Aurelia... seorang wanita cantik yang selalu hidup dengan penuh kesederhanaan, dia hidup bersama ibu dan juga neneknya di dalam kesederhanaan.
walaupun banyak cobaan yang datang, aurelia tidak patah semangat dalam menapaki kehidupan yang penuh liku. sampai pada akhirnya dia bertemu dengan seorang laki laki tampan yang membuat hatinya terpatri akan nama dan wajah tampan laki laki tersebut, akankah kisah aurelia akan berakhir bahagia...? jika penasaran dengan cerita ini...? ikuti ceritanya dari awal sampai akhir yaa... selamat membaca…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Na_1411, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan dengan Yudistira.
“Sepertinya di luar akan turun hujan, awan hitam semakin berarak mendekati daerah ini.” Aulia melihat awan yang semakin pekat menghitam.
“Iya ma.” Aurel juga terlihat menatap langit yang tampak semakin menghitam, sedangkan angga masih asik menikmati makanannya.
“Eh… cak sono.” Ujung jemari telunjuk Aurelia menyentuh pundak angga, dia ingin memastikan agar teman sekaligus sahabatnya itu segera pulang ke rumahnya.
Dengusan kesal terlihat dari Aurelia melihat reaksi netral dari angga, aulia yang melihatnya tampak menggelengkan kepala, dia sudah tidak terkejut lagi dengan tingkah sepasang anak muda tersebut.
“Aku boleh nginep sini kan tant…” angga memperlihatkan puppy eyesnya di depan aulia dengan sangat manis.
“Enggak…” potong aurel yang tidak menyetujui akan ucapan angga.
“Jikalau mau, Hmm… boleh boleh aja. Asal aurel memperbolehkan.” Senyum penuh arti di arahkan ke aurel yang terlihat kesal dengan angga.
“Kamu…” tunjuk aurel ke wajah tampan angga.
“Pulang sekarang sehabis makanan kamu habis, kalau tidak…!!?” Angga tahu apa ucapan selanjutnya yang akan keluar dari bibir merah menggoda milik aurel.
“Oke… oke… abang pulang sekarang, nih tinggal satu suap lagi.” Terlihat satu suapan lagi angga akan mengakhiri makan siangnya.
“Rel, kamu nggak boleh seperti itu sama angga. Dia udah nganterin kamu sampai toko, angga juga terlihat lelah.” Aulia menatap kasihan melihat angga yang terlihat tergesa gesa menikmati makanannya.
“Aku sudah hapal sama tabiat tuh anak ma, oh iya katanya mama punya kue yang mau di kasih cak sono.” Aulia seketika teringat akan makanan kecil yang akan dia berikan ke angga.
“Bentar nga, mama eh maksud tante kamu tunggu sebentar di sini ya… jangan keluar dulu.” Dengan gerakkan secepat kilat aulia pergi meninggalkan aurel dan angga.
“Iya ma…” balas angga menjawab ucapan aulia, kedua bola mata aurel melotot ke arah angga dengan tajam.
“Lah bukan aku ya yang minta panggil tante dengan panggilan mama, kamu dengar nggak tadi tante ngomong apa…?” Angga tersenyum membalas tatapan Aurelia yang terlihat menajam melihat ke arahnya.
“Mama udah ralat tadi.”
Terdengar suara kaki tampak tergesa menuju ke arah aurel dan juga angga, aulia terlihat membawa paperbag yang berisi kue untuk angga bawa pulang ke kos an.
“Bawa ini untuk camilan jika nanti malam kamu lapar.” Dengan senang angga menerima pemberian dari aulia, dia yang tinggal di kos kos an merasa seperti mendapat jackpot menerima pemberian aulia.
“Makasih ma, maksud aku tante. Ini penolong ku untuk nanti malam.” Angga memasukkan pemberian aulia kedalam tas ranselnya, dia segera berpamitan akan pergi karena suara gemuruh semakin menjadi terdengar dari atas langit.
“Aku pamit pulang dulu ya tant, yuk rel…” angga iseng menarik lengan aurel.
“Ish… apaan sih.”
Gelengan aulia terlihat, dia tidak kaget lagi melihat ketengikan angga dengan aurel.
“Abnag pulang dulu, jangan kangen ya. Besok kita ketemu lagi di kampus, oke…” angga membenarkan posisi tasnya di belakang punggungnya.
“Ih… nggak lah, pede banget kamu ya. Udah pulang sana, keburu hujan.” Aurel sengaja mendorong tubuh angga untuk segera turun ke bawah, dimana posisi mereka sekarang berada di lantai dua.
