NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:478
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Akhirnya Dante Bercinta Untuk Pertama Kalinya!!!

Aku tau dari suara statis radionya. Saking keasyikan mencoba hal baru sampai nyaris tidak mendengarnya. Aku sedang membedah perut dengan ujung pisau dan bisa merasakan sensasi yang aku cari menjalari tulang belakang sampai ke kaki, membuat aku tidak ingin berhenti.

Tapi radio itu...

Ini jauh lebih buruk dari sekedar satpam datang. Kalau dia sampai minta bantuan atau memblokir jalan, bakal sulit menjelaskan tindakanku sekarang.

Kulihat Jonathan. Sudah hampir tewas, sementara aku belum juga puas. Yang kucari belum ketemu.

Tinggal aku sendiri bersama mayat pemerkosa bocah yang belum selesai kugarap, berantakan dan tidak puas. Plus seorang satpam yang sebentar lagi akan ikut bergabung.

Malu rasanya mengakui bahwa aku sempat menimbang cukup lama untuk membunuh si satpam dan melanjutkan kerja. Pasti mudah kalau mau. Bisa jadi punya materi baru buat mengulang dari awal.

Tapi tidak. Satpam itu tidak bersalah. Tidak boleh ku sentuh sembarangan.

Menyebalkan. Aku terpaksa harus segera pergi.  Jonathan yang belum tuntas bisa di urus lain kali.

Kupandangi serangga kecil kotor di atas meja itu dengan jijik. Mulutnya luber oleh ludah dan darah sekaligus. Darah tidak henti keluar dari mulut.

Sesaat aku gelap mata, menebas leher Jonathan. Aku langsung menyesal. Dengan segenap perasaan kotor dan tidak puas aku kabur menuju tangga.

Aku muncul di lantai dua, langsung menyelinap ke jendela berlapis kaca. Di bawah sana tampak mobil si penjaga, dalam posisi ke arah Old River Road.

Ini berarti dia datang dari arah lain dan belum melihat mobilku. Si penjaga berdiri di sisi mobilnya, menatap ke gedung bagian atas. Bukan ke arahku.

Apa yang dia dengar sampai mengecek kemari? Sekedar menjalani jalur patroli? Kuharap begitu.

Si satpam muda dengan kening berkerut menyapu pandangan ke bagian depan gedung. Aku merunduk. Mengintip lagi beberapa saat kemudian, ujung kepalanya bergerak mendekat. Dia hendak masuk.

Saat langkah kakinya terdengar di tangga, aku menyelinap keluar lewat jendela, menggelantung sebentar antara lantai dua dan satu, bermodal cengkeraman jari di ambang jendela,  lalu melompat turun.

Jatuhnya buruk. Satu pergelangan kaki keseleo menimpa batu dan lutut lecet. Terpincang-pincang aku bergegas sembunyi dan menuju mobil.

Jantungku berdebar kencang saat akhirnya duduk di jok depan. Kutengok ke belakang, tidak ada tanda-tanda si satpam. Kunyalakan mesin, berkendara secepatnya menuju Old River Road dengan lampu tidak dinyalakan, terus ke South Shadowfall City lewat jalan memutar.

Jantung masih berdebar keras sampai ke telinga. Bodoh sekali resiko yang aku ambil. Belum pernah seumur-umur bertingkah begitu impulsif, apa lagi tanpa perencanaan matang.

Malam ini aku beruntung tidak tertangkap. Nyaris. Sangat Nyaris. Bodoh! Bodoh!

Kalau saja aku tidak mendengar suara radionya, aku bakal terpaksa membunuh si satpam. Membunuh orang tidak bersalah! Berantakan dan sangat tidak menyenangkan juga.

Saat ini aku masih belum aman. Ada kemungkinan si satpam telah mencatat nomor mobilku saat berpatroli.

Aku menghela napas panjang, menatap kedua tangan di setir. Lain kali tidak akan seperti ini lagi. Aku tidak akan mengulang kebodohan dengan tindakan impulsif.

Sekarang harus pulang dan mandi. Yang lama. Setelah itu...

Astaga! Aku baru ingat sudah janji untuk bertemu Abigail. Kira-kira apa maunya? Benak wanita itu sungguh sukar di tebak.

Saat ini seluruh syarafku sedang tegang dan frustasi. Tidak peduli Abigail mau menjerit bagaimana. Yang menjengkelkan adalah saat dipaksa mendengar, padahal banyak hal lain yang ingin dan harus dipikirkan.

Terutama mengenai kejadian barusan, apa yang mestinya aku lakukan terhadap almarhum Jonathan tapi tidak sempat.

Begitu banyak beban pikiran, kenapa juga aku butuh Abigail sekarang?

Tapi aku pasti berangkat. Lumayan buat dijadikan alibi soal petualangan kecilku dengan almarhum Jonathan.

Abigail memintaku datang kerumahnya untuk melampiaskan kekesalan soal kesalahan tempo hari, lengkap dengan luapan emosi. Itu sebabnya kehadiranku dibutuhkan.

Tapi sebelum itu, aku harus membersihkan diri dulu. Kuputar mobil ke arah Crystal Residence, parkir di ujung jembatan.

Ada aliran air Lumayan besar mengalir di bawah. Kuambil beberapa batu koral besar dari bawah pohon, kumasukkan dalam tas jinjing berisi gulungan plastik, sarung tangan karet dan pisau, lalu aku buang.

