NovelToon NovelToon
PENGHIANATAN SANG ADIK

PENGHIANATAN SANG ADIK

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Mengubah Takdir / Pelakor jahat
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ristha Aristha

Ariana harus menerima pukulan terberat dalam hidupnya, ketika suaminya ketahuan selingkuh dengan adiknya. Siapa yang mengira, berkas yang tertinggal suatu pagi membawa Ariana menemukan kejam suatu perselingkuhan itu.
Berbekal sakit hati yang dalam, Ariana memutuskan untuk pergi dari rumah. Namun dibalik itu, dia secara diam-diam mengurus perceraian dan merencanakan balas dendam.

Apakah Ariana berhasil menjalankan misi balas dendamny??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KALIAN KETERLALUAN

Aku tak tau jika ada batasan waktu untuk sebuah keputusan. Rasanya baru kemarin aku ingin mengakhiri hidup beserta penderitaan, tapi petang ini, aku merasa jauh lebih tenang. Seperti... Aku berhasil berdamai dengan segala luka dan penderitaan yang selama ini menjeratku.

Napas yang biasanya sangat berat, kali ini menjadi lebih ringan. Aku bahkan bisa berlapang dada, menerima fakta bahwa Ariana adalah anak dari Papa dan wanita bernama Laila yang sudah meninggal puluhan tahun lalu.

Sekarang, ketegaran yang datang entah darimana, berhasil mengantarku melangkah untuk menjenguk ibuku. Ini adalah pertama kalinya setelah sekian lama aku mati-matian berdebat dengan diriku sendiri.

"Bu Riana yakin gak ada yang ketinggalan?" Tanya Kenzi untuk kesekian kalinya. Dia memaksa untuk mengantarku ke terminal bus terdekat "Coba periksa sekali lagi".

Aku menarik napas panjang, lalu menggeleng dengan sedikit malas. "Udah aku periksa semua, Kenzi. Nggak ada yang ketinggalan", ucapku rada emosi.

Kenzi menelan ludah, wajahnya menunjukkan ketidakrelaannya untuk membiarkan aku pergi sendirian.

"Bu Riana beneran tidak mau saya anter? Saya tahu betul dimana tempat itu ___"

"Kenzi...." Aku sengaja memberi jeda setelah memanggil namanya. "Aku beneran gakpapa pergi sendiri. Aku sudah dewasa".

"T_tapi, Bu..."

"Lagian kamu besok harus berangkat magang, kan?" Potongku cepat. Melihat anak itu mengangguk, aku melanjutkan. "Nah, kalo gitu mending kamu pulang dan gak usah kepikiran buat nganter aku. Oke?"

Dari raut wajah Kenzi, terlihat jelas ketidaksukaannya. Ya, dia memang cukup keras kepala. Namun, aku ingin pergi sendiri untuk menenangkan diri. Jika mengajak anak ini bisa-bisa aku mati malu karena menangis lagi.

"Udah, mending kamu pulang", ujarku sambil mendorong Kenzi pelan.

"Tapi, Bu. Saya__"

"Ah, busnya sudah datang", aku bergegas mengangkat tas yang isinya tidak begitu banyak. "Aku berangkat dulu. Makasih sudah nganterin aku ke terminal . Kamu hati-hati pulangnya. Bye!"

Aku melambai buru-buru menuju bus yang baru datang. Sengaja tak menunggu Kenzi menjawab, karena dia pasti bakal merengek minta ikut seperti anak kecil.

Setelah naik bus, aku memilih tempat duduk di dekat jendela. Dari balik kaca, aku masih bisa melihat Kenzi berdiri dengan wajah cemas. Aku hanya bisa tersenyum tipis, berharap dia mengerti bahwa ini adalah sesuatu yang harus aku lakukan sendiri.

Bus mulai bergerak, meninggalkan terminal dan membawa serta segala pikiran yang membelenggu. Aku menoleh ke jendela, melihat pemandangan kota yang perlahan berganti dengan hamparan sawah dan perbukitan. Setiap kilometer yang terlewati, rasanya seperti aku memasuki babak baru

Aku sengaja memilih perjalanan malam agar bisa tertidur dan mengalihkan sejenak kegundahan yang ada, namun nyatanya disepanjang jalan, sama sekali aku tidak bisa terpejam.

Kursi disampingku yang semula kosong, kini juga sudah terisi oleh seorang lelaki yang naik di terminal lain. Seseorang yang ditaksir berumur diakhiri empat puluhan itu tersenyum sekilas padaku, sebelum akhirnya duduk dan langsung tertidur begitu saja.

Ah, aku sangat iri. Mengapa aku justru sama sekali tidak mengantuk?

Untuk mengalihkan perhatian, aku kembali melemparkan pandangan keluar jendela. Lampu jalan yang hanya ada disetiap 500 meter sekali membuat perjalanan kali ini benar-benar terasa tenang.

Ya, setidaknya sampai tiba-tiba aku merasa tangan disampingku bergerak.

