Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 18
Mars mengurungkan niatnya untuk menemui Amara, setelah ia dengar dari Rebbeca jika Amara adalah anak seorang penjaga Apartemen.
Ingatannya kembali ke masa lalu, ketika Ayahnya begitu menghina ayah Amar saat di kantor polisi. Ia bahkan sampai melupakan hal itu, jika orang tua Amar berarti juga orang tua Amara.
Mars pun memundurkan mobilnya hingga ke jalan raya dan melajukan kembali tanpa menemui Amara terlebih dahulu, padahal Amara sudah berada di hadapannya tadi, sayangnya Amara tidak menyadari kehadirannya.
Dua hari berlalu, Ayah Amara sudah bisa pulang ke rumah. Dan mulai hari ini pula, Amara baru akan masuk ke kampus, karena selama Ayahnya di rumah sakit ia harus menjaga apartemen, sebab Ibunya menemani Ayah, sedangkan Amar harus pergi bekerja.
Setelah memantapkan hati dan pikirannya, hari ini Amara bermaksud ingin menemui Mars. Ia akan meminta maaf atas sikap Amar terhadapnya, dan juga terima kasih sudah menolong Ayahnya di waktu yang tepat.
Sampai di kampus ia sebenarnya melihat Mars, hanya saja Mars sedang bersama dengn teman temannya. Amara berpikir jika ini bukan waktu yang tepat untuk bicara, terlebih Mars santai saja tidak menyapanya, seperti saat dulu sebelum terjadi kesalah pahaman.
Sampai pada waktu pulang, Amara melihat Mars sedang berjalan ke arah pintu. Amara berjalan agak cepat agar bisa sampai pada Mars.
"Mars...." panggil Amara, membuat Mars menoleh ke arah Amara dan menghentikan langkahnya.
"Mars sebenarnya aku...."
"Hai Amara...." sapa Bara sambil merangkul pundak Amara, membuat Amara kembali mengurungkan niatnya untuk meminta maaf pada Mars.
Amara hanya tersenyum ketika Bara menyapanya, dan menjawab kabarnya baik, ketika Bara menanyakan kabar dirinya.
"Amara nanti malam kamu ikut ke acara ulang tahun Mars kan?" tanya Clara, walau sebenarnya ia hanya memastikan apakah Amara diundang oleh Mars.
"Nanti malam?? Tidak, aku tidak ikut." jawab Amara tanpa bertanya dimana ulang tahun itu di laksanakan, lagi pula Mars juga tidak mengundangnya.
"Ayolah datang Mara, kalau nggak ada kamu nggak seruuu..." rayu Bara sambil menggoda dengan senyuman dan satu kedipan mata karena memang Bara suka bercanda.
"Aku nggak janji." jawab Amara tanpa bertanya pesta ulang tahun itu di gelar, karena sudah pasti ia tidak akan datang.
Keluarganya pasti tidak akan mengijinkan jika dirinya pergi malam hari, terlebih tanpa ada Rebbeca atau Amar yang akan mendampingi.
"Mana mungkin Amara datang ke bar sayangggg... " jawab Clara sedikit memprovokasi.
"Baiklah aku pulang dulu." Amara pamit pada semua, ia oun mengurungkan niatnya untuk memintakan maaf Amar pada Mars.
Sedangkan Mars terdiam menatap Amara tanpa berbicara, walau ia juga penasaran apa yang ingin di ucapkan barusan sebelum teman temannya hadir.
"Amara...." panggil Bara, membuat Amara menoleh kembali pada Bara.
"Lavela Bar, jam tujuh malam. Kami menunggumu." lanjut Bara.
Melihat Mars yang belum mengambil langkah, Bara memutuskan untuk memberi jalan. Ia tahu jika Mars tidak bisa melupakan Amara, hanya ego saja yang membuat hati Mars tersiksa dalam diam. Bahkan disaat Bara memberi jalan pun Mars hanya bisa melihat Amara, tanpa ada respon.
"Aku sudah memberi jalan Bro. Selanjutnya terserah kamu yang akan melangkah." bisik Bara agar tidak di dengar oleh Clara, karena Clara memandang kepergian Amara dengan pandangan tidak suka.
