Hamil Anak Siluman.

Revisi.

Mereka sampai di depan rumah orang tua Mecca di sebuah perkampungan.

Mecca dan Pandita turun saat pintu mobil mereka di buka oleh pengawal mereka.

Keluarga Mecca yang berada di dalam rumah merasa heran karena ada 2 mobil mewah berhenti di depan rumah mereka.

Mona dan Linda membuka pintu dan terkejut ketika melihat Lintang keluar dari mobil mewah itu bersama dengan seorang pria tampan dan gagah yang mereka lihat di kampus Mecca saat acara wisuda Mecca beberapa tahun lalu.

"Kakak!" seru Mona dengan mata tak berkedip melihat penampilan Mecca yang terlihat mewah.

"Dimana ayahku!" tanya Mecca tanpa berbasa basi.

"Dasar nggak sopan, bukannya ngasih salam dulu, nanya sama orang tua nggak ada sopan sopannya." ujar Linda kesal.

"Harusnya kalian yang ngucapin salam, karena ini rumahku, bukan rumah kalian. Kalian cuma numpang disini. Minggir aku mau ketemu ayahku, tidak punya banyak waktu meladeni kalian." Mecca mendorong mereka yang berdiri di depan pintu. Lalu masuk ke dalam rumah nya. Rumah peninggalan ibu nya.

Mecca menangis melihat kondisi rumah yang dulu nya selalu bersih dan rapih karena ibunya mencintai kebersihan. Tapi hari ini rumah ini sangat berantakan lantai terasa lengket berpasir. Beberapa piring dan gelas kotor berada diatas meja dengan bau tidak sedap hingga di hinggapi ngengat.

Mecca hanya menghela nafasnya dan menuju kamar ayahnya.

Disana Mecca melihat ayahnya sedang terbaring diatas kasur tipis, kondisi kamar pun tidak berbeda jauh dengan ruang tamu, pakaian menumpuk menjadi satu di sudut ruangan entah pakaian bersih atau pun kotor Mecca tidak tau.

Seprei tempat ayahnya tidur juga sudah sangat dekil dan bau.

Ayahnya yang dulu gagah kini kurus tinggal tulang.

Mecca menangis melihat kondisi ayahnya yang sangat memprihatinkan.

"Ayah!" panggil Mecca dengan suara serak dan air mata berlinang.

Pandita merangkul pundak Mecca dan mengusapnya.

Pria itu membuka matanya dan menatap Mecca dengan mata berkaca-kaca.

"Mecca! Kamu pulang nak! Ayah rindu Mecca!" ujar ayahnya dengan air mata yang langsung berlinang.

Macca menghambur kepelukan ayahnya dan menangis tersedu sedan.

Mereka saling melepaskan rindu dan menangis.

Sementara Pandita berdiri di ambang pintu karena tak tau harus melakukan apa.

Mona dan Linda menatap kesal pada Lintang yang sama sekali tidak memperdulikan mereka.

Mecca berjalan ke ruang tamu dan emosi melihat 2 wanita itu hanya berdiri tanpa membereskan ruang tamu yang berantakan.

Melihat kondisi ruang tamu yang sangat berantakan membuat emosi Mecca memuncak.

"Mona! Bereskan ruang tamu ini! Aku dan suamiku ingin duduk saja tidak bisa. Pakaian entah bersih atau kotor semua menumpuk diatas kursi. Punya otak di pakai kenapa, kalian ini ada tamu kenapa tidak bisa berpikir jika tamu itu butuh tempat untuk duduk. Aku sudah rela mengalah demi kalian dengan angkat kaki dari rumah ini, padahal ini rumahku. Tapi kalian ini benar benar keterlaluan, rumah ibuku menjadi kotor dan rusak seperti ini. kalian ini manusia atau binatang sih. Kenapa bisa tinggal di rumah sekotor ini seperti kandang hewan." umpat Mecca kesal.

Linda dan Mona mendelik mendengar Mecca mempermalukan mereka di depan Pandita dan para pengawalnya yang berada di depan, sudah jelas para pengawal itu bisa mendengar karena suara Mecca sangat lantang.

"Sayang, jangan marah marah. Kasihan anak kita." ujar Pandita menenangkan Mecca.

"Kamu lihat ini Pandita. Kamar kita yang lebih luas dari rumah ini saja tidak pernah sekotor ini. kamu lihat, ngengat beterbangan karena sisa makanan busuk yang di biarkan begitu saja. Selama aku tinggal bersama mu, aku selalu mencium aroma bunga di rumah kita. Tapi ini, rumah kecil saja 2 perempuan ini tidak becus mengurusnya. Jika begini lebih baik aku jual saja rumah ini. Aku jijik dan tidak Sudi memberikan tempat tinggal geratis pada parasit seperti mereka." ucap Mecca dengan emosi penuh.

"Eeeh enak saja, kalau kamu mau menjual rumah ini, ayahmu mau tinggal dimana. Aku suruh memberikan tempat tinggal pada ayahmu sorry, lebih baik aku tinggalkan suami yang sakit sakitan itu." kata Linda.

"Aku bisa membawa ayahku tinggal bersamaku!" Mecca lalu menatap Pandita dengan tatapan memohon. "Pandita, apa boleh aku membawa ayah untuk ikut bersama kita?" tanya Mecca dengan mata berkaca kaca.

