Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Syarat
"Apa?!" Anja terkejut mendengar penuturan siswa tersebut. Tanpa pikir panjang, ia segera berusaha menerobos kerumunan. Para siswa yang melihat kedatangannya segera memberi jalan, sementara jantung Anja berdebar keras membayangkan apa yang terjadi.
Di tengah kerumunan, Nathan dan Pak Suryo telah ditahan oleh guru pria lainnya. Kondisi mereka berdua sudah babak belur, dengan pakaian acak-acakan, dan ada darah di sana-sini. Pak Suryo berdiri dengan napas tersengal-sengal, sementara Nathan masih menatap penuh kebencian ke arah gurunya.
"Nathan! Pak Suryo!" Anja segera mendekati mereka. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kalian bertengkar?"
Pak Suryo menyeka darah di sudut bibirnya dengan lengan baju, lalu menunjuk Nathan dengan penuh amarah. "Murid kurang ajar ini yang mukul saya duluan, Bu! Dia tidak tau sopan santun!"
Nathan, yang ditahan oleh guru lain, menggertakkan giginya. "Dia pantas mendapatkannya," Nathan mendesis, suaranya penuh kemarahan yang masih membara.
Anja memejamkan matanya sejenak, berusaha menenangkan dirinya. "Nathan, apa benar apa yang dikatakan Pak Suryo? Kenapa, Nathan? Kenapa kamu memukul Pak Suryo?"
Nathan terdiam. Ia bahkan memalingkan wajahnya dan tidak menatap Anja.
"Nathan! Jawab Ibu!"
"Kita bawa dulu dia ke ruang kepsek Bu," seorang guru lain menasihati. "Kita interogasi dia di sana,"
Anja menghela napas panjang. Astaga, masalah apa lagi kali ini? Padahal baru beberapa minggu Nathan terbebas dari ancaman DO, tapi kenapa dia sudah membuat masalah lagi? Sampai menghajar guru pula!
Anja lantas mengikuti para guru yang membawa Nathan dan Pak Suryo menuju ruang kepala sekolah. Sementara guru yang lain sibuk membubarkan para siswa yang masih berkerumun, menyuruh mereka untuk segera pulang.
Di ruang kepala sekolah, Nathan dan Pak Suryo duduk saling berhadapan. Ibu kepala sekolah duduk di tengah, di atas kursi kebesarannya. Sedangkan Anja sebagai wali kelas, duduk di sebelah Nathan.
"Nathan, coba ceritakan pada Ibu. Atas dasar apa kamu memukul Pak Suryo?" Kepala sekolah bertanya dengan nada tegas.
Anja memandang Nathan dengan wajah penasaran, menunggu jawaban dari anak itu. Sayangnya, Nathan masih tetap bungkam.
"Nathan, jawablah pertanyaan Bu Kepala Sekolah," desak Anja mulai tak sabar.
Nathan menatap Anja sebentar, lalu kembali menatap Ibu Kepala Sekolah.
"Saya akan menjawabnya. Tapi syaratnya, Bu Anja harus keluar dari sini,"
"Apa?" Anja terbelalak. "Kenapa harus begitu, Nathan? Ibu ini adalah wali kelasmu, sudah seharusnya Ibu berada di sini mendampingi kamu,"
Nathan masih tetap dalam pendiriannya. "Kalau Bu Anja masih tetap di sini, aku tidak akan mau bicara."
"Tapi Nathan—"
"Bu Anja," Kepala sekolah memotong ucapan Anja. "Silahkan Anda keluar dulu."
Anja menghela napas panjang. Astaga, jadi sekarang dirinya diusir oleh muridnya sendiri? Anja sebenarnya masih ingin protes. Namun, karena itu adalah perintah dari kepala sekolah, Anja akhirnya terpaksa menurut.
Anja menutup pintu ruangan kepala sekolah dengan wajah lesu.
Kenapa? Kenapa aku harus diusir? Sebenarnya apa yang sedang mereka bicarakan? Bagaimana aku bisa membela Nathan kalau aku tidak ada di sana? Astaga! Bagaimana ini? Pikiran Anja berkecamuk. Ia tidak menyerah, masih berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka dengan menempelkan telinga pada daun pintu. Sayangnya, ruang kepala sekolah mereka itu kedap suara, jadi tidak terdengar apa-apa dari luar.
Pada akhirnya, Anja hanya bisa pasrah dan menunggu dengan pikiran tak tenang.
...----------------...
"Sekarang, wali kelas kamu sudah keluar. Jadi, silahkan bicara Nathan," Bu kepala sekolah kembali menginterogasi Nathan.
Nathan terdiam sejenak, menghela napas dalam-dalam sebelum berbicara.
"Saya mendengar Pak Suryo mengatakan hal yang tidak pantas tentang Bu Anja,"
"Jangan sembarangan bicara kamu!" sergah Pak Suryo.
"Pak Suryo!" Bu kepala sekolah berkata tegas. "Jangan memotong ucapan Nathan! Sekarang belum saatnya kamu bicara!"
