Bella putri Jonathan usia 20 tahun gadis berpenampilan cupu, dibalik penampilannya itu ia gadis cantik dan cerdas namun semua itu ia sembunyikan
Alexander William Smith umur 26 tahun dijuluki king mafia berdarah dingin tidak memiliki belas kasihan dan tidak ragu ragu untuk melakukan apapun untuk mencapai tujuannya pengusaha nomor 1 didunia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anti Anti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perasaan cangung menyelimuti
"Melihat lembar beberapa foto membuat Bella penasaran. Mulai menelisik setiap wajah difoto itu, hingga pandangannya tertuju pada satu foto yang terbalik. Ia mengulurkan tangannya untuk mengambilnya. Ketika hendak membalik foto tersebut, suara seseorang mengagetkan Bella."
"Apa yang kamu lakukan?" ujar Alex, ketika mendengar suara sesuatu terjatuh, membuat ia khawatir. "Bella, kenapa-kenapa? Langsung masuk ke ruang ganti?"
"MM... Kotaknya tadi terjatuh. Aku sedang membereskannya," ujar Bella, menatap Alex dengan tangan mengumpulkan lembaran foto-foto itu kembali ke dalam kotak.
"Kembalilah, biar aku yang membereskannya," ujar Alex.
"Baik, kalau begitu aku keluar dulu," ujar Bella, berlalu meninggalkan Alex.
Saat keluar, Bella mengusap dadanya, lega. Alex tidak curiga kepadanya. Kemudian, ia mengambil lembar foto yang ia ambil.
"Foto bayi siapa ini? Kenapa sangat mirip denganku?" ucap Bella, mengernyitkan alisnya, menatap selembar foto bayi yang baru lahir.
"Ternyata dugaanku selama ini benar. Ini memang diriku, dan aku... Hufff... Kenapa hati ini sakit mengingat setiap hal yang menimpaku dimasa lalu? Andai waktu bisa diputar kembali, aku tidak akan bersama wanita iblis itu," ucap Bella, hanya diungkapkan dalam hati.
Setetes air mata mulai meluncur, membasahi pipinya, mengingat setiap kenangan menyakitkan yang ia alami.
...
"Jangan terus melamun, itu tidak baik untuk kesehatanmu," ujar Alex, yang baru keluar dari ruang ganti, melihat istrinya sedang melamun di balkon kamar mereka.
Sedang Bella mendengar suara suaminya, cepat-cepat menyembunyikan selembar foto ditangannya.
"Dasar geer, siapa juga yang melamun? Orang lagi melihat pemandangan sekitar," ucap Bella, berbohong.
"Cepatlah berganti pakaian. Yang lain sudah menunggu di bawah untuk sarapan," ucap Alex, kemudian berlalu meninggalkan Bella.
Mendengar itu, seketika Bella teringat karena drama kotak yang jatuh, ia sampai lupa mengganti pakaian mandinya itu. Kemudian, ia berlalu ke kamar ganti.
...
"Dimana istrimu, nak?" tanya Ara, ketika bertepatan dengan Alex di lift. "Bella masih di kamar, mi. Sebentar lagi ia turun."
"Bagaimana keadaan menantu mommy?" tanyanya, ketika melihat putranya itu duduk di sofa, bergabung dengan yang lain.
"Bella sudah baikan, mom. Bisa tanya langsung pada orangnya," lirik Alex pada seseorang yang baru keluar dari lift.
"Pagi semuanya," ucap Bella, meski terasa canggung, namun ia terpaksa melakukannya, melihat saat ia keluar dari lift, tatapan keluarga suaminya itu tertuju padanya.
"Pagi, sayang. Bagaimana keadaan kamu pagi ini, nak?"
"Baik, mom. Emang, apa yang terjadi? Bella kenapa tanya?" tanya kembali Bella, karena ia merasa tidak ada yang terjadi.
"Apa kamu tidak ingat? Kemarin kalian habis mengalami musibah," ucap mom Ana, merasa bingung pada menantunya itu, seperti tidak mengingat kejadian kemarin.
"Tidak, mom. Bella tidak kenapa-kenapa. Bahkan, Bella baik-baik saja. Tidak ada yang terjadi kemarin, mom. Bukannya Bella ada di masion? Tidak kemana-mana?" ujar Bella, seketika mendengar ucapan Bella, yang lain terbengong tak percaya, bisa-bisanya Bella melupakan penyerangan yang baru kemarin terjadi.
Ketika mom Ana hendak berbicara kembali, namun suaminya memberikan kode agar tidak membahas masalah itu lagi. Seketika, Ana langsung membawa menantunya itu duduk mengobrol santai dengan yang lain. Bella hanya menjadi pendengar obrolan mereka karena rasa canggung untuk pertama kaliannya. Ia merasakan suasana seperti ini dulu, ia jarang untuk berkumpul untuk sekedar bercerita keseharian bersama orang tua angkatnya saja, ia tidak bisa. Namun sekarang, ia bisa merasakan bagaimana ikatan kekeluargaan yang saling mendukung dan mendengarkan keluh kesal anak-anak mereka.
