Setelah bertransformasi menjadi bayi, mantan kepala badan intelijen rahasia, Cheng Yao yang tumbuh besar dan dikenal sebagai Putri Danyang yang malas dan tidak berguna ditipu oleh Kaisar dan dikirim ke perbatasan untuk menikahi Adipati Ning. Adipati Ning adalah adik sepupu Kaisar, dan Cheng Yao menganggap bahwa suaminya adalah pria tua yang jelek.
Namun, setelah melihat wajah asli Adipati Ning, Cheng Yao mengubah pemikirannya dan berkata ingin punya anak dengan Adipati Ning.
Adipati Ning mengabaikannya, namun dia kemudian menyadari bahwa Cheng Yao berkaitan erat dengan Master Qiheng dari Paviliun Zhanbai, organisasi intelijen rahasia nomor satu di dunia persilatan.
Akankah Cheng Yao mendapatkan keinginannya untuk memiliki anak dari Adipati Ning, Ning Ziyu tanpa menyingkirkan bayangan yang ia sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 18: Paman Kecil, Mari Bersepakat Denganku!
Jing Fu dan Ling Yun selalu menjadi korban yang menanggung akibat dari kemarahan Adipati Ning dan kekesalan Putri Danyang akhir-akhir ini. Mereka akan secara otomatis menjadi objek bulan-bulanan ketika kedua majikan mereka tidak senang.
Jing Fu yang merasa usianya lebih tua beberapa kali menasihati Ning Ziyu agar mempertimbangkan permintaan Cheng Yao jika tidak ingin kediaman ini terus kacau setiap hari. Namun, Ning Ziyu nyatanya lebih suka menutup kedua telinganya dan fokus menangani urusan pemerintahan ketimbang memperhitungkan masalah yang ditimbulkan Cheng Yao.
Selama Cheng Yao tidak kabur ke ibukota dan melapor pada Kaisar, itu sudah cukup bagi Ning Ziyu. Dia memang kesal dan marah karena kekacauan yang ditimbulkan oleh wanita itu, tapi dia juga tidak ingin memenuhi permintaannya. Dia tetap pada keputusan awalnya.
Jujur saja, Cheng Yao merasa kesulitan menaklukan Ning Ziyu. Sejak kembali ke Kota Feng, pria itu sudah tidak pernah datang ke kediaman belakang lagi. Ning Ziyu tidak lagi repot-repot menjaga kehormatan sang Putri Danyang karena tidak ingin bertemu dengannya, atau mereka akan ribut lagi.
“Dia menolaknya lagi?” tanya Cheng Yao pada Xiuli.
Beberapa jam lalu dia baru saja menyuruh orang mengirimkan makan siang ke ruang baca Adipati Ning, namun belum lima belas menit berlalu, Ling Yun datang mengembalikan kotak makan beserta isinya pada Cheng Yao. Ling Yun bilang, Tuan Adipati sedang sibuk bekerja, jika makan banyak, dia bisa kehilangan fokus dan mengantuk. Itu jelas alasan yang mengada-ngada.
“Putri, mungkin Putri bisa mencoba trik wanita cantik,” usul Xiuli.
“Trik wanita cantik? Maksudmu, aku harus bertingkah manja, bertutur kata sopan dan lemah lembut padanya?”
“Ya, mungkin saja itu dapat bekerja. Nona Song Hua bukankah mengandalkan itu untuk memikat Tuan Adipati?”
Song Hua? Ah, karena kesibukannya membujuk Ning Ziyu, Cheng Yao jadi lupa soal wanita bernama Song Hua yang digadang-gadang lebih cocok menjadi istri adipati masa depan. Pertemuannya dengan Song Hua di Taman Ankang kala itu belum cukup berkesan, namun bukan berarti Cheng Yao tidak tertarik.
“Aku punya ide. Xiuli, bawa kotak makan ini, ikut aku ke ruang baca Adipati!”
“Ah? Putri, bukankah Tuan Adipati sudah menolak?”
“Aku punya rencana.”
Xiuli menurut, lalu mengikuti majikannya dari belakang. Pintu ruang baca tertutup, tapi tidak biasanya Ling Yun tidak berjaga.
Setelah memperhatikan selama beberapa saat, Cheng Yao dan Xiuli lalu mulai mendekati tempat tersebut. Begitu sampai di depan pintu, Cheng Yao berdehem sebentar sambil membetulkan postur tubuh dan pakaiannya.
“Paman kecil, aku datang membawakanmu makan siang!”
Ning Ziyu yang sedang minum segelas air langsung tersedak. Pintu terbuka, menampilkan sosok Cheng Yao dengan balutan busana hijau muda yang cerah sedang berjalan ke arahnya.
“Uhuk…. Siapa yang kamu panggil paman kecil?”
