Hanum Salsabiela terpaksa menerima sebuah perjodohan yang di lakukan oleh ayahnya dengan anak dari seorang kyai pemilik pondok pesantren tersohor di kota itu. Tidak ada dalam kamus Hanum menikahi seorang Gus. Namun, siapa sangka, Hanum jatuh cinta pada pandangan pertama saat melihat sosok Gus yang menjadi suaminya itu. Gus Fauzan, pria yang selalu muncul di dalam mimpinya, dan kini telah resmi menikahinya. Namun siapa sangka, jika Gus Fauzan malah telah mencintai sosok gadis lain, hingga Gus Fauzan sama sekali belum bisa menerima pernikahan mereka. “Saya yakin, suatu saat Gus pasti mencintai saya“ Gus Fauzan menarik satu sudut bibirnya ke atas. “Saya tidak berharap lebih, karena nyatanya yang ada di dalam hati saya sampai sekarang ini, hanya Arfira..” Deg Hati siapa yang tidak sakit, bahkan di setiap malamnya suaminya terus mengigau menyebut nama gadis lain. Namun, Hanun bertekad dirinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
Hanum berjalan di trotoar sana, dirinya memang sengaja tidak naik taksi karena dirinya ingin ke sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari sana. Dirinya sewaktu kuliah dulu memang sering datang ke taman itu, kadang Hanum duduk di sebuah kursi sambil mengerjakan skripsinya. Dan siapa sangka, dirinya rindu saat-saat seperti itu.
Hanum bahkan betah berlama-lama di tempat itu, tempat yang terasa sejuk, apalagi ada sebuah pohon besar di sana, dirinya bahkan menikmati hembusan angin yang bertiup pelan.
Hanum berjalan dengan cepat saat melihat taman itu sudah dekat dengannya.. Rasanya dirinya sangat rindu karena sudah lama tidak mengunjungi tempat itu.
Sekalian bukan, saat dirinya ada di luar seperti saat sekarang ini, Hanum datang ke sana. Dirinya juga ingin merilekskan hati dan pikirannya karena terus berjuang dalam hubungan pernikahannya.
Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, terdapat sebuah taman yang memancarkan keindahan yang tidak terduga. Taman ini dikelilingi oleh pepohonan rindang yang menjulang tinggi, menciptakan kanopi alami yang menyediakan keteduhan yang menyegarkan bagi pengunjung.
Di bawah naungan pepohonan tersebut, terhampar rerumputan hijau yang terawat dengan baik, memberikan kesan kesegaran dan ketenangan.
Di sepanjang jalur setapak yang berliku, terdapat deretan bunga-bunga tropis yang mekar dengan warna-warni cerah, menambah semarak suasana.
Beberapa bangku taman yang terbuat dari kayu terletak strategis di beberapa titik, mengundang siapa saja untuk duduk dan menikmati pemandangan atau sekadar beristirahat. Suara gemericik air dari sebuah air mancur kecil di tengah taman menambah suasana tenang dan damai. Air mancur tersebut dikelilingi oleh batu-batu alam dan tanaman air, menciptakan miniatur oasis yang menarik di tengah kota.
Taman ini menjadi tempat yang ideal untuk warga Jakarta yang mencari ketenangan dari kepadatan dan kebisingan kota. Sebagai tempat peristirahatan dan rekreasi, taman ini berhasil menggabungkan keindahan alam dengan desain yang terencana dengan baik, menciptakan ruang terbuka yang indah dan fungsional bagi semua orang yang mengunjunginya.
Hanum menatap beberapa orang yang memang ada di taman itu. Ini masih pagi, mereka joging di sana. Apalagi hari ini hari libur, pastinya banyak yang meluangkan waktu mereka pergi ke taman ini..
Hanum tersenyum kecil, saat melihat seorang anak kecil yang sedang bermanja dengan ayahnya. Itu membuat Hanum teringat oleh sang ayah..
"Ayah, kenapa di sana ada air mancurnya? Kenapa harus ada banyak sekali bunga? Kenapa ada ayunan dan bangkunya juga?" Cerca bocah enam tahun itu cerewet sekali.
Ahmad tersenyum tipis, lalu mencubit gemas pipi gembul anak perempuannya itu. "Ya harus dong, biar cantik dan tambah banyak yang datang"
Hanum mengerucutkan ujung bibirnya, "padahal Hanum pengen taman ini kosong, cuman Hanum aja dan ayah yang datang."
Ahmad terkekeh, tak mempedulikan celotehan anaknya itu, dirinya langsung menunjuk ke arah mamang penjual balon. "Lihat ada balon" tunjuk Ahmad, membuat mata Hanum berbinar ceria.
"Hanum mau!!!" Seru Hanum semangat.
Ahmad tersenyum, "nah, kalau tamannya kecil, nanti mamang jualan balon-nya nggak ada, jadi gimana?"
Kepala Hanum menggeleng. "Nggak deh. Hanum mau ramai aja, biar banyak orang. Biar ada yang jual balon." Seru Hanum dan langsung menarik-narik lengan Ahmad membawanya ke tempat penjualan balon.
Hanum tersenyum tipis, rasanya sudah lama sekali semenjak itu dirinya tak bisa ke taman lagi dengan ayahnya. Entah karena apa, tapi ayahnya selalu mengatakan sibuk, padahal mereka masih bisa datang ke tempat ini waktu weekend. Ya, walaupun ayahnya mengucapkan hal itu dengan lembut, tapi seperti ada yang berbeda dengan ayahnya...
Entahlah, Hanum tidak tau.
Hanum menghela nafasnya kasar, dirinya berjalan ke sebuah pohon rindang di sana, dan betapa terkejutnya Hanum saat melihat dua orang yang duduk di sebuah kursi panjang di bawah pohon sana.
