👍 Like
⭐️ Rate
🔔 Subscribe
👑 Vote
Bagaimana jika seorang putri calon ratu masa depan dari era moderen, berpindah keraga bayi merah yang baru lahir dizaman kuno...?
Apakah ia akan bisa menyesuailan diri..? karena keluarga barunya dizaman kuno ini hanya orangtua yang sederhana...?
Apakah ia bisa memenuhi tanggung jawab dalam membawa perubahan untuk zaman ini...?
Akankah kehidupannya akan jauh lebih menyenangkan atau malah sebaliknya...?
Jadilah orang yang menjadi skasi kisah perjalanan calon ratu masa depan yang kembali kemasa lalu, dalam novel ini....!!!
TERIMA KASIH.....!!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Datu Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duan Holi
Kilau sinar sang surya perlahan menghilang, tenggelam terbawa gelapnya malam yang perlahan datang. Satu persatu obor penerang jalan mulai dinyalakan, begitu juga dengan lampu minyak didalam rumah.
"Permisi tuan, maaf menganggu waktunya. Apa boleh aku tau dimana rumah paman Duan Lei...?" tanya Duan Holi pada penjaga gerbang desa Zi-tong.
"Kalau boleh aku tau, tuan muda ini siapa dan dari mana...?"
"Aku berasal dari ibukota, namaku Duan Holi."
"Ah, ternyata keluarga Duan ya."sambut penjaga gerbang tersenyum ramah.
"Tuan muda lurus saja, lalu belok kekanan. Nanti ada pertigaan tuan muda ambil kiri, terus lurus saja. Rumah keluarga Duan dipaling ujung."
"Terimakasih tuan, kalau begitu aku pamit. Mari...!"
Duan Holi kembali melanjutkan langkahnya, mengikuti arahan dari penjaga gerbang. Seharian menempuh perjalanan tanpa makan, tak menyurutkan kebahagiaannya karena akan bertemu orang-orang terkasih.
Sesampainya dirumah yang dituju, Duan Holi dengan bersemangat mengetuk pintu.
Tok tok tok
"Permisi....!"
Suara langkah kaki dari dalam rumah terdengar, disusul dengan terbuka lebar daun pintu.
"Paman....!" panggil Duan Holi bergetar dengan netra berembun.
Sementara Duan Lie diam mematung, menatap sendu tak percaya pada sosok yang berdiri dihadapannya.
"Paman lupa padaku...?" tanya Duan Holi sedih, dengan segaris airmata menghiasi pipi.
Greb
"Holi, keponakanku. Tidak mungkin paman melupakanmu." kata Duan Lei memeluk keponakannya.
Duan Holi membalas pelukan sang paman dengan tak kalah erat. Isak tangis remaja itu juga mulai terdengar.
"Siapa suamiku..?" tanya Huang Ling menghampiri bersama kedua anaknya.
Pelukan lelaki berbeda generasi itu terlepas, Duan Holi semakin tak bisa membendung tangis kala melihat sang bibi yang berdiri bengong menatap sendu kepadanya.
"Bibi....!"
"Holi...!" pekik Huang Ling berlari lalu memeluk keponakannya.
"Bibi...!"
Huang Ling melerai dekapannya, lalu meneliti tubuh Duan Holi dari ujung kaki hingga kepala. Diusapnya dengan lembut rambut kemudian turun kewajah.
"Kau sudah besar tenyata, tinggimu saja sudah melebihi bibi." kata Huang Ling tersedu.
"Bersama siapa kau kemari..? naik apa..?" tanya Huang Ling sembari menengok kebagian luar rumah.
"Kita masuk dulu, lanjutkan ngobrolnya didalam." titah Duan Lei.
Mereka pun masuk, lalu duduk diruang tamu. Tak lupa Yu Shu menyajikan minuman serta camilan dan ubi rebus.
Duan Holi yang memang haus karena perbekalannya sudah habis, langsung meneguk hingga tandas air bening didalam cangkir.
Alis Duan Lei dan Huang Ling menyatu, mata mereka menyipit, menelisik wajah lelah sang keponakan.
"Bagaimana kau bisa sampai disini..? naik apa tadi...?" tanya Huang Ling cemas.
"Aku sendirian bibi, aku jalan kaki." jawab Holi menundukkan kepala.
"Apa, jalan kaki...!" seru Duan Lei dan Huang Ling mendelik.
Duan Holi mengangguk "aku pergi dari rumah, aku tidak punya koin."
"Holi...!" seru Duan Lei semakin melebarkan matanya.
"Aku tidak pernah diberi koin oleh mereka, semenjak paman dan bibi pergi, mereka selalu memarahiku karena aku terus menangis menanyakan kalian."
"Kapan kamu berangkat dari ibukota..?" tanya Duan Lei.
"Tadi pagi sebelum matahari terbit." Duan Holi pun menceritakan semua yang ia alami selepas kepergian paman dan bibinya sampai detik kemarin.
Holi juga menceritakan apa yang direncanakan oleh orangtuanya, untuk keluarga paman dan bibinya itu.
Duan Lei dan Huang Ling marah, geram, kesal, begitu juga dengan Yu Shu dan Duan Yei.
"Paman, bibi...! aku boleh tinggal disini..? aku tidak mau bersama mereka. Aku mohon paman, bibi, izinkan aku tinggal disini."
"Tentu saja boleh, kami pun orangtuamu dan sudah pasti ini juga rumahmu." jawab Huang Ling mengusap lembut tangan keponakannya.
"Terimakasih bibi, paman...!" ucap tulus penuh haru Duan Holi.
Duan Lei menepuk pelan bahu keponakannya "kau sudah seperti anak paman, dari bayi kau bersama paman. Tentu paman sangat bahagia kalau kau mau tinggal bersama kami."
Mata Duan Holi beralih pada dua bocah yang duduk didepannya.
"Ah ya, mereka adik-adikmu. Duan Yu Shu, Duan Yei." ucap Duan Lei memperkenalkan kedua anaknya.
"Shu'er, Yei, ayo sapa kakakmu." titah pria paruhbaya itu.
Yu Shu dan Duan Yei berdiri, lalu berjalan mendekati Duan Holi.
"Selamat datang kakak Holi, seneng bertemu denganmu." ucap kompak kakak beradik memberi hormat.
Duan Holi terkekeh, lalu memeluk kedua adiknya. "kakak juga senang bertemu dengan kalian. Maaf ya, kakak baru bisa datang."
"Tidak apa-apa, yang penting mulai sekarang kakak harus selalu bersama kami." jawab Duan Yei membalas pelukan Holi.
"Akhirnya aku punya kakak yang nanti akan menjagaku." kata Yu Shu mengusap punggung Holi.
Mereka pun tertawa bersama.
"Kau mandi dulu, setelah itu kita makan bersama." titah Huang Ling.
Duan Yei mengajak Holi kekamarnya untuk menyimpan barang yang dibawa, setelah itu menunjukan dimana letak kamar mandi.
Sepuluh menit kemudian, mereka sudah berkumpul diruang makan. Dengan lahapnya Holi menyantap makanan yang tersaji. Bukan hanya karena kelaparan saja, tapi rasa masakan bibi dan adik perempuannya yang amat lezat.
Obrolan kembali dilanjutkan, setelah urusan perut selesai. Dan dirasa hari sudah larut, mereka membubarkan diri guna menjemput mimpi.