“Angga pamit ya tant.” Dengan penuh takzim angga mencium punggung jemari tangan aulia, dia selalu sopan dan mengangap aulia seperti mama kedua baginya.
“Hati hati di jalan ya nga, awas jangan ngebut.” Peringkat aulia melihat angga yang akan bersiap pergi.
Aurel sebenarnya tidak tega melihat angga pulang, tapi dia tidak ingin melihat sahabatnya kehujanan serta dia juga tidak tega melihat wajah lelah angga saat ini.
“Dadah aurel sayang, see you next sono.” Angga melambaikan tangannya ke arah aurel, dengan ramah aurel membalas lambaian tangan angga.
Melihat kepergian angga, aurel dan juga aulia masuk kedalam toko. Mereka akan membereskan toko sebelum pulang ke rumahnya.
“Oma sudah pulang ke rumah ya ma.” Tanya aurel sambil menumpuk baskom plastik dan akan dia masukkan ke dalam.
“Iya, katanya oma tadi lupa memberi makan katty. Jadi dia langsung kerumah tidka ke sini lagi.”
“Oma tuh ya kebiasaan, selalu buat katty galau sampai kelaparan gitu. Pantesan tiap pulang si katty selalu ngerepotin jika lihat orang.” Senyum samar terlihat di wajah cantik milik aulia, dia tahu kebiasaan orang tuanya dari dulu.
Aurel dan aulia segera menutup toko, aulia sengaja menutup lebih awal karena sepertinya hujan akan turun sangat lama. Dari pada pulang menunggu hujan reda, lebih baik dia tutup toko dna pulang lebih awal dari biasanya.
Aurel dan aulia pulang ke rumah dengan mengendarai motor maticnya, jarak antara rumah dan toko milik aulia memakan waktu kurang lebih setengah jam perjalanan.
Gerimis mulai turun, tampak beberapa pengendara motor menepi mencari tempat untuk berteduh. Sedangkan aulia dan aurel menepi di emperan toko yang terlihat tutup, dia beruntung masih belum banyak orang yang berteduh di tempat itu.
“Angga sudah sampai kosnya belum ya rel, kasidahan kan kalau tuh anak kehujanan.” Aurel mengernyit heran mendegar ucapan aulia, kenapa bisa aulia memikirkan angga yang kepada jelas mungkin dia sudah tidur nyenyak untuk sekarang.
“Mama aneh, yang harus di pikirkan nasib kita sekarang ma. Bagaimana kita bisa pulang dan sampai rumah dengan selamat tanpa kena air hujan, dan pastinya tuh cak sono sudah bobok cantik di atas tempat tidur empuknya.” Sunggut aurel kesal.
“Siapa tahu dia main dulu, mama kasihan lihat tuh anak. Sendiri di kota ini dan jauh dari orang tuanya.” Balas aulia menjawab ucapan kekesalan aurel.
“Terserah deh, mama nih ya kalau sama cak sono sayangnya bukan main. Sedangkan sama aku…” helaan nafas berat terdengar dari aurel, reflek aulia menoleh ke arah aurel yang terlihat kesal.
Aulia merangkul pundak aurel lembut, dia tahu jika ucapannya yang mengkawatirkan angga akan membuat kesal putri cantiknya.
“Cantiknya mama kog gitu sih, gimana kalau setelah kita sampai rumah mama buatin mie instant kesukaan kamu.” Aulia berusaha meleram kekesalan aurel, dia tahu jika hanya mie instant rasa soto dengan telur dan irisan cabai serta sayuran yang bisa membuat aurel melupakan kekesalannya.
Aurel menatap ke arah aulia dengan binar mata cerah terpancar di kedua matanya, aurel sangat menyukai masakkan mamanya. Walau hanya mie instant, tapi aulia memang tidak memperbolehkan aurel memakan makanan instant tersebut setiap hari.
“Oke… janji ya…” aulia mengangukan kepalanya mantap, dia tahu jika aurel akan sesenang itu.
Braaakkkk…. Srraaakkkk.…
Terdengar bunyi keras dari arah depan aurel dan aulia, mereka refleks meliaht ke arah jalan yang terlihat basah dan dengan guyuran hujan yang masih tampak lebat turun dari atas langit.
“Ma…. Sepertinya ada kecelakaan di depan.”
Aurel menatap motor yang terlihat terseret begitu saja, sedangkan aulia menutup mulutnya dengan mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Dia syok melihat kejadian di depan matanya, dia teringat akan kejadian yang pernah di alami suaminya dulu.
“Ma… mama tunggu di sini, biar aku kesana menolong orang tersebut.”
Aurel berlari menuju ke arah orang yang tengah tergeletak di pinggir jalan, aurel bergegas berjongkok dan melihat keadaan orang tersebut.