Mataku melebar saat tangannya jelas sekali menyentuh pahaku yang tertutup celana. Bukan hanya menyentuh, bahkan dia berani meraba-raba. Dasar keparat! Jadi dia pura-pura tidur supaya bisa melakukan aksi bejatnya semacam ini?

"Ehm!" Aku pura-pura batuk sambil menyingkirkan tangan sialan itu dari paha. Namun bukannya berhenti, laki-laki itu justru semakin intens menyentuh bagian yang lain.

Geram sekali rasanya. Aku ingin berteriak dan memaki, tapi khawatir karena di tangan yang satunya, bisa kulihat ada sebuah pisau kecil yang di genggam. Ah, jadi begitu cara mainnya, diam-diam mengancam.

Otakku seketika bekerja keras, memikirkan cara teraman untuk menghindari dari laki-laki yang tidak tau malu ini. Hingga akhirnya, terlintas satu ide cemerlang dikepala.

Aku merogoh kedalam tas, mengeluarkan botol kecil berisi bedak putih. Menyeringai dalam hati, aku berpura-pura mengoleskan bedak itu ketangan dan lengan, berharap trik i i berhasil. Kemudian, dengan suara yang cukup keras untuk didengar olehnya, Aku bergumam, "Ah, gatal sekali. Kurap ini benar-benar menyiksa. Padahal sudah pakai obat dari dokter, tetap saja belum sembuh ".

Lelaki itu tertegun, tangannya seketika berhenti meraba-raba. Aku menoleh sekilas padanya dengan senyum licik dan sedikit menggaruk lenganku yang sudah bertabur bedak. "Oh aku harus hati-hati garuknya. Soalnya nyentuh sedikit saja, kurap ini bakal nular kemana-mana".

Kulihat matanya masih terpejam, tapi wajahnya memucat seketika. Perlahan dia menarik tangannya dan menjauhkan diri dariku. Aku hampir tidak bisa menahan tawa melihat ekspresinya yang ketakutan.

Bukan hanya itu, kulihat lelaki itu segera mengambil sesuatu dari dalam tas, padahal kedua matanya masih belum terbuka.

"Anda salah masukin tangan", ucapku memberitahu.

Masih belum membuka mata, tangan lelaki itu berpindah ke bagian tas yang lain. Aku kembali berkata, "Masih salah. Resletingnya dibuka dulu".

Dia semakin meraba-raba, dan aku menjadi lebih ingin tertawa. Ternyata menyenangkan mengerjai orang yang menyebalkan seperti dia.

"Masih belum ketemu?" Tanyaku sok akrab. Kemudian, aku berinisiatif mengulurkan tangan. "Sini biar saya bantu". Namun tiba-tiba __

PLAK!

Lelaki itu menepis tanganku cukup keras, sambil mendelik dan beringsut mundur. Aku pura-pura melebarkan mata, kaget. "Oh, apa saya bangunin anda? Maaf, saya cuma mau bantu ___"

"Minggir!" Serunya dengan ekspresi jijik. "Jangan pegang aku. Hiii ..." Dia bergidik dan segera pindah kursi, tapi aku tertawa dalam hati.

Sudut bibirku naik dengan puas ketika melihat manusia kegatelan itu menjauh, lalu berhenti dan turun di terminal selanjutnya. "Lagian siapa suruh ganggu aku", gumamku.

Antara sial dan beruntung, tapi dari kejadian barusan berhasil mengalihkan ku dari masalah yang sepanjang perjalanan tadi terus menghantui. Perlahan, aku merasakan kantuk menyapa. Lalu tak lama, aku akhirnya terlelap sampai bus berhenti di terminal terakhir.

Suara rem bus yang berdecit tajam membangunkan ku yang tidur tak lelap. Terminal terahir sudah terlihat ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang.

Aku mengumpulkan sisa-sisa keberanian dan menyiapkan diri untuk menghadapi malam yang semakin larut. Dengan langkah cepat, aku keluar dari bus dan merapatkan jaket untuk menghalau angin malam yang menusuk.

Sejenak, aku berdiri di pinggir jalan, mengamati sekitar. Lampu jalanan yang redup dan bayangan pegunungan membuat suasana semakin mencekam.

Padahal hanya berjarak empat setengah jam dari kota, tapi kesenjangan disini begitu terasa. Tak mau membuang waktu, aku buru-buru mencari ojek untuk mengantarku ke penginapan.

Beruntungnya, tukang ojek yang aku pilih sangat baik. Dia bahkan memberikan referensi beberapa penginapan dan tempat makan yang nyaman untuk pendatang sepertiku.

"Makasih, Pak", ucapku setelah turun dan menyerahkan uang. Ojek yang mengantarkupun mengangguk.

Kemudian setelah mengatakan permisi, dia pergi kembali ke terminal, jika ketebak. Sedangkan aku berdiri di depan penginapan sesaat, sebelum akhirnya masuk dan beristirahat.