Pak Suryo mendengus kesal, tapi ia terdiam. Wajahnya tampak memerah menahan marah. Ia menatap Nathan dengan tatapan mengancam.
"Jangan takut Nathan. Katakan semuanya pada Ibu,"
Nathan menganggukkan kepala. Lantas ia mulai bercerita tentang percakapan yang ia dengar antara Pak Suryo dengan temannya di telepon.
"Pak Suryo bahkan mengirimkan foto Bu Anja kepada temannya, dan mengatakan hal yang tidak pantas sebagai seorang guru. Saya benar-benar muak mendengarnya, dan tidak bisa menahan tinju saya." ucap Nathan mengakhiri ceritanya.
Wajah Bu Kepala Sekolah tampak pias. Ia menatap Pak Suryo dengan tatapan tidak percaya. "Pak Suryo, apa benar apa yang dikatakan Nathan?"
"Dia bohong, Bu! Saya tidak pernah mengatakan hal-hal seperti itu!" Pak Suryo menjawab dengan napas terengah-engah, wajahnya terlihat panik. "Heh, murid kurang ajar! Kalau memang benar apa yang kamu katakan, mana buktinya!"
Nathan mengepalkan tangannya. "Silahkan cek riwayat pesan Pak Suryo dengan temannya Bu. Saya yakin ada foto Bu Anja di sana,"
Wajah Bu Kepala Sekolah semakin serius, suasana di ruangan berubah tegang. Ia menatap Pak Suryo sejenak, lalu mengulurkan tangannya pada Pak Suryo.
"Pak Suryo, berikan ponsel Anda," perintah Bu Kepala Sekolah dengan tegas.
Pak Suryo tergagap, raut wajahnya berubah panik. "Bu, ini... ini tidak perlu. Saya tidak ada hubungannya dengan—"
"Pak Suryo, kami harus memastikan kebenarannya. Ini masalah serius. Jika Anda tidak bersalah, Anda tidak perlu khawatir." Nada suara Bu Kepala Sekolah tak memberikan ruang untuk penolakan.
Dengan tangan gemetar, Pak Suryo akhirnya menyerahkan ponselnya. Bu Kepala Sekolah langsung mengambil alih ponsel tersebut, matanya terpaku pada layar saat ia mulai mengecek riwayat percakapan. Jari-jarinya berselancar cepat, dan tak lama kemudian, ekspresi wajahnya berubah. Kaget bercampur marah, ia menemukan lebih dari yang ia pikirkan.
Bukan hanya foto Anja yang diambil secara diam-diam, tapi juga banyak foto para siswi lain di sekolah. Foto-foto itu dikirimkan dalam pesan-pesan pribadi, lengkap dengan komentar yang tidak pantas.
"Pak Suryo..." suara Bu Kepala Sekolah terdengar berat, penuh amarah yang ditahan. "Apa maksud dari semua ini?"
Ruangan mendadak sunyi, hanya terdengar napas Pak Suryo yang semakin tersengal. Wajahnya pucat pasi. "Bu... itu tidak seperti yang Anda pikirkan... Saya... saya bisa jelaskan..."
"Tidak ada yang perlu dijelaskan," potong Bu Kepala Sekolah tajam. "Tindakan Anda tidak hanya melanggar etika profesi sebagai seorang guru, tapi juga merusak kepercayaan seluruh komunitas sekolah. Ini masalah serius. Saya akan segera melaporkan ini ke pihak berwenang."
Pak Suryo tak mampu berkata apa-apa lagi. Wajahnya penuh rasa takut dan malu, sementara Nathan hanya menunduk, emosinya belum sepenuhnya reda, namun ia sedikit merasa lega karena akhirnya kebenaran mulai terungkap.
Namun, Bu Kepala Sekolah kemudian menoleh ke Nathan. "Nathan, meskipun saya memahami alasanmu, kekerasan tetap tidak bisa dibenarkan. Sekolah ini memiliki aturan yang jelas, dan kamu sudah tahu bahwa kamu sedang berada di bawah pengawasan setelah masalah sebelumnya. Tindakanmu, apapun alasannya, melanggar aturan tersebut."
Bu Kepala Sekolah menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Setelah pertimbangan matang dan melihat riwayat kamu yang sebelumnya, kami tidak punya pilihan lain selain mengeluarkan kamu dari sekolah ini. Tindakan kekerasan, apapun motifnya, tidak bisa ditoleransi."
Nathan semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Saya akan menerima keputusan ini Bu," ucapnya dengan suara lirih. "Tapi, saya punya syarat."
Bu Kepala Sekolah mengernyitkan dahi. "Syarat apa itu?"
Nathan mengangkat wajahnya. "Yang pertama, Pak Suryo juga harus dikeluarkan dari sekolah. Dan yang kedua, jangan beritahu Bu Anja tentang hal ini. Saya tidak ingin dia tahu... Saya tidak ingin dia terluka lebih dalam karena hal ini."
kamu g tahu aj sebucin apa Nathan