NovelToon NovelToon
Ketika Cinta Ditentang Takdir

Ketika Cinta Ditentang Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Konflik etika / Persahabatan / Angst / Romansa / Roh Supernatural / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

Bayu, seorang penyanyi kafe, menemukan cinta sejatinya pada Larasati. Namun, orang tua Laras menolaknya karena statusnya yang sederhana.

Saat berjuang membuktikan diri, Bayu tertabrak mobil di depan Laras dan koma. Jiwanya yang terlepas hanya bisa menyaksikan Laras yang setia menunggunya, sementara hidup terus berjalan tanpa dirinya.

Ketika Bayu sadar dari koma, dunia yang ia tinggalkan tak lagi sama. Yang pertama ia lihat bukanlah senyum bahagia Laras, melainkan pemandangan yang menghantam dadanya—Laras duduk di pelaminan, tetapi bukan dengannya.

Dan yang lebih menyakitkan, bukan hanya kenyataan bahwa Laras telah menikah dengan pria lain, tetapi juga karena pernikahan itu terpaksa demi melunasi hutang keluarga. Laras terjebak dalam ikatan tanpa cinta dan dikhianati suaminya.

Kini, Bayu harus memilih—merebut kembali cintanya atau menyerah pada takdir yang terus memisahkan mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Menyerempet

Boni menatapnya sekilas, lalu mengalihkan pandangan. Rahangnya mengeras. Ia menghela napas, tapi tak ada kata-kata yang keluar.

Laras semakin khawatir. "Boni, bilang sesuatu. Kamu kenapa?"

Boni menelan ludah, mencoba membuka mulut, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Seakan jika ia mengatakannya, maka semuanya akan menjadi nyata—kenyataan yang tak sanggup ia terima.

Akhirnya, dengan suara parau, ia berkata, "Bayu... dibawa pergi."

Laras mengerjap. "Apa maksudmu?"

Boni mengalihkan pandangannya ke arah rumah sakit, matanya berkaca-kaca. "Aku datang ke sini untuk menjenguknya… tapi dia sudah tidak ada. Seseorang datang, mengaku sebagai keluarganya, dan membawanya pergi. Aku tidak tahu siapa mereka. Aku bahkan tidak bisa menghubungi mereka…"

Suaranya semakin serak di akhir kalimat. Matanya yang merah menatap kosong ke depan, seperti seseorang yang baru saja kehilangan segala-galanya.

Laras terdiam, meresapi kata-kata itu. Hatinya mencelos.

Bayu menghilang.

Pria yang selama ini menjadi pusat dunianya, satu-satunya yang selalu ia perjuangkan, kini dibawa pergi tanpa jejak.

Dadanya terasa sesak. Laras menggigit bibirnya, berusaha menahan guncangan yang melanda. Ia rela mengorbankan segalanya untuk Bayu—waktu, tenaga, uang, bahkan harga dirinya. Tapi sekarang… ia bahkan tidak tahu di mana Bayu berada.

Ia menatap Boni yang berdiri di hadapannya. Pria itu mungkin bukan saudara kandung atau keluarga Bayu, tapi Laras tahu betapa besar kasih sayangnya. Dan sekarang, mereka sama-sama kehilangan orang yang paling mereka cintai.

Tanpa ragu, Laras mengulurkan tangannya, menggenggam lengan Boni dengan erat. "Kita pasti bisa menemukan Bayu," suaranya bergetar, tapi penuh ketegasan. "Kita akan cari tahu siapa yang membawanya pergi. Aku tidak peduli seberapa jauh, aku tidak akan menyerah."

Boni hanya menatapnya, sorot matanya dipenuhi luka yang sulit disembunyikan. Bibirnya melengkung membentuk senyuman tipis, tapi yang terdengar dari mulutnya hanyalah tawa kecil—tawa yang lebih mirip kepahitan daripada kebahagiaan.

"Bagaimana kalau kita tidak bisa menemukannya, Laras? Luar negeri itu begitu jauh, luas, dan asing."

Laras mengernyit. "Luar negeri?"

Boni mengangguk pelan, matanya menatap kosong ke lantai. "Dengan koneksi kita? Jangankan luar negeri, mencari seseorang di luar kota saja kita pasti kesulitan."

Laras terdiam sejenak, hatinya mencelos. Ia tahu Boni benar. Mereka bukan orang yang punya kuasa atau kekayaan untuk dengan mudah menelusuri jejak seseorang di negara lain. Tapi...

Tanpa ragu, Laras mengeratkan genggamannya pada tangan Boni, seolah ingin mentransfer keyakinan yang masih tersisa dalam dirinya. Matanya menatap dalam, penuh tekad.

"Kalau begitu… aku tetap akan mencarinya. Sampai kapan pun. Kita bisa mengumpulkan uang, kita bisa mencari cara untuk pergi ke sana. Aku tidak akan menyerah."

