Ini kisah Riana , gadis muda yang memiliki kekasih bernama Nathan . Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama , dan ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan .
Namun kejadian tak terduga pun terjadi , Riana memelihat Nathan sedang bermesraan dengan teman masa kecilnya sendiri. Riana yang marah pun memutuskan untuk pergi ke salah satu klub yang ada di kotanya .Naasnya ada salah satu pengunjung yang tertarik hanya dengan melihat Riana dan memberikannya obat perangsang dalam minumannya .
Dan Riana yang tidak tahu apa-apa pun meminum minuman itu dan membuatnya hilang kendali atas tubuhnya. Dan saat laki - laki tadi yang memasukan obat akan beraksi , tiba-tiba ada seorang pria dewasa yang menolongnya. Namun sayangnya obat yang di kasi memiliki dosis yang tinggi sehingga harus membuat Riana dan laki - laki yang menolongnya itu terkena imbasnya .
Dan saat sudah sadar , betapa terkejutnya Riana saat tahu kalau laki-laki yang menidurinya adalah calon ayah mertuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodiah Karpiah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Delapan Belas
Rania merasa jantungnya berdegup kencang. Ia sudah berusaha menghindari momen ini, tetapi Bagaskara justru melangkah lebih jauh dari yang ia bayangkan.
Pak Rudi dan Bu Ani menunggu jawaban Bagaskara dengan tak sabar , mereka ingin segera mengetahui alasan Bagaskara datang kesini hari ini.
Bagaskara yang ditatap seperti itu pun tetap tenang, namun kali ini ia balas menatap langsung ke mata Pak Rudi. "Saya ingin keluarga Anda tahu yang sebenarnya. Rania sedang mengandung." Ucap Bagaskara pada akhirnya , ia tidak ingin berbohong pada mereka. Dan Rania yang sedari tadi mendengarkan pun kaget dengan apa yang dikatakan oleh Bagaskara , ia tidak menyangka kalau Bagaskara akan jujur dengan secepat ini.
Keheningan pun menyergap ruangan ini.
Bu Ani menutup mulutnya dengan tangan, matanya membesar karena terkejut. Sementara Pak Rudi, wajahnya berubah tegang, matanya kini menatap Rania dengan tatapan penuh pertanyaan sekaligus kekecewaan.
"Rania… apa yang dikatakan pria ini benar?" suara Pak Rudi terdengar lebih berat dari biasanya.
Rania menggigit bibir bawahnya, meremas ujung bajunya dengan tangan yang gemetar. Ia tahu bahwa pada akhirnya ia harus mengatakan yang sebenarnya, tetapi ia tidak menyangka semuanya akan terjadi secepat ini.
Dengan napas yang bergetar, Rania akhirnya mengangguk. "Iya, Pak… aku hamil." ucapnya yang mau tidak mau berkata jujur pada orang tuanya itu.
Pak Rudi yang mendengar perkataan anaknya itu pun mengembuskan napas panjang, kemudian menyandarkan tubuhnya ke sofa. Wajahnya yang biasanya tegas kini terlihat begitu lelah. "Astaga, Rania… Bagaimana bisa kau menyembunyikan hal sebesar ini dari kami?"ucapnya sambil menatap Rania kecewa.
"Aku… aku takut, Pak," jawab Rania lirih. "Aku tidak ingin kalian kecewa." Ucapnya sambil menundukkan kepalanya.
"Kecewa?" Bu Ani akhirnya bersuara, suaranya sedikit bergetar. " Orang tua mana yang tidak kecewa , saat anaknya yang sudah ia didik susah payah bertindak sejauh ini ! " Ucap Bu Ani lagi sambil menatap anaknya nyalang.
Bagaskara masih duduk tegak di tempatnya, tidak mengalihkan pandangan dari Pak Rudi. "Saya tahu ini bukan hal yang mudah diterima. Saya juga tidak ingin situasi ini membebani Rania lebih dari yang sudah ia rasakan. Karena itu, saya ingin bertanggung jawab." Ucapnya lagi yang mampu membuat seluruh pasang mata memandangnya.
Pak Rudi mengangkat wajahnya, sorot matanya tajam. "Tanggung jawab? Apa maksud Anda?" Tanya pak Rudi , di dalam tatapannya ada marah dan bertanya-tanya.
