Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ehrenheim Kota Penyihir
Malam itu, kereta kuda yang membawa Anastasia, August, Lucy, dan Bismarck akhirnya tiba di Ehrenheim. Kota itu terlihat begitu hidup, bahkan di malam hari. Cahaya kristal sihir berpendar lembut di sepanjang jalan, menerangi bangunan-bangunan tinggi dengan arsitektur khas para penyihir. Udara malam terasa sejuk, disertai aroma rempah dari berbagai kedai yang masih buka.
"Wah, tempat ini jauh lebih ramai daripada Drachenburg," ujar August dengan mata berbinar. "Kak, lihat! Ada toko alat sihir di sana!"
Anastasia tersenyum kecil, ikut memandangi hiruk-pikuk kota dari balik jendela kereta kuda. "Iya... aku belum pernah melihat kota sebesar ini sebelumnya," gumamnya.
Lucy tertawa pelan. "Ehrenheim memang selalu seperti ini. Kota ini menjadi tujuan utama para penyihir dari seluruh penjuru negeri untuk belajar dan meneliti sihir. Kalian akan belajar banyak di sini."
Perut mereka mulai berbunyi setelah perjalanan panjang. Lucy memutuskan untuk membawa mereka ke sebuah restoran di pusat kota. Begitu masuk, aroma makanan hangat menyambut mereka. Pelayan membimbing mereka ke meja yang terletak di dekat jendela besar.
"Silakan pesan apa saja," kata Lucy sambil melepaskan jubahnya. "Anggap ini sebagai hadiah ulang tahunmu, Anastasia."
"Terima kasih, Lucy." Anastasia tersenyum senang.
"Aku mau sup krim dan steak!" August berseru antusias.
Bismarck, yang sejak tadi diam, menatap menu dengan datar. "Aku hanya akan memesan teh herbal," ujarnya singkat.
Anastasia menoleh ke arah Bismarck dengan alis terangkat, jelas terlihat rasa penasarannya. "Kamu... minum teh?" tanyanya, dengan suara lirih penuh keheranan.
Bismarck menutup menu di tangannya dengan gerakan halus, tatapannya tetap tenang dan dingin seperti biasa. "Tentu saja. Apa ada yang aneh, Nona?" jawabnya singkat, suaranya lembut namun penuh wibawa.
Anastasia mengerjapkan mata, masih sulit menerima kenyataan itu. "Tapi... bukankah kamu itu—" Ia melirik sekilas ke Lucy dan August, lalu menurunkan suaranya. "Maksudku, bukankah kamu... kapal perang?"
Sebelum Bismarck sempat menjawab, pelayan datang membawa teh herbal dan minuman lainnya. Aroma teh yang hangat memenuhi udara saat cangkir porselen diletakkan di depan mereka.
Anastasia menatap Bismarck yang mengambil cangkirnya dengan gerakan anggun, menyeruput teh itu tanpa ragu. Pemandangan itu masih terasa aneh di matanya. "Aku kira kamu tidak membutuhkan asupan. Ternyata... kapal perang juga butuh makan dan minum?" ucapnya, nada suaranya jelas-jelas dipenuhi rasa penasaran.
Bismarck menatapnya sekilas sebelum kembali menyesap tehnya dengan tenang. "Dulu aku memang tidak membutuhkannya," jawabnya datar. "Tapi sejak dewi memberiku tubuh ini, aku harus merawatnya seperti manusia biasa. Makanan dan minuman membantu menjaga fungsi tubuh ini tetap optimal."
Ia meletakkan cangkirnya kembali ke piring kecil dengan gerakan terkontrol, lalu melanjutkan, "Lagipula, aku tidak bisa melindungimu jika tubuh ini berada dalam kondisi buruk." Nada suaranya terdengar sederhana, tapi di baliknya ada ketegasan yang sulit digoyahkan.
Anastasia menghela napas kecil, berusaha mencerna penjelasan itu. "Ya... kurasa masuk akal. Tapi tetap saja, membayangkanmu duduk santai minum teh seperti ini... terasa aneh," gumamnya, setengah bercanda.
Bismarck tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Anastasia sejenak, matanya tetap tenang seperti lautan tanpa gelombang. "Aku tidak terlalu memikirkan hal semacam itu. Yang penting, tugasku tetap sama—melindungimu," ucapnya, seakan menegaskan tujuan keberadaannya di sisi Anastasia.
Mendengar jawaban serius itu, Anastasia tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Baiklah... asal kamu tidak tiba-tiba mengeluarkan meriam di meja makan," selorohnya ringan.
Bibir Bismarck melengkung samar—nyaris tidak terlihat, tapi cukup untuk menunjukkan ia menangkap candaan itu. "Aku akan menghindari itu," jawabnya, nada suaranya sedikit lebih lembut dari biasanya.
"Tunggu! Aku hanya bercanda! Apa… apa kamu benar-benar bisa mengeluarkan benda itu?" tanya Anastasia dengan mata membesar, setengah panik.
Bismarck meletakkan cangkir tehnya perlahan, menatap Anastasia dengan ekspresi tenang seperti biasa. "Tentu saja. Apa Nona ingin melihatnya?" jawabnya, nada suaranya datar namun terdengar serius.
"T-tidak, tidak, tidak! Jangan di sini! Nanti kamu malah menghancurkan tempat ini!" seru Anastasia cepat, melambaikan tangannya dengan cemas.
Bismarck menghela napas pelan, seolah mempertimbangkan jawaban yang tepat. "Jika dibutuhkan, tentu saja. Namun, aku tidak akan melakukannya tanpa alasan yang jelas," ucapnya tenang, menegaskan bahwa ia selalu dalam kendali penuh.
