NovelToon NovelToon
BAYANGAN DALAM MELODY

BAYANGAN DALAM MELODY

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / BTS / Persahabatan
Popularitas:720
Nilai: 5
Nama Author: JM. adhisty

"Persahabatan adalah ikatan yang tak terpisahkan, hingga cinta datang dan menjadikannya sebuah pilihan."

Kisah ini berputar di sekitar dinamika yang rapuh antara dua sahabat karib yang datang dari kutub kehidupan yang berbeda.

Gabriella, gadis kaya raya dengan senyum semanis madu, hidup dalam istana marmer dan kemewahan yang tak terbatas. Namun, di balik sampul kehidupannya yang sempurna, ia mendambakan seseorang yang mencintainya tulus, bukan karena hartanya.

Aluna, gadis tangguh dengan semangat baja. Ia tumbuh di tengah keterbatasan, berjuang keras membiayai kuliahnya dengan bekerja serabutan. Aluna melihat dunia dengan kejujuran yang polos.

Persahabatan antara Gabriella dan Aluna adalah keajaiban yang tak terduga
Namun, ketika cinta datang mengubah segalanya
Tanpa disadari, kedua hati sahabat ini jatuh pada pandangan yang sama.

Kisah ini adalah drama emosional tentang kelas sosial, pengorbanan, dan keputusan terberat di antara cinta pertama dan ikatan persahabatan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon JM. adhisty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

APRESIASI DAN KEAKRABAN

Ruang kuliah Kewirausahaan.

Dosen telah memulai materi, dan kelas berada di tengah-tengah diskusi tentang inovasi model bisnis.

Suasana hening saat Dosen menutup penjelasannya tentang studi kasus terbaru. Ia kemudian melirik sekeliling ruangan.

Dosen: "Baiklah, sebelum kita lanjut ke bab berikutnya, saya ingin melihat apakah ada yang benar-benar menangkap inti dari semua yang kita bahas hari ini. Siapa yang bisa menjelaskan kembali, dengan ringkas dan jelas, apa poin terpenting yang kalian dapatkan hari ini?"

Beberapa mahasiswa terlihat ragu, tetapi Kevin dengan cepat mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Dosen: "Ya, Kevin. Silakan."

Semua orang, termasuk Aluna dan Gabriella, menoleh ke Kevin. Mereka menduga Kevin akan memberikan jawaban yang cerdas namun sedikit sinis, seperti biasa.

Namun, alih-alih berbicara, Kevin malah menunjuk ke arah Aluna yang duduk di barisan depan.

Kevin: "Maaf, Pak. Saya ingin mendelegasikan hak bicara saya. Menurut saya, yang paling pantas menjelaskan inti materi ini adalah Aluna. Karena, sejujurnya, catatannya jauh lebih rapi dan jelas daripada milik saya."

Aluna terkejut. Ia tidak menduga Kevin akan melakukan hal itu. Itu bisa saja jebakan, tetapi di sisi lain, itu adalah pengakuan terbuka atas kecerdasannya. Ia merasakan adrenalin mengalir di nadinya.

"Aluna? Silakan maju ke depan. Kami ingin mendengarkan perspektifmu," kata Dosen, tertarik.

Mau tidak mau, Aluna merapikan jaket denimnya dan melangkah maju ke depan kelas. Ia mengambil napas dalam-dalam, mengambil spidol, dan berjalan ke papan tulis.

Dengan suara yang awalnya sedikit gugup, Aluna mulai berbicara. Ia tidak hanya mengulang kata-kata Dosen, tetapi ia menyusun poin-poinnya dengan alur yang logis dan memberikan analogi sederhana yang langsung dapat dipahami oleh semua orang.

"Intinya," jelas Aluna, menuliskan Inovasi Model Bisnis dengan rapi. "Bukan seberapa besar modal kita, tetapi seberapa unik solusi yang kita tawarkan pada masalah yang dihadapi. Kita harus fokus pada nilai, bukan hanya harga."

Penjelasan Aluna begitu memukau dan mudah dicerna, sehingga seluruh kelas, termasuk Dosen, mendengarkan dengan serius. Axel mengangguk bangga, Gabriella tersenyum lebar, dan bahkan Jhonatan terlihat puas dengan representasi Aluna.

Yoga duduk di sudut, bersandar di kursinya. Sepanjang presentasi Aluna, matanya tidak pernah lepas dari gadis itu. Ia melihat bagaimana Aluna, dengan pakaian sederhananya, berdiri di depan kelas yang dipenuhi mahasiswa kaya dan mendominasi perhatian mereka hanya dengan kecerdasannya.

