan Bang Azri akan selalu murni sebagai saudara. Bukan pasangan. Karena sebenarnya Lea sendiri udah punya pacar, hati Lea udah memilih jauh sebelum Lea pilih buat pulang."
Semuanya terkejut. Tidak percaya akan pernyataan jujur Azalea yang mengungkapkan telah memiliki seorang kekasih.
"Pacar?" Azri bertanya pelan, tidak percaya tapi mata Azalea tidak berbohong.
Azalea mengangguk tegas. "Iya. Jadi lebih baik Abang bunuh perasaan itu, karena Lea udah punya pacar."
"Siapa?"
Dengan langkah tegas penuh keyakinan, Azalea berjalan dan langsung merangkul lengan besar milik Delano. Keduanya saling bertatapan dan Azalea memberikan senyuman lebarnya pada sang kekasih. Delano.