Boni menatapnya, dan untuk pertama kalinya sejak kehilangan Bayu, ada secercah cahaya di matanya—kecil, nyaris padam, tapi masih ada.

Boni terdiam. Dalam hening, Laras bisa melihat sesuatu di mata pria itu—bukan hanya rasa sakit, tetapi juga harapan yang perlahan menyala di tengah kehampaan.

***

Laras menghela napas panjang sebelum menyalakan motornya. Hari ini terasa begitu melelahkan, pikirannya dipenuhi dengan Bayu yang tiba-tiba menghilang. Ia ingin segera pulang dan menenangkan diri.

Namun, baru saja ia keluar dari area parkiran rumah sakit dan masuk ke jalan utama, sebuah mobil sedan hitam melaju dari belakang. Laras mendengar suara klakson mendekat dengan cepat, dan sebelum ia sempat menghindar, mobil itu menyerempet bagian belakang motornya.

"Aah!" Laras terkesiap saat tubuhnya kehilangan keseimbangan. Ia berusaha menahan laju motornya agar tidak terjatuh, tapi tetap saja tubuhnya sedikit oleng. Untunglah ia berhasil menghentikan kendaraan tepat waktu.

Mobil yang menyerempetnya pun berhenti mendadak. Seorang pria keluar dengan ekspresi panik. "Ya Tuhan! Maafkan aku, aku tidak sengaja!" katanya sambil bergegas menghampiri Laras.

Laras mengusap lututnya yang terasa perih. Tidak terlalu parah, hanya sedikit lecet. Motornya pun tidak mengalami kerusakan yang berarti.

"Kamu baik-baik saja?" Pria itu, yang tak lain adalah Edward, kembali bertanya, suaranya dipenuhi rasa khawatir.

Laras mengangkat wajah, menatap pria yang tidak dikenalnya. Dari penampilannya, pria itu tampak berkelas dengan jas rapi dan wajah yang tak asing, meskipun ia yakin belum pernah bertemu dengannya sebelumnya.

"Aku baik-baik saja," jawab Laras singkat.

Edward tampak lega, tetapi masih menunjukkan kepeduliannya. "Aku benar-benar minta maaf. Aku reflek membanting setir karena ada motor lain tiba-tiba muncul dari samping. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

Laras menatap mobil pria itu, lalu kembali menatapnya. Meski merasa tak sepenuhnya percaya, ia tak punya bukti bahwa pria ini melakukannya dengan sengaja.

"Aku nggak perlu ke rumah sakit," katanya tegas.

Edward menghela napas. "Kalau begitu, izinkan aku mengganti rugi. Setidaknya biarkan aku membayar biaya perawatan atau apa pun yang kamu butuhkan."

Laras menggeleng. "Tak perlu. Aku masih bisa mengurus diriku sendiri."

Edward tersenyum tipis, lalu mengeluarkan selembar kartu nama dari sakunya dan menyodorkannya. "Baiklah, tapi kalau berubah pikiran, ini kartu namaku. Kamu bisa menghubungiku kapan saja."

Laras menerima kartu itu tanpa melihatnya dan hanya memasukkannya ke dalam sakunya.

"Sekali lagi, aku benar-benar minta maaf," kata Edward sebelum kembali ke mobilnya.

Laras masih berdiri di tempatnya, menatap mobil yang menjauh dengan ekspresi berpikir. Ia tidak tahu siapa pria itu, tapi firasatnya mengatakan bahwa kejadian ini bukan sekadar kebetulan.

Sementara Edward menghela napas kasar, jemarinya mengetuk-ngetuk setir dengan gelisah. Matanya tertuju pada bayangan Laras di kaca spion yang semakin mengecil. Gadis itu tetap sulit didekati, bahkan setelah ia pura-pura menyerempet motornya. Seharusnya, itu menjadi kesempatan baginya untuk lebih dekat, tapi ternyata Laras tetap menjaga jarak. Gadis itu tidak terlalu waspada, terlalu mandiri.

Edward mendengus kecil, lalu meraih ponselnya. Jika cara langsung tak berhasil, maka ia akan menggunakan cara lain.

Ia tidak akan menyerah begitu saja.

Dengan gerakan cepat, Edward meraih ponselnya dan mencari nama Darma dalam daftar kontaknya, setelah menemukannya, ia langsung melakukan panggilan.

Tak butuh waktu lama sebelum suara Darma terdengar di ujung telepon. "Selamat sore, Pak Edward."

Edward langsung memasang nada ramah. "Sore, Pak Darma. Maaf mengganggu di luar jam kerja. Saya ingin menebus kesalahan saya tempo hari."

"Kesalahan?" Darma terdengar bingung.

