Bagi Hasan, mencintai harus memiliki. Walaupun harus menentang orang tua dan kehilangan hak waris sebagai pemimpin santri, akan dia lakukan demi mendapatkan cinta Luna.
Spin of sweet revenge
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MJW 22 Ugal ugalannya Hasan
Wajah Luna langsung memanas. Sementara suster Tika memegang dadanya.
Seandainya kata kata itu buat aku, jeritnya dalam hati.
Suster Tika melihat wajah malaikat penjaga surganya yang tetap tenang dan beralih pada wajah merona dokternya. Dia mulai tau diri.
"Dokter, saya pergi dulu, ya. Saya tunggu di depan ruang pasien yang udah janjian sama dokter. Tenang, dokter. Ngga usah buru buru," celotehnya panjang lebar sebelum beranjak pergi. Tapi tetap saja sebelum pergi dia mengangguk kecil dan tersenyum sangat manis pada Hasan.
Luna tersadar. Telanjur susternya keburu meninggalkan ruangannya.
Siap siap aja, nih, digosipin lagi sama suster suster lain, batinnya sambil menghembuskan nafas berat.
Luna spontan berdiri, dia makin ngga tenang. Jantungnya juga saat ini sepertinya akan berlompatan, mau terbang ke tempat Hasan kayaknya.
"Masih ada kerja lagi?" Hasan juga ikut bangkit sambil mengenakan jas yang tadi dia sampirkan di bahunya .
Luna meliriknya. Hatinya bertambah ngga karuan. Ngga tau kenapa Hasan makin tampan saja. Matanya melihat ujung lengan kemeja Hasan yang tadi dilipat untuk ditensi, ternyata belum dikancing.
"Ya, ada pasien yang baru selesai operasi, mau dicek dulu kondisinya." Luna meraih lengan itu dan mengancinginya biar rapi.
Hal itu malah membuat gantian Hasan yang ngefreeze. Dia menatap gadis itu hingga Luna tersadar setelah selesai melakukannya.
"Maaf, bukan muhrim, ya," sindir Luna.
"Belum. Sebentar lagi," jawab Hasan tetap kalem
Pipi Luna merona lagi. Untuk mengusir kegugupannya, Luna meraih tasnya dan berjalan lebih dulu dari Hasan.
Laki laki itu melipat bibirnya sesaat sebelum tersenyum tipis. Dia mengikuti Luna dan menjejeri langkahnya di sampingnya.
"Setelah ini sudah bisa pulang?"
"Iya. Memangnya kenapa?"
"Kita dinner lagi, ya."
Luna mau menolak tapi lambungnya berkhianat.
Hasan tersenyum dan dia suka melihat wajah jutek itu merona.
"Kamu tunggu di pakiran aja. Nanti aku ke sana," usir Luna. Rasa saltingnya bertambah tambah saja. Bagaimana dia memeriksa pasien dengan perasaan gugup begini.
"Ngga apa, aku temani."
"Tapi nanti tunggu di luar saja." Luna tetap berusaha ketus.
"Oke."
Luna menghela nafas. Heran kenapa Hasan ngga ilfeel ilfeel dengannya. Udah diketusin, gaya makannya pun sudah dia buat ngga feminim. Harus apa lagi, ya?.
"Dapat salam dari umi, adikku, abi, dan para santri. Makanannya enak kata mereka."
Hati Luma berdesir senang.
"Ooh..."
Kan, kamu yang bayar, batin Luna.
"Level pedas kamu cocok di lidah umi," puji Hasan sesuai perkataan uminya.
Ada yang mengembang di dalam hati Luna.
Umi Hasan suka? Padahal dia sempat cemas setelah Hasan pulang. Lupa menanyakan keluarga dan santri di pondok Hasan suka pedas atau tidak.
"Kasian umi, karena abi, aku dan Faris adikku ngga suka pedas. Umi ketemu lawan yang pas, nih. Sama sama suka pedas level wow," kekeh Hasan mengingat ekspresi senang uminya.
Jantung Luna berdebar keras dan bertambah cepat. Selain senang dengan yang dikatakan Hasan, dia juga terkesima melihat tawa Hasan. Laki laki berwajah teduh itu tertawa berderai derai di depannya. Kalo sedang begini, Luna setuju dengan julukan malaikat penjaga pintu surga yang disematkan suster Tika untuknya.
Tatapan mereka bertemu, Luna yakin pipinya pasti lebih merah dari tadi karena ada hawa yang lebih panas yang membakarnya.
