nre: Fantasi, Aksi, Sekte-Building, Antihero, Overpowered
Sinopsis:
Di benua Elvaria, kehormatan dan kesetiaan adalah dua mata uang paling berharga. Namun, bagi Kael Arvane, seorang jenderal muda yang pernah menyelamatkan kerajaannya dari kehancuran, keduanya hanyalah ilusi yang bisa dibakar oleh kekuasaan.
Dikhianati oleh rajanya sendiri dan difitnah sebagai pengkhianat, Kael diburu, disiksa, lalu dilempar ke lembah kematian yang dikenal sebagai "Jurang Sunyi"—tempat para monster, penjahat, dan kutukan abadi bermuara. Tapi justru di tempat itulah "Sistem Chaos Sovereign" bangkit dari sisa jiwanya yang penuh dendam.
Dengan sistem itu, Kael mampu menciptakan sekte dari nol: Sekte Chaos, sekte tanpa aturan moral, tanpa dogma suci—hanya kekuatan, kebebasan, dan ambisi pribadi. Ia mulai merekrut orang-orang yang dibuang oleh dunia: budak, pembunuh, monster setengah manusia, penyihir terkutuk, bahkan mantan bangsawan pengkhianat.
Dari mereka, ia membentuk Dua Belas Pilar Chaos
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon febri_yeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Kutukan Langit dan Tangan yang Terulur
Langit di atas Netherion berubah warna sejak Kael kembali dari Lembah Nyx. Awan bergulung seperti ombak laut, kilat menyambar tanpa suara. Warga yang tinggal di pinggiran kota mulai gelisah. Beberapa bahkan mengaku melihat sosok berjubah di balik bayangan malam.
Namun Kael tak gentar.
Ia berdiri di tengah lapangan pelatihan utama. Sekitar lima ratus murid pilihan membentuk lingkaran di sekelilingnya. Masing-masing membawa senjata dan mata yang menyala penuh semangat.
Kael melempar tombaknya ke tanah. “Hari ini kalian akan berlatih bukan untuk bertarung, tapi untuk bertahan hidup dari sesuatu yang bahkan dunia tak bisa jelaskan.”
Zareth muncul di belakangnya, membawa gulungan lusuh berisi simbol-simbol kuno. “Kutukan Langit telah mulai aktif. Sejak pertemuanmu dengan Penjaga Waktu, batas antara dimensi mulai kabur. Mahluk-mahluk yang seharusnya hanya hidup dalam cerita, kini muncul.”
Kael menoleh. “Bagus. Itu berarti kita bisa mengujinya.”
“Kael, ini bukan seperti iblis atau bandit. Ini makhluk dari antara mimpi dan kehancuran. Sekali terkena ‘sentuhan langit’, seseorang bisa kehilangan identitas—lupa siapa dirinya, atau lebih parah... menyatu dengan kehampaan.”
Kael tak bicara. Ia hanya menatap ke arah pegunungan selatan, di mana kabut ungu mulai menjalar seperti luka yang membusuk.
“Siapkan Pilar. Aku akan pergi ke sana sendiri.”
---
Peperangan pertama melawan makhluk langit terjadi lima hari kemudian.
Mereka disebut Aetherborn. Tidak berbentuk tetap—kadang seperti manusia, kadang seperti bayangan, kadang seperti kerangka yang tertutupi bintang. Mereka tak bicara. Mereka tak bernafas. Mereka hanya... memburu.
Ryza, Reina, dan Arwin turun tangan langsung, memimpin murid-murid ke garis depan. Kota Netherion disulap menjadi benteng bercahaya. Ratusan sihir pertahanan dipasang, dan jalur masuk kota dijaga ketat.
Namun Kael tak ikut bertahan.
Ia memilih menyusup ke dalam wilayah kabut, seorang diri.
---
Di dalam kabut itu, waktu tak lagi linier. Kael melihat dirinya yang tua, dirinya yang mati, bahkan dirinya yang menyerah.
Tapi ia terus berjalan, mengikuti bisikan samar dari jimat jam waktu yang ia bawa.
