NovelToon NovelToon
Kamu Berhak Terluka

Kamu Berhak Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen Angst / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Bullying dan Balas Dendam / Enemy to Lovers
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Bibilena

Gilsa tak percaya ada orang yang tulus menjalin hubungan dengannya, dan Altheo terlalu sederhana untuk mengerti kerunyaman hidup Gilsa. Meski berjalan di takdir yang sama, Gilsa dan Altheo tak bisa mengerti perasaan satu sama lain.

Sebuah benang merah menarik mereka dalam hubungan yang manis. Disaat semuanya terlanjur indah, tiba-tiba takdir bergerak kearah berlawanan, menghancurkan hubungan mereka, menguak suatu fakta di balik penderitaan keduanya.

Seandainya Gilsa tak pernah mengenal Altheo, akankah semuanya menjadi lebih baik?

Sebuah kisah klise cinta remaja SMA yang dipenuhi alur dramatis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bibilena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku yang asli

Prima memeluk buku-buku novel kesayangannya dengan wajah tak berekspresi, saat dia sedang berdiri di koridor dengan punggung yang tersampir tas hitam.

Pada awalnya Prima berniat pergi ke loker di sebelah barat untuk menyimpan buku-buku novelnya. Namun niat itu terhenti saat kedua mata elangnya menangkap sesuatu di arah parkiran. Jaraknya cukup jauh. Meski demikian mata minusnya tak mungkin salah mengira siapa sosok-sosok yang ada di sana. Itu jelas Gilsa dan Altheo, si murid baru.

"Semudah itu?" Di balik kacamata, sorot matanya menjadi lemah. Mereka sudah dua tahun putus hubungan, dan selama itu pula mereka tak pernah terlihat bersama dengan siapapun lagi. Prima menyendiri, sementara Gilsa membuat permusuhan dengan semua orang.

Ini adalah pertama kalinya lagi Prima melihat Gilsa bersama seseorang secara akrab, sampai pulang bersama. Seolah mereka akan menghabiskan waktu sepulang sekolah, seperti bagaimana siswa kebanyakan.

Dulu mereka yang selalu begitu.

"Hei siapa ini? Prima? Kau belum pulang?" Suara asing tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Dari arah belakang terdengar suara derap langkah kaki, gadis itu memutar tubuh. Dari jarak dekat terlihat seorang pemuda tinggi dengan senyum ramah menghampirinya. Perawakannya yang nakal dan sok, membuat Prima mengernyit tak nyaman.

"Kenapa menyapaku? Kau sudah berani berjalan-jalan di lantai ini?" tanya Prima sambil berjalan mundur untuk memberi jarak. Untungnya dia berhenti mendekat. Senyum laki-laki itu menghilang, matanya yang tajam menatap dalam sorot serius.

Prima selalu menanyakan ini sejak lama, berapa banyak kepribadian yang orang ini miliki sehingga selalu bisa menipu orang-orang untuk memihaknya?

Itu menjijikan.

"Bukannya kita teman? Apa kau tak senang teman lamamu menyapamu?"

Raut muka Prima menjadi tak beremosi. Dia tak bodoh sekarang, ucapan itu jelas bertujuan untuk memprovokasinya. Namun yang membuatnya berpikir adalah apa tujuan pemuda ini hingga ingin membuatnya marah?

"Kau tebal muka ya," ucap gadis itu. Orang di depannya tersenyum lagi, seperti bagaimana yang dia lakukan sebelumnya.

Dia tiba-tiba mendekat hingga jarak keduanya hanya tersisa satu langkah. Prima mengeratkan pegangannya pada buku tanpa sadar. Dia sulit melangkah mundur saat mata itu mengunci dirinya, lalu sebuah tangan membelai helaian rambutnya.

Rasa merinding merambat dari kaki hingga ke leher.

"Prima, apa kau tidak merindukanku?"

"Jaga batasanmu." Tangan itu Prima tepis sekuat tenaga. Dia kembali mengambil langkah mundur, dagunya terangkat angkuh dengan mata yang terus menyiratkan rasa benci. Menatap orang di atasnya.

"Kau sangat pemarah sekarang."

"Sedetik pun aku tak pernah melupakan apa yang sudah kau perbuat padaku dua tahun yang lalu, Kevin."

Kevin, pria itu memutar matanya dengan raut kesal.

"Memangnya apa yang kulakukan? Apa kau cacat karena hal itu?" Tatapan tajam menatap Prima saat ini. Dia menelan ludah tanpa sadar. Pria ini selalu saja berkilat lidah.

"Bagaimana jika itu terjadi pada ibumu?"

Perkataan itu membuahkan pelototan dari Kevin, hingga tangannya terangkat tanpa sadar. Seolah akan memukul Prima tapi terhenti. Gadis itu tersenyum dalam raut sedih.

"Aku juga keluarga seseorang, sialan."

Tangan Kevin turun kembali ke tempat semula.

"Aku akan mengadukanmu jika kau menemuiku lagi." Prima segera pergi dari sana dengan langkah cepat.

•••

Mobil berhenti di sebuah parkiran, tepat di dekat gapura pintu masuk. Gilsa dan Altheo keluar hampir berbarengan. Altheo yang mengambil kamera dan mengeceknya, sementara Gilsa menatap sekeliling penuh kagum. Meski cuaca panas di sini anehnya terasa dingin. Gadis itu membuka pintu mobil lagi dan membawa jaket kulitnya, dia memilih memakai itu sebelum masuk.

"Pakai tiket tidak?" tanyanya. Sambil mengikuti Altheo dan melihat pemuda itu fokus memainkan kamera di sampingnya.