Itu suaminya dengan seorang wanita.
Walaupun mereka duduk berjarak, tapi tetap saja, rasanya tidak pantas.
Apalagi saat suaminya tampak akrab dengan wanita itu. Jadi, alasan menurunkan Hanum di jalan tiba-tiba karena ada urusan penting, ini yang di maksud suaminya? Dan urusan itu bertemu dengan seorang wanita.
Hanum tersenyum kecut, sambil meremas dadanya yang terasa sakit.
Dirinya berjalan perlahan, dan bersembunyi di sebalik pohon besar itu, dirinya ingin mendengar apa yang akan di bicarakan oleh mereka.
*
"Aku bersedia menikah sama kamu, Fauzan,"
Deg
Perkataan Arfira membuat Gus Fauzan tersentak, matanya melebar, tenggorokannya nyaris tercekat. "A-apa?"
"Ya aku bersedia menikah sama kamu. Aku udah pikirin semuanya matang-matang. Dan aku nggak mau menundanya lagi. Jadi, mari kita menikah Fauzan. Bukankah kita saling mencintai? Bahkan kita memiliki perasaan itu sudah lama sedari kita sekolah. Dan beberapa waktu yang lalu, kamu juga membicarakan tentang pernikahan ini, dan aku setuju." Ucap Arfira.
Gus Fauzan mendesah, andai saja Arfira mengatakannya saat dirinya sedang sendiri dirinya pasti akan senang dan bahagia, tapi kali ini Arfira mengatakannya saat dirinya sudah menikah.
Tidak mungkin dirinya meminta pada Abi dan ummi-nya untuk melamar Arfira saat seperti ini, bisa-bisanya dirinya di omelin dan mereka juga tidak akan pernah merestuinya.
Gus Fauzan memang seorang Gus, dirinya anak laki-laki satu-satunya kyai Al-Ghazali yang akan memimpin pondok pesantren itu, namun sikapnya masih belum sepenuhnya berubah, dirinya masih terbawa oleh sifatnya yang dulu saat berada di SMA. Begitupun saat ini menemui Arfira. Bahkan dirinya tidak merasa canggung sama sekali, padahal hal itu dosa besar, karena sudah menemui wanita yang bukan mahramnya.
"Fir, kok kamu tiba-tiba ambil keputusan seperti ini?" Tanya Gus Fauzan sambil mengerutkan keningnya. Sebab sebelumnya Arfira lah yang menolaknya mentah-mentah.
Arfira menggigit bibirnya dengan kuat, tangannya mencengkram kuat hijab panjang yang di kenakan olehnya, bahkan biasanya Arfira yang selalu tampil cantik itu kini tidak. Bahkan Arfira tampil berantakan, dan tanpa makeup sedikitpun.
Gus Fauzan tersentak saat tak ada jawaban apapun yang keluar dari mulut Arfira.
"Fir, kamu baik-baik aja? Kamu kenapa? Dan kenapa kok kamu tiba-tiba ngajak aku menikah?"
Arfira tersenyum kecut. "Jadi, kamu nggak mau menikah sama aku? Padahal kemarin-kemarin kamu yang ngotot banget pingin nikah sama aku? Tapi sekarang? Mestinya yang tanya begitu aku bukan kamu?!" Sentak Arfira yang tersulut emosi, dadanya bahkan naik turun.
Gus Fauzan tersentak saat mendengar amarah gadis itu, pasalnya dirinya tak pernah sekalipun melihat Arfira marah, tapi ini.
"Fir, nggak begitu. Kamu saya cuman tanya? Kamu kemarin juga di ajak menikah nggak mau."
"Terus, kalau sekarang aku mau, kamu udah nggak ada feeling lagi gitu sama aku? Iya?! Oh jadi begitu ya, pantas saja susah banget di hubungi beberapa hari ini, di ajak ketemu juga susah" kata Arfira sambil mendengus sebal.
Gus Fauzan menggelengkan kepalanya. "Nggak begitu. Saya nggak seperti itu." Lalu dirinya menghela nafasnya kasar. "Saya akan bicarakan ini dengan keluarga saya dulu, nanti saya akan datang menemui kamu lagi" ucap Gus Fauzan, membuat Arfira mengerutkan keningnya.
"Kenapa mesti bilang sama orang tua kamu?!" Sentak Arfira marah.
Gus Fauzan kembali menghembuskan nafasnya kasar, "mereka keluarga saya, saya harus meminta restu dulu, Fir." Ucap Gus Fauzan walaupun dirinya tidak yakin jika keluarganya akan memberi restu. Apalagi saat ini Hanum menjadi kesayangan ummi. Mungkin ummi-nya yang akan menolak keras.
Arfira menganggukkan kepalanya, tidak mempermasalahkan hal itu, yang terpenting dirinya dan Gus Fauzan bisa menikah segera.
Sedangkan Hanum yang ada di sebalik pohon rindang itu membekap mulutnya, sungguh ini sangat menyakitkan, dan dirinya sampai meneteskan air matanya. Bagaimana bisa dirinya baru menikah belum ada setahun, tapi suaminya sudah berniat menikah lagi...
*
ada yah Gus macam itu
🤦🤦🤦🤦
bikin Emosi dan Kesel soal Gus Abal-abal yg sok Suci dan Bener itu 😡😤
biar ucapannya dilihat sendiri... siapa yg demikian hina nya melakukan apa yg dituduh kan nya itu 😡😡😡😤
itulah akibat nya, bergaul dengan lawan jenis walau disebut Klien..
intinya Barangsiapa telah melanggar aturan Alloh, pasti ada Akibat yg di Tanggung nya !!!