"Saya yang menghamili Rania , dan saya pasti akan bertanggung jawab atas apa yang kami lakukan" ucap Bagaskara dengan tegas , tanpa ada keraguan sedikitpun dalam dirinya.
Kata-kata Bagaskara itu mampu membuat suasana di dalam rumah semakin menegang. Bu Ani menatap Bagaskara dengan mulut terbuka, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
Pak Rudi menghela napas panjang, lalu mengamati pria yang duduk di hadapannya. "Anda bilang ingin menikahi anak saya?" tanyanya yang kali ini menatap Bagaskara dari atas sampai bawah .
Bagaskara yang mendengar perkataan dari pak Rudi pun menganggukkan kepalanya. "Saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya. Saya ingin memastikan Rania dan anak kami mendapatkan kehidupan yang layak." Ucapnya lagi dengan tegas , tidak memperdulikan tatapan tajam dari kedua orang tua Rania itu.
Rania yang mendengar hal itu pun menundukkan kepala, ia merasa semakin sulit bernapas. Ia tidak tahu bagaimana reaksi ayahnya terhadap pernyataan yang dibuat Bagaskara ini.
Pak Rudi menatap Bagaskara dalam-dalam sebelum akhirnya bersuara, "Berapa usia Anda?" Tanyanya pada akhirnya .
Bagaskara tidak terkejut dengan pertanyaan itu, karena mau bagaimana pun usianya memang terpaut cukup jauh dengan Rania. "Saya empat puluh tahun." Ucapnya lagi dengan santai , saat menjawab pertanyaan Pak Rudi.
Pak Rudi yang mendengar itu pun mengepalkan tangannya di atas paha. "Empat puluh tahun… dan anak saya dua puluh satu." Ia menggelengkan kepala. "Anda sadar betapa besar perbedaan itu?" Ucap pak Rudi lagi yang tidak terima anaknya menikah dengan laki-laki yang hanya beda beberapa tahun dari orang tuanya sendiri.
"Saya sadar," jawab Bagaskara tenang. "Tapi saya tidak melihat itu sebagai halangan. Yang lebih penting adalah bagaimana saya bisa menjadi suami dan ayah yang baik." Ucapnya lagi , Bagaskara mewajarkannya jika ayah Rania berkata seperti itu .
Pak Rudi tertawa kecil, tapi tanpa humor. "Ini sungguh gila," gumamnya.
Bu Ani yang sejak tadi diam, akhirnya menatap Rania dengan mata berkaca-kaca. "Nak… kau sendiri, apakah kau ingin menikah dengan pria ini?"
Rania menegang. Ia menoleh ke arah Bagaskara, lalu ke orang tuanya. "Aku… aku setuju menikah dengan pak Bagaskara ! " Ucapnya pada akhirnya , saat ini di dalam otaknya hanya itu pilihan satu-satunya.
Pak Rudi mendadak berdiri dari tempat duduknya, napasnya memburu.
"Apa kau bilang?!" suara beratnya bergema di ruangan sempit itu. Matanya menatap Rania dengan kekecewaan yang dalam, seolah putrinya baru saja mengucapkan sesuatu yang tidak masuk akal.
Rania menelan ludah dengan susah payah, tubuhnya menegang. "Pak… Aku tahu ini sulit diterima, tapi—"
PLAK!
Sebuah tamparan keras melayang ke pipi Rania sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.
Namun, tamparan itu tidak pernah sampai ke wajahnya.
Dalam sekejap, Bagaskara bergerak cepat, menangkap pergelangan tangan Pak Rudi dengan erat. Tatapan matanya dingin, penuh ketegasan yang tidak bisa digoyahkan.
"Cukup," suara Bagaskara terdengar dalam dan mengancam. "Jangan pernah Anda angkat tangan kepada Rania." Ucapnya sambil menatap tajam calon ayah mertua yang umurnya hanya berbeda beberapa tahun dari dirinya itu.
Pak Rudi menggeram, mencoba menarik tangannya, tapi cengkeraman Bagaskara tidak goyah sedikit pun. "Lepaskan saya!" bentaknya penuh amarah.