Yoga ingat Aluna yang menangis di lorong kafe semalam, yang merasa malu dengan pekerjaannya. Kini, di sini, Aluna berdiri tegak dan dihormati.

Di dalam hati Yoga, rasa hormat yang ia rasakan meledak. Ia bangga, bangga pada ketangguhan Aluna. Tanpa sadar, sudut bibir Yoga sedikit terangkat—sebuah senyum yang sangat samar, nyaris tak terlihat, hanya berupa sedikit perubahan di wajahnya yang beku.

Itu adalah senyum yang hanya bisa dilihat oleh dirinya sendiri, sebuah konfirmasi sunyi bahwa gadis ini, Aluna, sangat berharga untuk dilindungi.

Ketika Aluna selesai dan kembali ke kursinya, seluruh kelas bertepuk tangan, dan Dosen memberinya nilai sempurna. Aluna kembali duduk, hatinya berdebar kencang. Ia tidak menyadari bahwa ia baru saja membuat Yoga melanggar batas emosionalnya, meskipun hanya sebentar.

Kecerdasan Aluna kini diakui secara publik. Namun, pengakuan ini justru menjadikan sebuah pemicu kecemburuan Alexa

.....

Koridor SMA Sinar Abadi. Saat istirahat, koridor dipenuhi kerumunan siswa.

Ariana tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Sejak semalam, setelah menerima pesan konfirmasi dari Justin, suasana hatinya melonjak tinggi. Justin akhirnya setuju, dan itu berarti ia mendapatkan live music yang tulus untuk pestanya.

Dengan langkah riang, Ariana mencari Justin. Ia menemukannya duduk sendirian di bangku taman sekolah, terpencil dari keramaian, sibuk membaca buku.

"Justin!" sapa Ariana, suaranya dipenuhi kegembiraan.

Justin menutup bukunya. Ia tahu Ariana pasti datang untuk memastikannya. Ia sudah membuat keputusan, dan ia harus menghadapinya.

Justin: "Hai, Ariana. Ada apa?"

Ariana duduk di sebelahnya, matanya berbinar. "Aku hanya ingin memastikan lagi. Pesanmu semalam... apakah itu benar? Kamu benar-benar setuju untuk tampil di ulang tahunku?"

Justin mengangguk, sorot matanya serius. Ia tidak menunjukkan antusiasme, tetapi ada ketegasan dalam ucapannya.

"Ya, aku setuju. Aku akan tampil."

Ariana nyaris berteriak kegirangan. "Ya Tuhan, Justin! Terima kasih banyak! Aku senang sekali! Kak Axel dan teman-temannya sudah menyiapkan sound system terbaik untukmu. Dan tentang bayarannya—"

Justin Memotong dengan cepat, nadanya tegas "Tolong jangan bicarakan soal bayaran di sini, Ariana. Cukup pastikan aku mendapatkannya. Dan aku hanya punya satu syarat."

Ariana mengerutkan kening. "Syarat apa?"

"Aku tidak ingin ada publisitas. Aku akan datang, aku akan bernyanyi, dan aku akan pulang. Aku tidak ingin diwawancarai, aku tidak ingin difoto, dan aku tidak ingin diumumkan sebagai 'musisi hebat' dari SMA Sinar Abadi. Aku hanya melakukan ini sebagai pekerjaan."

Justin membuat batasan yang jelas, berusaha menjaga sisa harga dirinya. Ia tidak ingin ketenaran, ia hanya ingin uang untuk membantu Aluna.

Ariana mengangguk, menghormati permintaan Justin. "Aku mengerti, Justin. Kerahasiaan dijamin. Ini adalah pesta yang intim. Jadi, kita ketemu hari Sabtu malam. Aku akan kirimkan detail alamatnya padamu. Tapi bersiaplah, tempatnya sangat keren."

"Aku akan bersiap," balas Justin, meskipun ia tidak bertanya tentang tempatnya. Yang penting baginya hanyalah jumlah uang dan fakta bahwa ia akan pulang sebelum Aluna.

Ariana berdiri, kebahagiaannya terpancar jelas. "Aku harus pergi, tapi terima kasih lagi, Justin. Sampai jumpa hari Sabtu!"

Justin mengangguk, lalu membuka kembali bukunya. Meskipun ia mendapatkan uang untuk membantu Aluna, rasa cemas mulai menghantuinya: Apakah ia benar-benar bisa merahasiakan semua ini dari kakaknya? Keputusannya ini terasa seperti pisau bermata dua.

Ariana kini merasa yakin, sementara Justin harus berjuang mengatur waktu dan menjaga rahasianya dari Aluna.

*

Big five, Gaby dan Aluna berada di Area parkir kampus, setelah kelas berakhir.