Luna mengalihkan tatapnya. Dia benar benar grogi sampai lututnya mulai terasa lemah.
"Apa yang kamu katakan dengan papi?" tanya Luna mengalihkan tatapnya setelah tawa Hasan reda.
Banyak tenaga medis yang bertemu dengan mereka, dan melihat Luna dengan pandangan kepo sambil tersenyum senyum.
Luna jadi kesal di tengah saltingnya yang amat sangat. Pasti para tenaga medis itu semakin meyakini gosip kalo dia selalu diapelin pacarnya yang disebarkan suster Tika.
"Aku bilang mau serius dengan anaknya," jawab Hasan masih kalem. Dia sudah lebih yakin melangkah sekarang karena abi dan uminya sudah merestui keinginannya. Hanya tinggal kakek dan neneknya saja yang akan diyakinkan oleh orang tuanya.
Langkah Luna langsung terhenti, begitu juga Hasan. Tempat mereka berada tidak terlalu dilewati banyak orang. Kini mereka berdiri berhadapan.
"Kenapa?" tanya Hasan saat melihat kepanikan di wajah Luna.
"Kamu ini, ngomong suka asal. Kalo papi percaya bakalan susah."
Hasan melengkungkan sudut bibirnya lebih lebar lagi.
"Malah bagus, kan. Aku memang serius dengan kamu." Hasan berdiri santai dengan kedua tangan berada di saku celananya, di tengah kepanikan Luna.
"Aku, kan, udah bilang, ngga bisa. Kamu juga udah punya tunangan, kan," keluh Luna dengan nada frustasi.
Mengapa dia belum mau mengerti juga.
"Apa yang bikin kamu ngga bisa? Lagi pula aku sudah pernah bilang, kalo aku single, sama seperti kamu," ucap Hasan sabar untuk kesekian kalinya dengan penolakan dari Luna.
"Kalo kamu single, kenapa gadis itu ngotot? Dia beberapa lagi mengatakan kalo kamu calon suaminya," ketus Luna.
"Itu hanya salah paham. Orang tuaku sudah tau yang aku mau itu hanya kamu."
Luna tercengang mendengarnya. Laki laki itu, Hasan mengatakannya dengan sangat tenang. Tatap teduhnya berubah serius.
"Kamu....?" Luna benar benar speechless. Tidak bisa berkata apa apa lagi. Kerongkongannya benar benar kering.
"Menikahlah denganku, Luna Kanina Aku ngga akan memintamu merubah apa pun. Kalo kamu ngga siap aku jadi pimpinan pondok, aku akan mengundurkan diri. Bagjku menikah denganmu adalah tujuan akhir hidupku."
Sepi. Hening. Kebetulan sekali tidak ada orang yang lewat. Ucapan Hasan terdengar sangat jelas dan begitu tulus, menampar nampar hati Luna.
Luna termangu. Sebenarnya apa yang sudah dia lakukan pada Hasan hingga laki laki ini sebegitu inginnya menikahinya. Bahkan berniat mengundurkan diri sebagai kandidat pemimpin pondok, padahal dia berpotensi sekali.
"Hasan....." Lidah Luna kelu. Dia bingung harus menjawab apa. Dia masih takut untuk menyeberang, walau hatinya ingin.
Hasan tersenyum maklum.
"Setelah semua urusanku di pondok selesai, aku akan melamar kamu."
DEG DEG
Luna menggeleng. Laki laki ini kenapa tidak memberinya kesempatan untuk berpikir.
Luna, kamu mau berpikir sampai berapa tahun lagi? Ngga cukup delapan tahun yang sudah kamu lewati? batinnya memprotes.
"Kata kamu mau periksa pasien?"
Oh iya, Luna baru tersadar. Hasan tersenyum. Rona merah di pipi gadis itu masih ada. Membuat Hasan semakin ingin cepat cepat menghalalkannya.
"Kalo kamu sudah siap, aku akan mengenalkanmu dengan umi."
Ingin sekali Luna berlari meninggalkan Hasan. Tapi kedua kakinya teras berat. Langkahnya kini juga sangat pelan dengan Hasan di sampingnya. Luna juga tidak bisa membantah lagi.
Apa lagi yang memberatkannya? Tidak ada. Hasan sudah memudahkan jalannya untuk bersama laki laki itu.
jujur aku penasaran kenapa hasan menolak laila??
ataukah dulu kasus luna dilabrak laila,, hasan tau??
udah ditolak hasan kok malahan mendukung tindakan laila??
Laila nya aja yg gak tahu diri, 2x ditolak msh aja ngejar²😡