Bagaskara tetap diam sejenak sebelum akhirnya melepaskan cengkeramannya dengan perlahan, membiarkan Pak Rudi menarik tangannya sendiri.
Bu Ani menjerit kecil, matanya berkaca-kaca melihat situasi yang semakin panas. "Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi…" isaknya menangisi apa yang keluarganya alami sekarang.
Pak Rudi masih menatap Rania dengan wajah penuh kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam. "Aku sudah mengorbankan segalanya untukmu, Rania. Aku membesarkanmu dengan harapan kau akan menjadi seseorang yang lebih baik. Tapi lihat sekarang, kau bahkan rela disentuh dan menikah dengan pria yang usianya hampir sama denganku! Apa yang akan di bicarakan orang-orang jika mereka tahu kamu menikah dengan pria paruh baya ! " Ucapnya lagi dengan tajam.
Dan Bagaskara yang mendengar itu pun sedikit tidak terima , meskipun umurnya empat puluh tahun namun di wajahnya tidak menunjukan penuaan sama sekali . Malahan ia tampak matang di usianya ini.
Rania meremas ujung bajunya dengan erat. Pipinya terasa panas, bukan karena tamparan—karena tamparan itu tidak pernah terjadi—tetapi karena rasa sakit yang ditimbulkan oleh kata-kata yang diucapkan oleh ayahnya.
"Pak…" suara Rania lirih, hampir tidak terdengar. "Aku tidak punya pilihan lain." ucapnya dengan putus asa , ini lah alasan Rania belum ingin memberitahu orang tuanya saat ini. Ia belum siap menerima respon orang tuanya itu , dan belum lagi ada kakak laki-lakinya yang pasti marah jika mengetahui apa yang terjadi pada dirinya.
Pak Rudi yang mendengar perkataan Rania pun tertawa, menggelengkan kepalanya. "Tidak punya pilihan lain?" ia menatap Rania tajam. "Atau kau hanya mencari jalan pintas untuk menutupi kesalahanmu?!"
"Pak, jangan bicara seperti itu—" ucap Rania yang berusaha menenangkan ayahnya namun harus terputus karena ayahnya yang menyela perkataannya.
"Sudah cukup!" bentak Pak Rudi. "Jika kau tetap pada keputusanmu, maka kau bukan anakku lagi!" ucapnya sambil menatap anaknya itu.
Dan Ucapan pak Rudi itu menusuk hati Rania seperti pisau tajam. Nafasnya tercekat, air mata menggenang di sudut matanya.
Bagaskara yang mendengar perkataan Pak Rudi pun mengepalkan tangannya. "Pak Rudi, Anda mungkin tidak setuju, tetapi mengusir Rania bukanlah jalan keluar." ucapnya yang mencoba mengubah keputusan yang diambil pak Rudi.
Pak Rudi menatap Bagaskara dengan sinis. "Jangan mengajari saya bagaimana cara mendidik anak saya!" ucapnya sambil menatap tajam Bagaskara.
Bagaskara yang mendengar perkataan pak Rudi pun tetap tenang, meskipun matanya tidak lagi menunjukkan kelembutan. "Saya hanya ingin memastikan bahwa Rania tidak dibiarkan sendirian menghadapi ini." ucap Bagaskara dengan santai.
Pak Rudi yang mendengarnya pun mendengus. "Kalau kau benar-benar ingin bertanggung jawab, buktikan kalau kau pantas. Aku tidak akan menyerahkan anakku kepada sembarang orang." ucap pak Rudi pada akhirnya sambil menatap Bagaskara , seakan-akan menantang Bagaskara.
Bagaskara menatap Pak Rudi tanpa berkedip. "Baik. Saya akan membuktikannya." ucapnya dengan lantang , ia akan membuktikan pada pak Rudi kalau ia tidak main-main dengan perkataannya.
Suasana dalam rumah itu masih tegang, tetapi kali ini ada sesuatu yang berubah.
Rania hanya bisa menggigit bibirnya, hatinya penuh ketakutan. Keputusan sudah diambil, tetapi apakah ini benar-benar jalan terbaik?
.
.
Bersambung...
Dimohon untuk tidak menjadi silent reader ya , aku menunggu keritik dan saran dari kalian 🤭🤗😍