"Tiket apanya? Ini kawasan pribadi."

Kening Gilsa mengernyit. Meski begitu dia tak bertanya lagi dan fokus berjalan, menyusuri tanah yang perlahan menanjak. Kemudian menurun lagi. Terus seperti itu selama beberapa kali, meski itu bukan jalan setapak dan tampai diaspal dengan baik.

"Kalau naik motor ke sini pasti lebih seru," katanya. Sambil melihat sekeliling area yang luas. Tidak ada rerumputan ataupun pohon setelah masuk lebih dalam, malah ada lapangan luas yang diaspal seperti jalan raya. Luasnya persis seperti lapangan di tengah alun-alun, malah sepertinya lebih besar.

"Kita bisa main basket atau voli gak sih di sini?" tanyanya lagi sambil melihat sekeliling. Altheo tak mengubrisnya bahkan setelah dia mencoba banyak untuk membuka obrolan.

Gilsa menyerah, dia mencebik dan mengikuti pemuda itu dalam diam. Mereka menanjak lagi, kali ini jalan yang besar mulai mengerucut dan pepohonan terlihat kembali mengelilingi. Semakin lama pohon itu semakin padat dan tinggi. Suasananya asri dan tenang, ada banyak suara serangga juga burung.

Tiba-tiba mereka menemukan sebuah sungai, itu cukup besar dengan banyak bebatuan dan airnya yang jernih. Ada jembatan dibuat diatasnya, dari kayu dan cukup tinggi.

"Kita akan melewati jembatan itu." Akhirnya Altheo berbicara. Namun anehnya dia diam di tempat, menatap sekeliling lalu mencoba mengarahkan kameranya ke atas. Gilsa tak peduli pemuda itu mau memotret atau hanya mengecek, dia berjalan ke jembatan dan berdiri di tengah-tengah. Melihat ke arah sungai dimana airnya dengan deras mengalir.

Lensa kamera itu bergerak semakin turun, lalu ke arah sungai, kemudian Altheo berhenti. Dia menangkap pemandangan seseorang dalam objek yang sangat pas di kamera.

Gilsa berdiri diatas jembatan sungai sambil menatap air jernih di bawah kakinya. Bibir cherrynya tersenyum kecil begitu merasakan udara segar pepohonan mewarnai indra penciumannya bersama air deras yang menenangkan. Langit sudah berwarna jingga keemasan saat itu. Menghiasi warna di sekitar Gilsa, yang di kelilingi pepohonan hijau.

Cekrek!

Pemandangan itu ditangkap dengan baik di dalam kamera Altheo. Dia menurunkan kamera dari depan mata, tertegun sendiri dengan apa yang baru saja dia perbuat.

Dia seperti orang mesum tiba-tiba.

Altheo membuyarkan pikiran itu, kemudian mengalungkan kamera di leher. Dia lantas menghampiri Gilsa.

"Apa kau begitu menyukai jembatan ini?"

Gilsa memanggku wajahnya di sisi jembatan menggunakan dua tangan. Memejamkan matanya sekejap.

"Iya," balasnya.

Altheo tertawa sekarang. "Itu bukan jawaban yang akan keluar dari Gilsa yang aku kenal."

Gilsa menegakan tubuhnya, dia menoleh ke samping untuk melihat pemuda yang meledaknya. Gadis itu tiba tiba tersenyum sambil menyandarkan pipinya ke tangan yang bersangga di atas jembatan.

"Ini adalah Gilsa yang akan kau kenal selanjutnya," kata gadis itu.

Dia menjadi memesona dengan caranya sendiri.

Semburat hangat menerpa perasaan Altheo layaknya langit jingga di atas mereka. Itu perasaan berdesir yang kuat, yang membuatnya merasa seperti baru saja memakan dopamin. Dia merasa menggebu-gebu alih-alih senang.

"Kau tampak kesal." Gilsa mencebik. Dia lantas menegakan tubuh. Lalu tiba-tiba ada yang mengelus pucuk kepalanya, dengan lembut berulang kali.

"Huh?" Punggung pemuda itu adalah jawaban dari kebingungan Gilsa yang sedang menyentuh kepalanya sendiri.

"Apa ini?" Meski dia berkata demikian dalam hati. Gilsa menghampiri Altheo tanpa protes dan berjalan di sampingnya seolah tak terjadi apapun.

"Darimana kau tahu tempat seindah ini?"

"Dari Kakakku."

1
Rasmi
🥲
Rasmi
😭😭😭😭
Rasmi
gilsa gk naik kelas????? 🧐 kok isoo
Rasmi
kencan??? 😌
Rasmi
Critanya mnarik bngt.. ada kisah pertemanan, masalah kluarga jga prcintaan ...ditnggu smpe end thorr 😌☺
Rasmi
nooooo 😭
Rasmi
altheo??
Rasmi
😲
Rasmi
susss😌
Rasmi
typo y yang trakhir thor mau ikutan kaget jdi gk jadi 😭🤣
Bibilena: Ah iya maaf aku baru tahu 😭😭
total 1 replies
Rasmi
jahat bngt bjingan😭
Rasmi
pengalaman bangettt 😵‍💫
Rasmi
bner banget knpa y orng kaya tuh suka caper 😕
Rasmi
wah, seru juga,kyaknya cweknya badass dehh
Gió mùa hạ
Tak terduga.
Bibilena: 😮 terima kasih (?)
total 1 replies
BX_blue
Jalan cerita seru banget!
Bibilena: Terimakasih atas dukungannya^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!