Sampai akhirnya ia tiba di pusat kabut—sebuah altar batu hitam dengan simbol mata terbalik berwarna merah. Di atasnya berdiri seseorang. Tinggi, kurus, mengenakan jubah robek yang seperti dilukis dari malam.
“Kael.”
Suara itu seperti gema dari ribuan tahun.
Kael bersiap. “Kau... Penjaga Duka?”
“Bukan,” jawabnya, “Aku adalah Penjaga Keheningan. Yang mengingat semua yang dilupakan.”
Kael tak bicara. Aura Chaos mulai mengelilinginya.
“Dulu, dunia ini seimbang. Cahaya dan kegelapan, kematian dan kelahiran. Tapi kalian yang menciptakan ‘kekacauan’... mengusik siklus itu.”
Kael tertawa kecil. “Kami tidak mengusik. Kami menantang.”
Penjaga Keheningan melangkah turun dari altar.
“Kau akan menyesal.”
Pertarungan meledak.
---
Kael menghantam tanah dengan kekuatan Chaos, menciptakan retakan dimensi. Penjaga Keheningan merespons dengan menghapus suara dari udara—membuat semua mantra gagal diaktifkan. Tapi Kael telah berlatih melawan logika.
Ia menciptakan mantra dari niat, bukan kata.
Satu tombak dilempar. Tapi bukan ke tubuh musuh—melainkan ke bayangannya sendiri. Saat bayangan itu pecah, Kael muncul dari sisi lain, menusuk Penjaga dari belakang.
Namun... tak ada darah. Hanya asap.
“Tak ada tubuh yang bisa kau bunuh di sini,” bisik suara itu.
Lalu seluruh dunia menjadi sunyi. Waktu berhenti. Pikiran Kael diretas, ditarik ke dalam ingatannya sendiri.
Ia terbangun... di rumah masa kecilnya.
Ibunya sedang menyanyi.
Kael bingung. “Apa... ini?”
Seseorang di belakangnya bicara. “Ini dunia di mana kau tak pernah membangun sekte. Di mana ibumu tak dibakar. Di mana kau hidup tenang.”
Kael memutar tubuh. Sosok dirinya sendiri berdiri di sana, mengenakan pakaian biasa, dengan senyum polos.
“Kenapa tidak tinggalkan semuanya dan hidup di sini?”
Kael menatap ibunya. Air mata mengalir tanpa ia sadari.
Namun, di balik kenangan, ia melihat—ibunya tak punya bayangan.
Dan tiba-tiba, semuanya mulai hancur.
“Cukup!” teriak Kael. “Dunia ini palsu!”
Dunia itu meledak dalam cahaya ungu.
Kael kembali ke altar batu—tubuhnya penuh luka, tapi matanya menyala terang.
“Aku tidak akan pernah tunduk pada dunia yang nyaman tapi palsu. Aku memilih neraka... jika itu berarti aku bisa menciptakan dunia yang adil.”
Penjaga Keheningan tampak memudar.
“Kau adalah... anomali.”
Kael mengayunkan pukulan terakhir, menembus dada entitas itu.
Dan dari debunya, sebuah benda jatuh—sebuah mata kristal, berdetak seperti jantung.
Kael mengambilnya.
---
Di Netherion, Pilar menyambut kepulangannya. Murid-murid bersorak, namun Kael hanya menatap langit. Mata kristal di tangannya berdenyut. Lalu ia berkata:
“Kita baru saja menantang langit. Tapi sekarang... langit sedang membalas.”
Zareth mendekat. “Apa itu?”
Kael menjawab dengan suara rendah. “Mata Penjaga. Kunci menuju Alam Tengah—tempat para Penjaga Langit bersemayam.”
Ryza menatapnya. “Apa kau ingin masuk ke sana?”
Kael menatap semua Pilar. “Aku tak akan menunggu giliran untuk dihancurkan. Kita akan memburu mereka. Satu per satu.”
Velra mengangkat alis. “Dan jika kita tak bisa kembali?”
Kael menyeringai. “Kita bukan sekte biasa. Kita adalah Chaos.”
Dan langit di atas mereka... mulai terbuka.
---