"Ya, waktu itu saya mengajak Bapak dan keluarga makan malam, tapi malah pergi sebelum sempat makan bersama. Saya merasa tidak sopan, apalagi sebagai atasan yang baru saja mempromosikan Anda. Saya ingin menebusnya dengan mengundang Bapak dan keluarga untuk makan malam lagi."

Darma terkekeh kecil. "Ah, Pak Edward tidak perlu repot-repot. Kami mengerti kok, kalau ada urusan mendadak."

"Tidak, tidak, ini penting bagi saya," Edward menyela dengan nada bersikeras. "Saya akan sangat senang jika Bapak membawa seluruh keluarga. Saya ingin mengenal mereka lebih baik. Anggap saja ini sebagai apresiasi saya untuk kerja keras Bapak."

Darma terdiam sejenak, lalu tertawa senang. "Wah, kalau begitu, tentu saja kami akan datang. Terima kasih, Pak Edward. Saya yakin istri dan anak-anak saya juga akan senang."

Edward tersenyum tipis. "Bagus. Sampai jumpa di sana, Pak Darma."

Begitu telepon ditutup, ekspresi ramah di wajah Edward langsung berubah. Senyumnya meredup, berganti dengan tatapan penuh perhitungan.

"Laras, kau boleh menolakku sekarang, tapi aku akan menemukan caraku sendiri untuk masuk ke dalam hidupmu. Kali ini, kau tak bisa menghindar dariku, Laras. Aku akan pastikan kau datang."

***

Laras baru saja melepas tasnya ketika suara ayahnya menggema di ruang keluarga.

"Wati, Sherin, Laras, ada kabar baik! Pak Edward mengundang kita makan malam lagi."

Laras yang sedang melepas sepatu langsung menoleh dengan dahi berkerut. "Pak Edward?"

Wati, yang sedang duduk di sofa, langsung terlihat antusias. "Benarkah? Wah, Pak Edward memang orang yang baik. Jarang ada atasan yang begitu perhatian pada bawahannya."

Sherin, yang sedang bercermin sambil mencoba lipstik barunya, langsung berbalik dengan mata berbinar. "Serius, Yah? Kali ini di mana? Restoran mewah lagi?"

Darma tertawa. "Tentu saja. Dia bilang ingin menebus kesalahannya tempo hari karena pergi mendadak sebelum sempat makan bersama kita."

Sherin mendecak kecil. "Ya ampun, Pak Edward itu benar-benar pria yang bertanggung jawab." Ia menatap bayangannya di cermin dan tersenyum penuh percaya diri. Jika tempo hari ia gagal menarik perhatian pria berkelas seperti Edward, maka kali ini ia harus berhasil.

Namun, berbeda dengan ibunya dan adiknya, Laras justru merasa ada yang aneh.

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
abimasta
selamatka laras dar keegoisan ortunya bayyuu dan habisi edward yg sudah menabrakmu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
selamatkan laras, Bayu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
yes bayu kembali... 😭😭😭😭😭... selamatkan juga laras dari kejahatan Edward & Sherin, bayu...
syisya
ayo bay muncullah
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
apakah Edward memang se maha Kuasa itu? tak adakah hukum untuknya? bisa semena-mena begitu?
Ranasartika Lacony
lsg viralin aja Bon, si Edwin
Ranasartika Lacony
lsg viralin aja Bon, si Beni
abimasta
laras lagi yang jadi korban
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
apa yg laras khawatirkan pun terjadi. lekaslah sembuh bayuuu... boni & laras butuh hadirmuuuu
Dek Sri
lanjut
syisya
belum tau aja tu darma&wati kalau calon mantu yg selama ini kalian tidak restui itu adalah pewaris tunggal, bos besar..hidup laras nantinya akan bahagia tanpa dia tau perjuangan hubungan mereka selama ini tidak sia" bahwa bayu sebenarnya adalah anak orang kaya..sabar ya bon sebentar lagi semoga semua perbuatan baikmu akan dibalas oleh bayu karna dia tidak akan benar" meninggalkanmu yg sudah dianggap seperti saudara
Vincen Party
tenanglah....Bayu psti akan DTG genti membantumu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bagus laras. ayo bayu, cari solusi. semangat!
Vincen Party
jujur.....maaf TPI q GK suka cerita Edwar terlalu byk Thor.....tlng fokus ke bayu dan boni
abimasta
jangan sampai laras jatuh ke tangan edward
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
bayu, kenapa kau tak meminta papamu mempertemukanmu dengan boni & laras?
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
semoga laras berhasil menyelamatkan adiknya. semangat laras
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
ini bukan naif tapi tamak. mereka akan terjebak edward
syisya
dasar matre, nanti kalau habis manis sepah dibuang baru nangis" kau sherin 🤭
syisya
sudah jatuh tertimpa tangga ya bon, semoga Bayu cepat pulih agar bisa membantu keadaan Boni🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!