Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak sengaja
"Sayang, Kamu sarapan dulu ya, setelah itu minum obat." Ucap Jay membuka kotak makan yang tadi di berikan oleh perawat.
Luna tersenyum seraya mengangguk, terlebih dia melihat menu sarapan kali ini bukan bubur, melainkan nasi dengan olahan ayam sebagai lauknya, serta ada tahu dan tempe bacem.
Perlahan Jay menyuapi Luna dengan penuh kasih, Jay begitu senang saat Luna makan dengan lahap, tak seperti semalam yang protes dan tak mau makan makanan yang di berikan oleh perawat.
Selesai sarapan dan meminum obat, Jay menyajikan beberapa potongan buah segar, "Biar cepat sembuh." Ucapnya seraya memasukan potongan buah itu ke dalam mulut Luna.
"Sayang, Mas ke kamar mandi dulu ya, Mas mau mandi." Ucap Jay setelah selesai menyuapi buah untuk Luna.
"Iya Mas." Sahut Luna.
Jay bangkit lalu gegas masuk ke dalam kamar mandi.
Perlahan Luna turun dari ranjang dengan hati-hati, saat matanya menangkap kotak makan yang diberikan oleh Gani untuk Jay tadi.
Luna berjalan menuju meja kecil di sudut kamar, dimana makanan dari Gani ada disana.
"Sayang, kamu ngapain? Kenapa turun dari ranjang?" Tanya Jay yang baru keluar dari kamar mandi dengan wajah yang terlihat lebih Fresh.
Luna duduk di sofa seraya memegangi kotak makanan dari Gani, "Kamu juga harus sarapan Mas, dari kemarin kamu hanya makan sedikit." Ucapnya.
Jay menghampiri Luna dan duduk di sampingnya, "Kamu makan ya Mas." Ucap Luna setelah membuka kotak makan itu lalu mulai menyuapi Jay.
Jay menerima setiap suapan dari Luna dengan rasa haru, Luna menyuapi nya dengan penuh kelembutan, ada senyum di wajahnya yang membuat Jay benar-benar merasa di cintai oleh istrinya.
"Terimakasih, Luna." Ucap Jay setelah Luna selesai menyuapi nya.
"Sama-sama Mas, Terimakasih juga karena Mas udah jagain Luna." Jawab Luna.
Jay merengkuh tubuh Luna ke dalam pelukannya, "Itu sudah menjadi kewajiban Mas, Sayang. Jadi Luna tidak perlu berterimakasih." Ucap Jay.
Luna memejamkan matanya, menyembunyikan wajahnya di dada sang suami, "Sama-sama Mas." Sahut Luna.
Jay menciumi puncak kepala Luna, lalu melerai pelukannya, Jay mengusap kedua pipi Luna, dan perlahan mendekatkan bibirnya ke bibir Luna, namun baru saja Jay ingin mengecup bibir yang Ia rindukan itu, terdengar pintu di ketuk dari luar.
"Ishhh, siapa sih, ganggu saja." Gerutu Jay, Luna hanya tersenyum seraya mengedikan bahunya.
"Masuk." Sahut Jay.
Tak lama pintu terbuka, seorang dokter dan dua perawat masuk.
"Selamat pagi." Sapa sang dokter.
"Pagi dok." Sahut Jay.
"Ohhh sepertinya Bu Luna sudah jauh lebih baik." Ucap sang dokter saat melihat Luna baru saja hendak kembali berbaring di ranjangnya.
"Alhamdulillah, Luna sudah baik-baik saja dok." Jawab Luna tersenyum lalu merebahkan tubuhnya.
Sang dokter segera memeriksa kondisi Luna, "Alhamdulillah, tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi, ruam nya juga sudah mulai berkurang, tinggal menunggu bekasnya benar benar hilang. Jadi hari ini juga Bu Luna sudah boleh pulang." Ucap Sang dokter setelah selesai memeriksa kondisi Luna.
"Alhamdulillah." Ucap Jay dan Luna serempak.
"Saya resep kan obat untuk pulangnya ya, nanti Pak Jay bisa menebusnya sebelum pulang sekalian mengurus administrasi kepulangan Bu Luna." Ucap sang dokter seraya menulis resep obat yang akan Jay tebus.
"Baik dok." Sahut Jay.
"Iya, kalau begitu, saya permisi." Pamit sang dokter.
Setelah kepergian dokter dan dua perawat, Jay segera menghubungi Gani untuk segera mengurus administrasi kepulangan Luna.
"Sayang, Mas beres beres dulu ya, biar nanti kita bisa langsung pulang setelah Gani selesai mengurus administrasi nya." Ucap Jay yang begitu semangat untuk segera pulang.
"Iya Mas." Sahut Luna.
Tak butuh waktu lama, barang bawaan milik Luna dan Jay sudah berada di dalam satu tas besar.
Setelah menunggu lama, akhirnya Gani datang, "Sudah beres Gan?" Tanya Jay.
"Sudah Tuan, Nyonya Luna sudah bisa pulang sekarang." Jawab Gani lalu segera meraih tas besar milik bosnya.
