Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18 : Dunia mempersulitnya.
Lian Hua terdiam, tak memberi jawaban atas perkataan Ya Ting.
Di tengah kebingungannya sendiri, Ya Ting tetap menuntun langkah tuannya menuju aula kediaman. Saat melewati tugu, pandangan Lian Hua tertarik pada sebuah tandu yang berdiri anggun di halaman, ditarik seekor kuda hitam berotot. Beberapa pengawal berjaga di sekelilingnya.
Bo Qiang berdiri tak jauh dari sana, tubuh tegapnya memancarkan wibawa. Ia melihat Ya Ting memapah Lian Hua, membuat alisnya mengerut. Langkahnya cepat menghampiri.
“Kita berangkat sekarang,” ucapnya singkat, nadanya tegas.
Ya Ting mengangguk, lalu melepaskan tumpuan Lian Hua. Bo Qiang memberi isyarat pada pintu tandu, “Naiklah. Raja Zhou sudah menunggu di dalam.”
Tanpa banyak bicara, Lian Hua berjalan mengitari tandu. Saat menengadah, ia tertegun. Jarak lantai tandu dari tanah begitu tinggi, tanpa pijakan yang jelas. Apa memang tak ada? Atau memang dibuat agar orang seperti dirinya kesulitan?
Ia menghela napas panjang. Tangannya bertumpu pada lantai tandu, lalu mendorong tubuhnya ke atas hingga ia duduk dengan sedikit hentakan. Ujung roknya tersangkut, memaksanya menyibakkan kain itu dengan gerakan tergesa—sebuah desain pakaian yang terasa lebih menyulitkan daripada memperindah.
Pegangannya beralih ke tiang tandu ketika lantai bergoyang oleh berat tubuhnya. Ia menyingkap tirai pintu dengan tangan lain, lalu melangkah masuk… dan membeku.
Di dalam, seorang pria duduk tenang. Jubah merah kehitaman membalut tubuhnya, kontras dengan kulit pucat dan mata kuningnya yang dingin tanpa secercah emosi. Sosok itu seperti bayangan masa lalu yang tak ingin ia temui.
Dari semua orang di dunia… mengapa dia?
Lian Hua menahan napas. Tatapannya terpaku, tubuhnya seakan memaku dirinya di tempat. Pria itu hanya melirik sekilas, lalu mengalihkan pandangan keluar, memberi isyarat singkat pada Bo Qiang yang berdiri di luar.
Bo Qiang mengangguk, naik ke kursi pengemudi di samping pengawal, dan memberi aba-aba untuk bergerak.
Tandu mulai berguncang. Lian Hua, yang masih berdiri, kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke lantai. Rasa nyeri menjalar dari punggungnya ketika tubuhnya membentur sisi tempat duduk. Ia menahan rintihan, mencoba bangkit.
Pria itu tetap diam, seolah keberadaannya tak berarti apa-apa.
Lian Hua akhirnya duduk di hadapannya, menarik napas panjang untuk menenangkan diri. Dalam hati, ia bertanya… ‘Apa ini reaksi seorang suami?’
Lian Hua memilih diam, tak ingin memperpanjang masalah. Sepanjang perjalanan, ia hanya duduk tenang, meski jarak terasa begitu panjang saat tandu melintasi jalan setapak yang diapit hutan lebat.
Ia menyandarkan kepala pada dinding tandu, pandangannya mengarah ke luar jendela kecil. Hembusan angin yang masuk perlahan menyapu wajahnya yang pucat, memberi sedikit kesejukan yang jarang ia rasakan.
Matanya menelusuri gerakan dedaunan yang bergoyang diterpa angin, lalu langit yang dihiasi burung-burung beterbangan. Suara kicauan mereka berpadu dengan gesekan ranting, menciptakan irama alam yang menenangkan.
Untuk pertama kalinya, ia merasa suasana di sekelilingnya begitu damai… jauh dari hiruk pikuk, jauh dari tatapan tajam, jauh dari rasa waspada. Perlahan, kelopak matanya memberat, dan rasa kantuk menyelimuti. Ia membiarkan dirinya terhanyut, hingga akhirnya tertidur.
Pria di hadapannya hanya melirik sekilas. Tatapannya singkat, namun cukup untuk mengamati wajah yang tertidur pulas itu. Ia lalu memalingkan wajah, kembali pada diamnya.
Tak ada percakapan. Tak ada sapaan. Bahkan tidak satu pun lirikan yang bertukar. Keheningan di dalam tandu semakin menegaskan betapa asingnya jarak di antara mereka.
Sampai akhirnya, tandu berderit, berhenti di tempat tujuan. Pria itu bangkit tanpa menunggu, melangkah keluar tanpa menoleh sedikit pun.
Bo Qiang, yang berdiri tak jauh dari pintu tandu, melihat tuannya berjalan pergi. Ia menoleh ke dalam dan menemukan Lian Hua masih tertidur. Perlahan, ia mengetuk pundaknya.
“Kita sudah sampai,” ujarnya tegas.
Lian Hua terbangun, mengerjap beberapa kali sebelum mengangguk pelan. Saat ia melirik ke bawah, wajahnya langsung berubah datar… lagi dan lagi, tak ada pijakan untuk turun. Seakan dunia ini memang diciptakan untuk mempersulitnya.
Dengan napas berat, ia duduk di lantai tandu, lalu melangkah turun perlahan hingga kakinya menyentuh tanah. Pandangannya kemudian tertuju pada pria yang berjalan di depan, diapit Bo Qiang dan para pengawal.
Untuk sesaat, rasa ingin tahunya muncul.
‘Bagaimana dia turun tanpa pijakan?’
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