“Hei… kamu tidak apa apa…?” Tanya aurel sambil melihat dengan detail keadaan tubuh orang yang terlihat seperti baik baik saja.
“Aku nggak apa apa.” Jawab orang tersebut samar karena masih terhalang dengan helm full face yang dia pakai.
“Ayo aku bantu berdiri.” Aurel memberanikan diri memapah orang tersebut ke depan toko dimana sudah ada aulia yang menunggunya dengan penuh kecemasan.
“Terima kasih.” Ucap pemuda tersebut setelah aurel mendudukkan di kursi panjang di depan toko tersebut.
“Kamu tidak apa apa.” Suara aulia terdengar panik mendekati pemuda tersebut.
“Saya tidak apa apa.” Balas pemuda tersebut sambil berusaha membuka helmnya.
Tanpa mereka sadari aurel berlari ke arah motor pemuda tersebut yang tergeletak di tengah jalan, dia berusaha mendorong motor yang terasa sangat berat baginya. beruntung di sana terlihat sepi, tidak ada mobil atau kendaraan apapun yang melintasi jalan tersebut.
“Kita kerumah sakit aja ya, biar kamu segera di periksa.” Tawar aulia setelah melihat wajah pemuda tersebut.
“Nggak usah tante, hanya lecet sedikit.”
Tatapan aulia terarah menuju ke kaki pemuda tersebut yang terlihat lecet, aulia tidak tega melihatnya sampai rasanya dia ikut merasakan kesakitan yang pemuda itu rasakan.
“Kamu…” tunjuk aurel ke arah pemuda tersebut yang tak lain adalah Yudistira Anggara Saputra, teman satu angkatan di kampusnya.
Yudistira menautkan alisnya, dia heran dengan sikap aurel yang seolah olah mengenal dirinya. Tapi yudis tidak heran jika aurel mengenalnya, siapa yang tidak kenal dengan Yudistira cowok tampan, kaya dan di gulai banyak wanita di kampusnya.
“Terima kasih udah mau nolongin aku.” Ucap yudis membalas tatapan aurel.
“Kamu kenal rel…?” Tanya aulia heran melihat aurel yang terlihat terkejut melihat pemuda tersebut.
“Dia teman aku satu kampus ma.” Jawab aurel jujur.
“Oh….” Balas aulia seolah mengetahui keterkejutan aurel.
Yudis berusaha berdiri menahan perih yang sudah dapat dia rasakan mulai menjalar di kakinya, aurel yang melihat reaksi yudis merasa kasihan.
“Kita kerumah sakit sekarang.” Aurel yang akan maju menolong yudis terhenti gerakkannya saat yudis mengangkat satu tangannya ke arah aurel, dia berusaha memberikan kode ke aurel untuk menolak tawarannya.
“Aku tidak apa apa, hanya luka kecil.” Yudis melihat ke arah belakang aurel, dia melihat motor kesayangannya yang terlihat lecet di bagian bodygard motornya.
Helaan nafas terdengar dari yudis, dia merasa memang ini adalah kesalahannya. Jika saja dia tidak melamun, maka kejadian seperti ini tidak akan terjadi.
“Saya pergi sekarang, terima kasih untuk bantuannya.” Yudis bangkit dan berjalan ke arah motornya dengan tertatih tatih.
“Hati hati.” Ucap aulia melihat yudis.
“Kamu yakin…?” Tanya aurel cepat.
“Hmm…” yudis menaiki motornya, dia berusaha menghidupkan kembali motor kesayangannya. Tanpa menunggu lama akhirnya motor tersebut dapat menyala kembali.
“Hei tunggu…” aurel berjalan ke arah yudis, dia segera menyerahkan helm milik yudis.
“Oh… terima kasih…” yudis menerima helm dari tangan aurel, dia segera memakainya.
“Saya pamit pergi dulu, mari tant… dan kamu…” yudis menghentikan ucapannya sambil melihat kearah aurel.
“Aku Aurelia…” jawab aurel singkat.
“Terima kasih aurel.” Perlahan yudis pergi dari tempat itu, walau masih gerimis dia tidak mempedulikannya.
“Rel, kita pulang sekarang. Sepertinya hujannya akan lama, kata akan kemalaman sampai rumah jika tidak menerobos hujan.” Aulia melihat langit yang masih terlihat gerimis turun tapi tidak selebat tadi.
“Iya ma, yuk kita pulang sekarang.” Aurel menaiki motor matic milik mamanya, segera mereka pergi dari tempat itu menerobos risikkan gerimis yang terlihat tidak selebat tadi.