Keesokan paginya, aku terbangun dengan perasaan campur aduk. Matahari sudah mulai meninggi ketika aku bersiap-siap untuk mengunjungi makam ibu. Diantar perasaan sedih yang mendalam dan kekecewaan yang tak terelakkan, aku berusaha mengumpulkan kekuatan.

Jalanan menuju makam sepi, hanya terdengar suara angin yang berdecit diantara pepohonan. Setiap langkah terasa begitu berat, seperti ada beban yang menekan pundakku.

Setibanya di makam, aku berhenti sejenak, menatap nisan inu yang sederhana. Hati terasa sesak.

"Bu, aku datang", bisikku dengan suara bergetar. Airmata mulai mengalir tanpa bisa dicegah. Aku duduk disamping makam, menggenggam tanah yang sudah kering dengan banyak rerumputan yang tumbuh di atasnya.

Mengambil napas dalam-dalam, aku mengeluarkan beban yang selama ini aku pendam. "Apa ibu kenal aku?" Tanyaku bermonolog sambil mencabuti rumput liar. "Apa ibu tenang setelah menitipkan aku pada keluarga Papa?"

Suaraku mulai tercekat di tengah kalimat, isakan mulai terdengar. "Kalau ibu tau mereka memperlakukan aku gimana, apa ibu bakal tetap tenang?"

Tangan yang sedang mencabuti rumput tiba-tiba terhenti. Dadaku terasa sangat sesak menyalahkan sosok yang sudah tidak ada lagi wujudnya. Namun meski begitu, aku tetap ingin mengeluh disini.

"Aku bahkan diselingkuhin sama suami dan adikku sendiri", sambungku dengan suara yang bergetar. "Apa ibu mikir ini karena perbuatan ibu yang bermain dengan suami orang? Ibu membuat Papa mengkhianati istrinya, jadi aku harus yang mendapatkan karmanya ".

Aku menangis, memukuli tanah kering yang terasa keras. "Ini gak adil. Kenapa seolah aku yang harus menanggung dosa kalian?" Ucapku sambil menggeleng kuat. "Aku bahkan gak minta dilahirkan. Aku, anak yang lahir dari perasaan cinta, justru harus tumbuh tanpa cinta dari sosok orangtua. Kalian keterlaluan sebagai orang dewasa!"

Sesak didalam dada semakin menyeruak naik, seperti batu yang menekan dada dengan keras. Membuatku kesulitan bernapas sesaat.

Angin pagi yang sejuk seakan membawa bisikan halus, seolah ibu hadir disini, mendengarkan setiap kata yang aku ucapkan. Dalam keheningan itu, aku merenung, mencoba mencari kedamaian. Banyak hal yang belum selesai, banyak tanya yang belum terjawab. Tapi disini, di tempat peristirahatan terakhirnya, aku merasa jahat jika terus menyalahkannya.

Beberapa saat kemudian aku berdiri, menyeka airmata dan berjanji pada diri sendiri untuk menyudahi semua rasa dendam ini. "Aku pergi, Bu. Maaf kalo kata-kataku kasar, aku harap ibu bisa mengerti ".

Kemudian aku benar-benar melangkah, meletakkan sebagian rada putus asa agar ikut dikubur dalam tanah yang tandus disana.

Perjalanan pulang dari makam terasa lebih ringan daripada saat berangkat tadi. Namun tiba-tiba aku merasa jika ada seseorang yang sedang mengikuti ku dari tadi.

1
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Ada apa dgn papanya Riana mungkinkah Riana mau dijodohkan !
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Sabar Riana semoga kamu segera mendapatkan pekerjaan yg baik juga atasan yg baik juga yg bisa menghormati dan melindungi seorang wanita dari orang2 yg mau melecehkannya dan segera dapat pengganti Dimas.
Ma Em
makanya Riana kamu jgn lemah lawan Ayuna dan ibunya yg selalu menghina dan merendahkan mu Riana kalau kamu diam Ayuna dan ibunya makin menjadi tambah berani dia dan jgn dituruti kemauan mereka lebih baik cari kebahagiaanmu sendiri Riana tinggalkan orang2 yg tdk tau diri itu.
Kasih Bonda
next thor semangat
Ma Em
Semangat Riana kamu jgn patah semangat semoga kamu bisa melewati cobaan dgn legowo dan cepat lepaskan Dimas biarkan dia dgn Ayunda untuk apa Riana pertahankan lelaki mokondo yg cuma morotin uang kamu Riana, semoga Riana cepat move on dan aku berharap sih Riana berjodoh dgn Kenzi meskipun umurnya lbh muda dari Riana.
Ma Em
Bagus thor ceritanya aku langsung suka apalagi cerita perselingkuhan yg si istri yg diselingkuhin tdk bodoh dan berani melawan pada si suami dan pelakor .
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
Kasih Bonda
next thor semangat
Kasih Bonda
next thor semangat.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!