Anastasia menghela napas lega, bersandar ke kursinya. "Syukurlah… aku tidak mau tiba-tiba restoran ini berubah jadi medan perang," gumamnya, masih setengah khawatir.
Lucy, yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka dengan senyum kecil di wajahnya, akhirnya ikut bicara. "Kalian berdua sedang membahas apa?" tanyanya, menatap mereka dengan rasa penasaran.
"A-anu, kami hanya…" Anastasia tergagap, berusaha mencari alasan yang masuk akal, namun pikirannya terasa buntu.
"Membahas betapa enaknya teh herbal ini," potong Bismarck dengan suara tenang, menyela sebelum Anastasia semakin kebingungan. Ia mengangkat cangkirnya sedikit, seolah menegaskan ucapannya.
Lucy mengangkat alis, menatap mereka bergantian sebelum akhirnya terkikik pelan. "Begitu ya? Aku tidak menyangka kalian bisa berdiskusi serius hanya soal teh."
Anastasia hanya bisa mengangguk canggung, sementara Bismarck tetap mempertahankan ekspresi datarnya, seolah tidak ada yang perlu dijelaskan lebih jauh.
August yang sedari tadi mendengarkan, menatap cangkir di tangan Bismarck dengan rasa penasaran. "Apa teh herbalnya memang seenak itu?" tanyanya polos.
Bismarck menoleh padanya sebentar. "Cukup baik untuk menjaga keseimbangan tubuh. Mungkin kau harus mencobanya," ujarnya kalem.
Anastasia menghela napas pelan, mencoba mengatur kembali pikirannya. "Ya… hanya teh herbal, tidak ada yang aneh," gumamnya, meski jauh di dalam pikirannya, ia masih terbayang betapa absurdnya membayangkan kapal perang menikmati teh di sebuah restoran.
Setelah makan malam yang mengenyangkan, mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Lucy untuk menginap. Rumah itu cukup besar dengan taman belakang yang luas. Di dalamnya terasa nyaman dengan dinding yang dipenuhi buku-buku tebal tentang berbagai cabang sihir.
Keesokan paginya, setelah sarapan sederhana, Lucy mengajak mereka menuju perpustakaan pusat Ehrenheim. Bangunan megah itu berdiri kokoh di tengah kota, menara-menara tinggi menjulang seolah menyentuh langit.
Saat memasuki perpustakaan, August tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. "Buku di sini... ada ribuan!"
"Bahkan mungkin jutaan," kata Lucy sambil tersenyum. "Hari ini kita akan mempelajari konsep 'Circle'. Dalam dunia sihir, kekuatan seorang penyihir diukur dari jumlah lingkaran sihir yang mereka miliki di jantung mana mereka."
Anastasia mengangguk. "Berarti semakin banyak circle, semakin kuat sihir kita, ya?"
Lucy membenarkan. "Benar. Ada sepuluh tingkatan Circle. Penyihir pemula biasanya berada di 1 hingga 2 Circle. Adept mencapai 3 atau 4 Circle. Aku sendiri sudah mencapai 7 Circle, tingkatan Master. Jika kalian tekun berlatih, kalian bisa mencapainya juga."
August tampak bersemangat. "Kalau begitu, aku ingin menjadi Archmage! Aku ingin mencapai 9 Circle!"
Lucy tertawa kecil. "Ambisius sekali. Tapi itu bukan hal yang mustahil. Kuncinya adalah memahami dasar dan melatih kontrol mana kalian. Mari mulai membaca."
Selama berjam-jam mereka menelaah buku-buku tentang teori sihir lanjutan, mulai dari penguatan Circle hingga penggabungan elemen. August tampak tenggelam dalam buku tentang sihir api, sedangkan Anastasia lebih tertarik pada teknik penguatan tubuh menggunakan sihir.
Sore harinya, mereka kembali ke rumah Lucy. Di halaman belakang yang luas, mereka mulai mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari.
"Baiklah," Lucy berdiri di depan mereka dengan tangan bersedekap. "Coba keluarkan mana kalian dan bentuklah Circle. Ingat, fokus dan kendalikan aliran mana di tubuh kalian. Jangan memaksakan diri."
August mengangkat tangannya, memejamkan mata. Dalam sekejap, lingkaran sihir biru bercahaya muncul di udara, berputar perlahan.
"Bagus sekali," puji Lucy. "Kau sudah mencapai 3 Circle. Jika terus berlatih, kau bisa naik ke 4 Circle dalam waktu dekat."
Anastasia, di sisi lain, sedikit kesulitan. Ia menutup mata dan berkonsentrasi, tapi hanya satu lingkaran yang muncul samar-samar.
Bismarck, yang berdiri di dekat pagar, memperhatikan dalam diam. "Nona, jangan terlalu memaksakan diri. Kekuatan fisik Anda jauh lebih dominan. Akan tetapi, dengan latihan, Anda akan mampu mengontrol mana dengan lebih efisien."
Anastasia menghela napas panjang. "Aku tahu, tapi aku tidak mau ketinggalan dari August."
Lucy melangkah mendekat, meletakkan tangan di pundak Anastasia. "Setiap orang memiliki jalannya sendiri. Kau memiliki potensi besar dalam pertarungan fisik. Memadukan itu dengan sihir adalah kekuatan yang langka. Jadi jangan terburu-buru, Nikmati prosesnya."
Anastasia mengangguk perlahan. "Baik... aku akan mencoba lagi."
Hari mulai beranjak sore, tapi semangat mereka tidak surut. Di bawah bimbingan Lucy, Anastasia dan August terus berlatih mengembangkan Circle mereka, membuka jalan menuju masa depan yang penuh potensi dan kemungkinan.