Pandita tersenyum dan mengangguk lalu membelai kepala Mecca dengan sayang. Hingga membuat Mona dan Linda iri.

"Tentu boleh sayang." ucap Pandita lemah lembut.

Mecca tersenyum dan kembali mengalihkan atensinya pada Mona dan Linda.

"Kalian dengar kan, aku akan membawa ayahku ke negeri suamiku. Aku akan menjual rumah ini sekarang juga pada jurangan Barja, tidak perduli dirinya mau membayarnya murah sekalipun, daripada aku harus membiarkan rumah ibuku rusak karena di tempati binatang. Lebih baik aku jual murah." jawab Mecca.

Ia lalu menendang semua pakaian yang berada diatas sofa dengan kaki nya dan akan membawa ayahnya duduk disana. Ia kembali masuk ke dalam kamar dan memegang kening ayahnya yang panas.

"Ayah, ayah sakit apa sebenarnya. Kenapa ayah tidak berobat." tanya Mecca.

"Ayah kena gagal Ginjal Mecca. Ayah tidak punya uang untuk berobat." ucap ayahnya yang masih terbaring diatas kasur tipis kamarnya. Mecca menangis mendengar jawaban ayahnya.

Ia yakin jika ayah nya sakit karena terlalu memforsir tenaganya, sebab istri dan anak tirinya itu selalu menuntut lebih.

Ayahnya harus meminum banyak minuman berenergi agar tidak mudah lelah. Imbasnya saat ini harus mengalami gagal ginjal.

"Pandita, ayahku sakit. Apa kamu bisa mengobatinya?" tanya Mecca dengan mata berkaca kaca.

Pandita mengusap air mata Mecca dan tersenyum.

"Kita bawa ayahmu ke istana kita, kita akan rawat ayahmu hingga sehat ya." ucap Pandita lembut dan tersenyum. Mecca mengangguk lalu memeluk pandita erat.

"Terimakasih Sudah mau menerima ayahku!" ucap Mecca serak.

"Ayahmu adalah ayahku juga, sebagaimana ayah dan bundaku juga orang tuamu saat ini." jawab pandita.

"Ayah, maaf Mecca harus mengatakan jika Mecca sudah menikah tanpa mengabari ayah, Pandita saat ini sudah menjadi suami Mecca ayah. Pandita dan orang tuanya sangat menyayangi Mecca, dan saat ini Mecca sedang mengandung." ucap Mecca dengan memegang tangan ayahnya.

Ayahnya tersenyum dan menangis mendengar putrinya sudah menikah.

"Maaf ayah, maaf karena Mecca menikah tanpa restu ayah, Mecca hamil sebelum menikah ayah. tapi ayah jangan khawatir, Pandita dan keluarganya sangat baik." ucap Mecca dengan air mata berlinang.

"Tidak apa nak, maafkan ayah karena selama ini tidak bisa adil membelamu." ucap ayah nya yang juga menangis.

Pandita memegang sebelah tangan pria yang menjadi mertuanya itu.

"Ayah, maafkan aku karena telah menghamili Mecca, dan menikahinya tanpa meminta restumu terlebih dahulu, tapi aku akan bertanggung jawab atas hidup Mecca, aku akan membahagiakan Mecca. Ayah ikut ke istanaku dan orang tuaku ya, kita akan merawat ayah bersama-sama." ucap pandita.

mendengar pengakuan Mecca yang hamil sebelum menikah, Linda tersenyum smirk, karena menganggap Mecca murahan.

"Belum di nikahin udah mau di hamilin. Dasar perempuan murahan." ucap Linda keras menyindir Mecca. Mecca menghela nafas lalu berjalan keluar kamar.

Ia melipat tangannya di depan dada dan menyeringai menatap ibu tirinya.

"Ya jelas mau lah, kenapa aku harus menolak pesona pangeran tampan itu haah, lagipula Pandita itu sangat kaya raya. Kamu mau tau istana nya sebesar apa? Lebih besar dari kampung ini. Asal kamu tau, imbalan yang aku dapatkan dengan mengandung anaknya tidak bisa terhitung oleh rupiah. Semua yang aku inginkan suami dan mertuaku selalu memberikannya, aku benar-benar menjadi permaisuri yang di layani oleh banyak dayang dayang cantik. Aku sudah tidak pernah lagi memegang sapu setelah mengenal Pandita. bahkan aku tidak tau dimana letak dapur istana itu. aku hanya tinggal memesan makanan yang ingin aku makan pada pelayan istana. Kamu sentuh tanganku ini." Mecca mengusapkan telapak tangannya pada lengan ibu dan adik tirinya itu.

"Sangat halus bukan, bahkan wangi yang aku tinggalkan ini bisa berhari hari tidak menghilang dari lengan kalian. Aku hidup bahagia bersama pangeran tampan dan juga raja dan ratu yang menjadi mertuaku sangat menyayangiku." ucap Mecca sombong.

"Halah, sombong. Nggak usah berhayal Mecca. Mana ada keluarga kerajaan yang mau jadiin kamu menantunya." ucap Linda kesal. Mona juga mengangguk setuju.

"Nggak percaya ya, sebenarnya juga nggak masalah sih, kalian mau percaya atau nggak. Toh nggak ada ruginya juga sama aku." Mecca meninggalkan mereka berdua yang kepanasan.