Aluna sedang memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, bersiap untuk pergi ke halte bus. Ia merasa lega hari ini berjalan lancar—ia berhasil menghadapi Yoga dan mendapatkan pujian di kelas.

Tiba-tiba, Gabriella sudah berdiri di sebelahnya, tangannya bersedekap, wajahnya penuh tekad. Axel, Jhonatan, Kevin, Jay, dan Yoga sudah menunggu di dekat mobil dan motor mereka.

Gabriella: "Tidak ada bus hari ini, Aluna."

Aluna Bingung "Kenapa? Tentu saja ada."

"Karena kamu akan ikut dengan kami. Titik." Gabriella menyambar lengan Aluna. "Besok adalah hari Sabtu, kamu tidak bisa datang ke pesta Ariana, jadi malam ini adalah kompensasi kami. Kita akan ke Markas, main game, dan aku akan memaksa Axel membelikan kita kopi terbaik."

Aluna Ragu "Gaby, aku tidak enak. Aku harus..."

Aluna hampir saja menyebutkan bahwa ia harus memeriksa Justin —tetapi ia segera mengganti kata-katanya. "Aku harus mengerjakan beberapa tugas dan memastikan semuanya beres di kontrakan."

Gabriella berdecak lalu sedikit memaksa, tetapi tulus "Tidak ada alasan lagi, Aluna! Kami sudah membiarkanmu menolak undangan ulang tahun adik Axel. Kami butuh waktu denganmu. Apalagi Axel perlu bertanya tentang tugasnya."

Gabriella sengaja menyebut Axel, karena ia tahu Aluna selalu menganggap Axel sebagai teman yang paling ia hormati.

Aluna melihat ke arah Big Five. Mereka semua—kecuali Yoga yang hanya berdiri diam—menatapnya dengan ramah, seolah-olah mereka benar-benar tulus ingin menghabiskan waktu bersamanya.

"Ini hanya beberapa jam," pikir Aluna "Aku bisa menggunakan alasan ini untuk membenarkan ketidakhadiranku di pesta Ariana besok. Lagipula, aku tidak bisa menolak terus-menerus."

Aluna menghela napas, ia akhirnya mengalah "Baiklah, Gaby. Tapi jangan sampai larut malam. Aku benar-benar ada urusan besok pagi."

Gabriella menjerit kegirangan dan langsung menarik Aluna ke mobilnya.

Saat Aluna berjalan melewatinya, Yoga sedikit menggerakkan kepalanya ke arah Aluna—sebuah tanda persetujuan non-verbal. Yoga mengamati Aluna naik ke mobil Gaby. Ia merasa lega. Lebih baik Aluna berada di dekatnya dan Big Five daripada sendirian di kontrakan atau, lebih buruk lagi, kembali ke kafe. Bagi Yoga, ini adalah kesempatan sempurna untuk memastikan Aluna aman dan tidak dimanfaatkan.

Perjalanan ke Markas Besar terasa santai. Di sana, suasana semakin cair.

Aluna yang biasanya hanya fokus pada materi kuliah, kini terlibat dalam candaan ringan dan obrolan tentang hobi.

Kevin dan Jay dengan cepat memanfaatkan momen itu.

Kevin Mengajukan tablet-nya pada Aluna "Aluna! Karena kamu tidak bisa datang ke pesta Ariana besok, kamu harus menyelesaikan tugas ini untukku sebagai hukuman."

Jay Mencibir "Tugas apa, Kevin? Itu tugas presentasi, bukan tugas menghitung!"

Kevin: "Aku ingin Aluna mengecek flowchart ini. Kamu lebih mengerti logistik. Lagipula, kamu kan yang paling rajin di kelas! Lebih berharga dari jaket denim ajaibmu itu!"

Aluna tertawa lepas. Candaan tentang jaket denim itu kini menjadi inside joke mereka. Ia merasa diterima, bukan sebagai gadis beasiswa, melainkan sebagai teman yang dihargai kecerdasannya.

Axel tersenyum melihat Aluna tertawa. Ia semakin menyukai kejujuran dan kecerdasan gadis itu.

Sementara Yoga duduk di sudut, mengamati diam-diam. Ia melihat Aluna yang tersenyum tulus, melupakan sejenak masalahnya. Ia membiarkan Aluna membantu Kevin dan Jay, tahu bahwa rasa diterima dan dihargai itu jauh lebih penting daripada uang atau perlindungan.

Yoga merasa puas. Aluna aman. Rahasianya aman. Ia tidak tahu bahwa sementara ia sibuk menjaga Aluna di Markas, Justin sedang menyusun rencana rahasianya di kontrakan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!