Kembali Ke Masa Lalu

"Ku harap penghitungan ku tidak salah.. karna menurut yang aku lihat hari-hari kalian akan selalu di iringi dengan kesialan" Mona berbicara sendiri sambil menatap pintu yang kini tertutup rapat kembali.

"Keserakahan mereka, kebohongan mereka, kesombongan mereka, kejahatan mereka.. semuanya akan berakhir dengan rasa sakit yang mereka rasakan sendiri.. mereka akan tamat.. mereka akan merasakan apa yang mereka tanam" Mona terus menghitung mundur mengunakan jari tangan nya yang lentik.

Tanpa banyak orang yang tau.. sebenarnya Mona adalah peramal handal, setiap ramalan nya tidak pernah salah, setiap ramalan nya tidak pernah tidak terjadi.

Hanya saja begitu sedikit orang yang mengetahui kemampuan nya itu, orang-orang yang mengetahui nya hanya orang-orang yang berilmu tinggi saja.

Mona sengaja tinggal di pemukiman kumuh, karna dia ingin mencari ketenangan, hidup di kota menurut nya sangat berisik, juga selalu ada orang jahat yang menargetkan nya.

"Menurut hitungan ku juga, racun penghancur wajah itu tak akan mengenai target... semoga saja racun penghancur wajah itu tak mengenai mereka sendiri" Mona terus melihat garis takdir yang akan di lalui ibu dan anak itu, dimana hanya keburukan serta kesialan yang akan menghampiri mereka.

………………………………………

"Tuan mereka akan segera tiba disini" Ciko mendeteksi kedatangan beberapa orang.

"Siapa yang kamu maksud Ciko? Ciara ingin tau siapa yang akan datang menemui sore-sore begini.

"Sepasang Ibu dan Anak jahat" panggilan itu Ciko khususkan untuk Sania dan Mariana.

"Kamu ini.. kenapa kamu memanggil mereka jahat?" Ciara merasa lucu dengan panggilan yang di berikan oleh Ciko.

"Karna mereka selalu jahat kepada Tuan" jawaban Ciko begitu sederhana.

"Ada saja kamu Ciko.. biarlah, biar Ibu dan Anak itu datang kesini.. aku ingin tau mereka akan melakukan apa lagi padaku, karna sekarang kisah ku berbeda dengan kisah yang dulu" Ciara menantikan kedatangan Sania beserta Bibi nya itu. Ciara penasaran dengan hal apa yang akan mereka lakukan.

"Tuan.. bahaya terdeteksi" Ciko langsung berubah serius.

"Bahaya apa Ciko? disini tak ada apapun" Ciara tak melihat ada nya ke aneh-aneh di ruangan nya.

"Bahaya Tuan.. mereka membawa racun yang sangat ganas" tampak Ciko semakin serius.

"Racun... " ulang Ciara memastikan.

"Ya racun Tuan" Ciko menjawab dengan yakin.

"Kira-kira racun apa itu?" Ciara ingin tau racun apa hingga di sebut racun ganas.

"Sebentar... itu racun penghancur wajah" Ciko menjawab setelah beberapa saat terdiam.

"Racun penghancur wajah!! Ciko apa kah kamu bisa menggantikan racun itu dengan yang lain, tapi buat aku seperti terkena racun itu dan kalau bisa... boleh kah racun itu mengenai mereka" Ciara tak ingin rencana mereka berhasil, " enak saja mereka mau menghancurkan wajah ku" Ciara tak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Tentu saja bisa Tuan" Ciko tentu bisa melakukan hal tersebut dengan mudah.

"Bagus.. " Ciara begitu senang mendengar nya.

Dia saat Ciara asyik merencanakan apa yang akan dia lakukan, di saat itu juga Sania beserta Mariana datang mengunjungi nya.

Benar yang Ciko katakan.. Sania datang membawa sesuatu, namun Ciara tak mengetahui apa yang Sania bawa, karna barang itu di bawa dalam keranjang.

"Kakak.. kamu sedang apa? seperti nya seru sekali" Sania menghampiri Ciara dengan wajah nya yang selalu menampilkan wajah orang polos, lemah, serta baik.

"Adik.. Bibi.. lihat lah aku sedang membuat sesuatu" tunjuk Ciara pada lumpur yang sedang di mainkan nya.