Seketika, tanpa sadar, air matanya menetes. Menyadari keterdiaman Bella yang berada di sampingnya, Ara langsung menegurnya. Namun, hal tak terduga, ia melihat Bella yang menangis dalam diam dengan kepala menunduk karena keasikan mengobrol mereka sampai lupa ada seseorang yang tersakiti di antara mereka. Bukan sakit karena mereka menyakitinya, namun kenangan membuat ia sadar akan posisinya, bagai langit dan bumi, berada di antara para putra putri penguasa itu. Bisa menatap keluarga yang harmonis tanpa membedakan sesamanya.
"Nak, hey, tatap mami, ada apa?" ucap Ara, memegang lengan Bella, namun Bella hanya diam, menunduk, kemudian berdiri karena tak sanggup. Ia tidak ingin mereka melihat tubuhnya yang rapuh, hanya merindukan dekapan kasih sayang keluarganya.
"Maaf, aku," ujar Bella, terpotong, kemudian berlari keluar menuju taman belakang karena hanya di situ tempat sepi dan sejuk yang bisa menyenangkan hatinya, pikirnya.
Sedang yang lain melihat itu ingin menyusul Bella, namun tangan seorang king memberikan kode, biarkan ia dan istrinya yang menanganinya karena ia merasa ini saatnya ia memastikan apakah Bella putrinya atau tidak. Ia sudah cukup sabar setelah awal pertemuan mereka di masion itu, ketika istrinya mengatakan Bella adalah putrinya. Iya tak henti menyelidiki latar belakang Bella, namun ia hanya menemukan sebagian identitasnya, masih tersembunyi.
Tak ingin membuat kecurigaan hingga membuat Bella pergi dari mereka, ia menenangkan istrinya agar bersikap biasa saja pada Bella, agar Bella nyaman selama ia mencari tahu kebenarannya. Namun, diam-diam, selalu memperhatikan dan menatap Bella dalam, tanpa orang ketahui, ia bisa melihat tatapan sayu gadis itu yang menatap mereka semua. Meski ia melihat tidak ada kemiripan gadis itu dengan ia dan istrinya, namun hatinya dan istrinya tidak bisa dibohongi, ikatan batin sedarah sangat kuat, sehingga ia dan istrinya tak henti mencari tahu. Ia sudah melakukan tes DNA, namun hasilnya akan keluar dua minggu lagi, membuat ia frustasi, namun tetap sabar.
...
"Cek, dia memang sangat merepotkan, sok cari perhatian bangat," ucap Mega, tersenyum sinis, melihat Bella yang tiba-tiba pergi.
"Diamlah, nak. Dia istri kakakmu, tidak baik berkata seperti itu," tegur Ara, tak suka sifat Mega yang seenaknya.
"Mi, kenapa sih masih belain dia? Padahal mami tahu, dia itu seorang jalang yang hanya suka gonta-ganti pasangan. Mami, jangan terpicu sama muka sok polosnya itu," ucap Mega, sedikit emosi, tidak ingin posisinya tergantikan.
"Plak!" Suara tamparan. "Jaga ucapan kamu, nak. Kita tidak berhak menghakimi seseorang. Ia melakukan hal itu pasti ada alasannya," ucap mami Ara, dengan tangan gemetar, telah menampar putri angkatnya itu.
"Mami, kenapa? His, his, apa salah? Mega hanya mengatakan kebenaran. Apa Mega salah, mi?" ucap Mega, dengan air mata mengalir, memegangi pipinya yang terkena tamparan oleh maminya, karena untuk pertama kalinya, mami ya itu menamparnya.
"Maaf, nak. Bukannya mami..." ujarnya terpotong, ketika melihat Mega sudah berlari ke kamarnya. Seketika, mami Ara menatap tangannya yang sudah menampar putrinya, air matanya meluncur.
"Sayang, tenanglah. Dia mungkin hanya emosi. Maafkan putri kita," ujar king, dengan perhatian menenangkan istrinya itu.
"Tapi, bee, tangan ini... His, his, aku jahat... His, his," tangis Ara, merasa bersalah karena menampar Mega, bagaimanapun sifat Mega, ia tidak pernah bermain tangan pada putrinya itu, namun kali ini, entah kenapa, ia menjadi kelepasan.
"Lex, susul istrimu. Jangan biarkan ia sendirian," ujar king, ia merasa sepertinya belum waktunya ia menemui Bella.
Jangan lupa like 🤗🤗🤗