"Ayo sayang, kita pulang." Ajak Jay seraya menuntun Luna untuk turun dari ranjang, "Kita lanjutkan yang sempat tertunda tadi di rumah." Bisiknya di telinga Luna, membuat Pipi Luna merona.
***
"Menikahimu memang sebuah kesalahan, tapi aku sama sekali tak menyesalinya. Sungguh aku mencintai kamu, terlebih kamu sudah memberikan aku seorang putri yang sangat cantik, dia sama persis seperti kamu Li." Ucap Pak Usman yang duduk di depan makam Bu Liana.
"Oh ya, Rini juga sudah mulai menerima Luna sekarang, meski belum sepenuhnya, tapi setidaknya sekarang dia sudah memperlakukan Luna dengan baik, dan aku sangat bahagia untuk itu, Li." Sambung Pak Usman.
Nathan cukup tercengang dengan apa yang ia dengar, "Apa maksudnya? Apa Bu Rini bukan Ibu kandung Luna?" Pikir Nathan yang semakin di buat bingung.
"Tapi kenapa di kartu keluarga yang Marvin tunjukan, tertulis nama Ibu Kandung Luna itu bernama Rini Maharani? Apa mungkin mereka mengadopsi Luna karena orang tuanya sudah meninggal? Tapi tadi Pak Usman bilang kalau dia tidak menyesal sudah menikahi wanita yang dia panggil Li." Berbagai pertanyaan muncul di benak Nathan, membuat Nathan semakin bingung saja.
"Sebaiknya aku coba tanyakan langsung pada Pak Usman, aku harus pastikan kalau Luna bukan kakakku." Gumam Nathan lalu melangkah hendak mendekati Pak Usman.
Namun karena tergesa-gesa, tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang hendak melintas di depannya.
Dughhh
"Awww." Pekik wanita yang berjalan dengan sebuah tongkat.
Tubuhnya hampir saja jatuh ke tanah saat Nathan menabraknya, beruntung dengan sigap Nathan menahannya, dan sekali lagi tubuh Nathan begitu dekat dengan wanita yang kemarin Ia temui di sungai.
Tapi kali ini, keduanya saling melempar pandangan, "Dia... Kenapa aku merasa begitu dekat dengannya, dan kenapa jantungku jadi berdebar-debar, aku tidak sedang jatuh cinta lagi kan?" Batin Indah yang entah perasaan apa yang menjalar di hatinya.
"Ngga ngga, aku ngga mungkin jatuh cinta dengan laki-laki lain, aku hanya mencintai Mas Rendi." Sambungnya dalam hati.
"Dia... kenapa aku selalu merasa nyaman di dekatnya?" Tanya Nathan dalam hatinya.
Rendi yang sedang membeli bunga terkejut melihat dari kejauhan, Indah begitu dekat dengan laki-laki lain.
"Ini mas bunganya." Ucap seorang penjual bunga memberikan sebungkus bunga tabur pada Rendi.
Untuk sejenak Rendi mengalihkan pandangannya dari Indah dan Nathan, dia gegas menerima bunga itu dan langsung membayarnya, "Kembaliannya ambil saja Bu." Ucapnya dan langsung berlari untuk menghampiri Indah.
"Alhamdulillah, terimakasih Mas." Ucap sang penjual bunga saat menerima selembar uang berwarna merah.
Rendi tak menghiraukan nya, dia gegas menghampiri kedua orang yang masih saling tatap, dengan cepat Rendi menarik Indah dan menjauhkannya dari Nathan.
Lalu Ia mencengkram kerah baju milik Nathan, "Kurang ajar."
Bughhh
Bughhh
"Mas." Pekik Indah saat Rendi terus memukuli Nathan.
Nathan pun tak tinggal diam, dia balas memukul Rendi. Hingga terjadi baku hantam disana.
Indah Ketakutan melihat dua laki-laki yang saling beradu, dia celingukan untuk meminta bantuan, namun karena hari masih sangat pagi, Tak ada orang di dekatnya, hanya ada penjual bunga yang sedikit jauh dari sana.
"Sudah, Mas sudah." Ucap Indah seraya menarik lengan Rendi saat mendapat kesempatan.
Namun Rendi yang masih tersulut emosi menepis tangan Indah dengan kasar, Hingga Indah tak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya dan akhirnya terjatuh.
"Awwww." Pekik Indah memegangi kakinya yang kembali terasa sakit, bahkan sekarang kaki yang sebelahnya juga ikutan sakit.
Nathan terkesiap dan langsung mendorong tubuh Rendi, "Gila kamu." Pekiknya yang entah kenapa merasa kesal pada Rendi karena membuat Indah terjatuh.
Nathan menghampiri dan berjongkok di hadapan Indah, "Mbak tidak apa-apa?" Tanyanya.
Indah menggeleng, namun wajahnya nampak menahan sakit, Nathan yang mengerti segera memegang kaki Indah.
Rendi dengan cepat bangkit dan menipis tangan Nathan dari kaki Indah, "Sayang, Maafkan aku, aku tidak sengaja." Ucapnya merasa bersalah seraya memegangi kaki Indah.