Mars menatap Bara dengan diam, sedangkan Bara hanya menganggukan kepala. Mars pun memandang kepergian Amara, sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengejar Amara.
"E.... Kemana kita akan ...." ucap Clar ketika ia berbalik menghadap kedua sahabatnya, hanya saja belum sempat ia selesai berbicara, Mars sudah menepuk pundak Clara dua kali, menandakan jika dirinya pamit tidak ikut bersama mereka.
Clara menatap kesal kepergian Mars, ia semakin benci melihat Amara. Semenjak kehadiran Amara, Mars semakin membuat jarak pertemanan mereka.
"Amara.... " panggil Mars ketika sudah agak dekat jarak mereka, dan Amara pun menoleh kemudian menghentikan langkahnya.
"Kamu tadi ingin bicara apa?" tanya Mars penasaran.
Nyatanya, sudah beberapa hari Mars mencoba menghilangkan rasa terhadap Amara, ia justru semakin tersiksa sendiri. Bayang bayang Amara selalu ada di setiap kesendiriannya, terlebih di waktu malam. Ia butuh minuman alkohol untuk bisa menghilangkan pikirannya tentang Amara.
"eee.... Sebenarnya aku ingin meminta maaf atas nama Amar, aku tahu dia tidak seharusnya seperti itu padamu. Bagaimana pun kamu sudah menolong Ayahku." jawab Amara.
Mars mengangguk mendengar penuturan Amara, sejujurnya bukan ini yang ia harap dari bibir Amara.
"Lagi pula kamu kekasih Rebbeca, kedepannya semoga kita bisa menjadi teman baik, jadi aku juga minta maaf padamu." tambah Amara
"Kekasih Rebbeca?" batin Mars yang membuatnya bisa tersenyum.
Mars pun mundur perlahan mendekati mobilnya yang sudah di sampingnya sekarang, sedangkan amara masih melihat ke arah Mars, karena perkataanya tidak di jawab dan hanya tersenyum saja. Bahkan Mars berjalan mundur dengan tidak memutuskan pandangan dari Amara.
"Sekarang kita berteman bukan, jadi mari aku antar pulang." ucap Mars
"Tidak Mars, aku.."
"Kita bertemankan?" potong Mars dengan sudah membuka pintu mobilnya di samping kemudi.
Amara menoleh ke kanan dan ke kiri, dan akhirnya ia pun masuk ke dalam mobil juga akhirnya, karena Mars memaksa dengan isyarat mata agar masuk ke dalam mobil.
Clara yang masih terus memandang Amara dan Mars pun semakin menunjukan wajah sinis juga kesal. Sedangkan Bara juga terus memandang Clara, dan hanya bisa berbisik dalam batinnya sendiri.
"Tidak bisakah kamu melihat Pria yang di sampingmu ini walau hanya sebentar Clara?"
"Aku rasa Mars tidak membutuhkan kita hadir di pestanya lagi sekarang." kesal Clara
"Itu hanya perasaanmu saja. Ayo pulang!" kata Bara dengan menarik tangan Clara, sedangkan dirinya melangkah di depan lurus tanpa menoleh ke wajah Clara.
Di dalam mobil Clara terus menggerutu dengan sikap Mars yang semakin berbeda dengan Mars yang ia kenal sebelumnya. Dan perubahan Mars semenjak Amara itu datang, sehingga Clara secara tidak langsung menyalahkan, jika Amara datang merusak persahabatan mereka. Bara hanya diam saja, karena ia sibuk dengan pikirannya.
Selama ini Bara yang selalu menjemput dan mengantarkan pulang Clara, bahkan ketika kesepian Bara yang menemani, ketika Clara terjatuh, Bara yang ada datang menolong, bahkan ketika terlibat masalah, tidak perduli Clara salah atau benar, Bara yang akan pasang badan untuknya.
Sebagai anak tunggal tanpa seorang ayah, Ibunya harus berjuang keras untuk menghidupi Clara. Ia adalah wanita karir yang sangat tidak ada waktu untuk Clara, dan dalam kesepian itu, selalu Bara yang akan ada pertama kali untuknya. Namun, apa yang dilakukan Bara, nyatanya tidak bisa menggeser kedudukan Mars di hati Clara.
Bersambung.....