"Tak tau malu.. memang pada dasar nya dia bodoh ya pasti tetap saja bodoh" monolog Sania menatap jijik pada lumpur yang di mainkan Ciara.

"Sayang kenapa kamu memainkan lumpur?" Mariana bersikap seperti seorang bibi yang penuh perhatian.

"Bibi.. kemari lah.. lihat aku sedang membuat kueh.. apakah Bibi mau memakan nya?" Ciara menyodorkan gumpalan lumpur yang telah di cetak nya.

"Tidak tidak.. itu tidak bisa di makan sayang" Mariana menolak dengan panik, karna Ciara menyodorkan lumpur itu ke mulut nya.

"Padahal aku membuat nya sengaja untuk Bibi.. tapi Bibi tak menginginkan nya" Ciara berpura-pura sedih.

" Anak bodoh... siapa yang akan memakan lumpur, jangankan lumpur meski kueh sungguhan pun aku tak akan mau memakan nya, jika yang membuat nya adalah kamu" monolog Mariana dalam hati, dia begitu merasa kesal akan kebodohan Ciara.

"Sayang... bukan Bibi tidak mau! ini kan lumpur jadi tak bisa di makan" Mariana menahan kemarahan nya, dan terus berusaha berbicara lembut kepada Ciara.

"Begitu ya Bibi.. maaf aku tak tau Bibi" kembali Ciara memasang wajah sedih.

"Jangan sedih Kakak.. Kakak kan memang tak mengerti.. Lihat Kakak aku membelikan Kakak sesuatu di perjalanan tadi" Sania membujuk Ciara dengan menunjukkan sesuatu yang dia bawa di keranjang nya.

"Apa ini Adik? waw... cantik sekali" Ciara berseru gembira melihat tiga porselen berbentuk cantik di dalam keranjang yang Sania bawa.

"Itu racun nya Tuan" Ciko langsung dapat mengetahui kalau di dalam porselen ada racun nya.

"Ini krim wajah Kakak.. aku membeli nya untuk kita semua, Kakak satu, aku satu, Ibu satu" Sania menyodorkan satu botol paling cantik pada Ciara.

"Tukar isi nya sekarang Ciko" Ciara langsung memberikan Ciko perintah lewat pikiran nya, tanpa di ketahui siapapun isi dalam botol itu telah tertukar.

"Terimakasih Adik" Ciara melompat-lompat bahagia.

"Sama-sama Kakak ku tersayang" Sania tersenyum penuh kemenangan, karna Sania berpikir rencana nya akan berhasil.

"Jangan melompat-lompat seperti itu sayang, nanti kamu jatuh" Mariana tetap bertingkah seperti Bibi penuh perhatian.

"Aku bahagia Bibi.. kita sama-sama akan menjadi cantik dengan krim ini.. terimakasih Adik, terimakasih Bibi" Ciara tetap memperlihatkan tingkah bodoh nya.

"Dasar bodoh... yang cantik itu hanya aku.. setelah menggunakan krim ini wajah mu akan hancur" monolog Sania dalam hati, dia benar-benar menyangka semua rencananya akan berjalan dengan lancar.

……………………………………

"Pangeran, Adik Nona Ciara menemui sang ahli racun di wilayah kumuh, dia meminta sang ahli racun memberikan nya racun penghancur wajah" Dru melaporkan apa yang di lakukan Sania untuk mencelakai Ciara.

"Mereka benar-benar kejam.. jika aku tak tau wanita ku pintar, aku pasti sudah mem-bu-nuh Bibi dan Adik nya itu, agar tak ada lagi yang mengganggu nya" Pangeran Jordan merasa geram atas perlakuan ibu dan anak itu.

Dulu dia ingat di masa lalu.. mereka sengaja membiarkan jasad Ciara tertimbun salju hingga membeku.

(Pangeran Jordan sama dengan Ciara, kembali ke masa lalu.. namun tak ada yang mengetahui nya begitu juga dengan Ciara)

Kali ini tak akan Pangeran Jordan biarkan Ciara kembali di sakiti, Pangeran Jordan akan menjadi garda terdepan untuk Ciara.

Meski tanpa harus di ketahui oleh Ciara, pangeran Jordan akan tetap melindungi nya.

Yah... bersambung.