Aku mampir sebentar di sebuah taman gelap dekat rumah Abigail untuk membasuh muka dan badan dengan hati-hati. Harus tampil rapi dan segar.

Tapi saudara-saudara, bayangkan kekagetanku saat kupencet bel pintu rumahnya beberapa menit kemudian. Abigail membuka pintu amat perlahan dan hati-hati, setengah bersembunyi di baliknya.

Seperti orang ketakutan menanti monster di balik pintu. Dan karena monsternya aku, hal itu wajar saja.

"Dante? Aku pikir kamu tidak akan datang." Ujarnya lembut.

"Tapi aku datang, kan," jawabku.

Dia tidak menjawab cukup lama sampai terasa aneh. Akhirnya pintu dibuka sedikit lebih lebar sambil berkata, "Kamu... mau masuk? Mau ya?"

Kalau suara gugupnya saja sudah bikin kaget, bayangkan reaksiku saat melihat pakaiannya, saking sedikit dan tipisnya bahan yang dipakai untuk menutup tubuh. Apa pun namanya, yang jelas ini dialamatkan untukku.

"Tolong?" Dia mengulang memelas.

Aku jadi bingung dua kali lipat sekarang. Untuk apa sebenarnya aku di sini? Pengalaman tidak memuaskan bersama pesuruh sekolah masih menggenangi pikiran.

Renungan sekilas akan situasi, memetakan fakta bahwa aku sedang terombang-ambing antara Nadia dan si seniman gelap.

Sekarang aku diharapkan untuk bertingkah manusiawi seperti, apa? Tidak mungkin Abigail ingin ber... bukannya dia sedang marah padaku? Ada apa sebenarnya? Kenapa harus terjadi padaku?

"Anak-anak sudah aku titipkan ke tetangga," ujar Abigail sambil menutup pintu.

Aku masuk.

Kejadian berikut bisa kujabarkan dengan banyak cara kalau mau, tapi tidak ada yang tepat.

Abigail mendekat ke sofa. Aku ikut. Dia duduk. Aku juga. Dia tampak begitu tidak nyaman, seperti menunggu sesuatu. Dan karena tidak yakin apa itu, aku malah terbayang pekerjaan yang belum selesai dengan Jonathan.

Sejenak melamun, aku baru sadar bahwa Abigail diam-diam menangis. Kutatap dirinya, mencoba menekan bayangan menguliti dan mengeringkan darah Jonathan.

Aku sungguh tidak paham kenapa dia menangis, tapi karena sudah berlatih lama dan keras bagaimana mengimitasi interaksi antar manusia, aku tau bahwa setidaknya harus berusaha menghibur. Aku melingkarkan tangan ke pundak Abigail.

"Sudahlah sayang, shh, shh..." Begitu kubilang.

Dan hasilnya efektif. Abigail meraung ambruk, meletakkan wajah di dadaku. Kukencangkan pelukan, membuat aku bengong lagi memelototi tangan sendiri.

Tidak sampai sejam lalu tangan yang sama ini memegang pisau daging, menyayat seorang pesuruh sekolah. Kilasan yang bikin pusing.

Aku tidak tau bagaimana kejadiannya, tapi terjadilah hal itu. Sesaat kemudian... Abigail menatapku. Beberapa saat kemudian...

Ya, sampai sekarang aku masih tidak percaya. Berlangsung di sofa itu juga.

Bagaimana mungkin ini terjadi?

Saat naik ranjang di apartemen, badanku serasa rontok semua. Gerakan naik turun sepanjang malam tadi, tekanan begitu banyak pengalaman baru bersama Abigail, sungguh menguras energi.

Seluruh cadangan adrenalinku sebulan ini habis dalam satu malam. Ku tinggalkan dia terlelap di sofa dengan wajah lebih bahagia. Tapi aku tetap kebingungan.

Begitu kepala menyentuh bantal, aku langsung tidur.

Beberapa saat kemudian...

Aku terbangun.

Pusing menghantam kepala. Aku bermimpi aneh.

Aku duduk di tepi ranjang. Kenapa aku sebenarnya?

Mimpi kali ini beda. Terakhir kali begini, aku yakin bakal ada pembunuhan, bahkan tau di mana. Tapi kali ini...

Aku mendesah capek. Melangkah terhuyung ke dapur mencari air.

Kenapa aku bermimpi? Apa karena tegang oleh petualangan kemarin malam? Beberapa kilasan gambarnya begitu jelas : Jonathan dan Victor, dan satu lagi, wajah lelaki yang tidak begitu jelas, memegang pisau.

Apa maksud semua itu? Sebuah lakon psikologi klasik sialan! Menyebalkan!

Bagaimana caranya memecahkan misteri sebelum karier Nadia hancur? Bagaimana caraku mengatasi Sofia yang menyukaiku? Dan demi Tuhan, kalau benar Tuhan ada, kenapa Abigail tega melakukan ITU padaku?

Terlalu banyak untuk kutanggung sekaligus. Ada aspirin dekat kulkas. Aku menelan tiga butir sambil bersandar di meja dapur. Rasanya tidak enak.

Aku tidak pernah suka obat apa pun. Aku meminumnya hanya demi fungsinya terhadap penyakit.

Terlebih setelah Victor meninggal.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!