“Selain kamu, memangnya siapa lagi yang bisa menerima kehormatan dipanggil paman kecil olehku?”
Ning Ziyu berkata dengan tegas, “Aku bukan pamanmu.”
“Eh… kamu tentu saja pamanku. Tuan Adipati, Ning Ziyu, meski margamu adalah Ning, tapi ibumu adalah Putri Wanxin, bibi bungsu ayahku. Kamu adalah adik sepupu ayahku, jadi secara hierarkis, kamu tentu saja adalah pamanku. Bukankah begitu?”
Yah, itu benar, tapi panggilan ‘paman kecil’ ini sangat janggal di telinga Ning Ziyu. Dia seorang adipati yang agung dan berkuasa, sejak kecil terbiasa hidup sendirian tanpa saudara selain ibu dan ayahnya.
Bagaimana bisa dia menikmati kebiasaan dipanggil sebagai ‘paman kecil’ oleh Cheng Yao, yang sekarang statusnya adalah istrinya sendiri?
Oh, bersaudara sepupu dengan seorang Kaisar memang merepotkan, dan putri sepupunya ini lebih merepotkan lagi. Setelah tidak berhasil membujuknya dengan makanan, apakah Cheng Yao mulai menggunakan trik lain untuk memikatnya? Tidak, Ning Ziyu tidak akan tergoda.
“Meski begitu, sekarang statusmu adalah istri adipati dan aku adalah suamimu. Tidak pantas bagimu memanggilku dengan sebutan itu,” Ning Ziyu mendengus.
“Yo, jadi sekarang kamu ingat kalau kamu adalah suamiku?”
Cheng Yao menatap penuh binar pada Ning Ziyu, menggodanya dengan berkata, “Kalau begitu, suamiku, kapan kamu akan memberiku seorang anak?”
Tidak ada hal lain yang selalu dibahas selain masalah ini. Ning Ziyu sudah bosan karena sejak menikah, setiap hari yang ada di pikiran wanita itu adalah anak dan anak.
Cara-cara yang dia gunakan untuk membujuknya sangat variatif, tapi sayang wanita itu hanya membuang-buang tenaganya saja. Pada akhirnya, Ning Ziyu akan mengacuhkannya lagi dan lagi meski Cheng Yao marah.
“Aku bisa menyetujui semua syaratmu. Apa yang kamu inginkan? Apakah kamu menginginkan seorang selir? Kalau ya, aku mungkin bisa sedikit berlapang dada dengan mengizinkan Song Hua masuk ke kediaman ini. Aku sudah bilang, kamu boleh mengambil selir dan tidak mencintaiku, tapi kamu hanya boleh punya anak dariku.”
Mendengar nama Song Hua disebutkan, ekspresi Ning Ziyu perlahan berubah jadi kusut. Dia dan Song Hua sama sekali tidak punya hubungan seserius itu, yang mengharuskan dia mengambilnya dan memasukannya ke kediaman sebagai selir. Hubungan mereka di masa lalu hanya sebatas teman berbincang sekilas yang bertemu pada beberapa situasi resmi. Tidak pernah disengaja atau direncanakan.
“Aku tidak punya hubungan apapun dengan Song Hua. Putri, hati-hati dengan kata-katamu.”
Tadinya Cheng Yao hanya ingin menguji Ning Ziyu untuk memastikan apakah pria ini punya sedikit perasaan pada Song Hua atau tidak.
Reaksinya ternyata sebesar ini, bahkan mengonfirmasi kalau dia sama sekali tidak punya hubungan dengan wanita itu. Ini membuktikan bahwa apa yang dianggap benar oleh orang-orang di Kota Feng tentang Song Hua dan Ning Ziyu hanyalah sebuah perkataan sepihak saja.
“Baiklah, baiklah, tidak suka ya tidak suka saja. Untuk apa kamu mencelaku dengan kata-kata?”
“Jika Putri tidak ada keperluan lagi, silakan pergi. Aku masih punya urusan penting untuk ditangani,” usir Ning Ziyu. Kalau itu adalah wanita lain, pasti sudah keluar sambil menangis. Tapi, ini adalah Cheng Yao, sang Putri Danyang yang tidak berguna dan tidak tahu malu.
“Kamu punya urusan penting, aku juga punya urusan penting. Urusan pentingku adalah kamu,” Cheng Yao kemudian menata piring makan siang di meja dengan hati-hati. “Menunda waktu makan bisa menimbulkan penyakit. Aku tidak mau ayah dari anak-anakku menjadi penyakitan.”
Meski kata-katanya tidak enak didengar, tapi sangat masuk akal. Ning Ziyu terkadang melewatkan jam makan karena sibuk dengan urusan resmi. Jika tidak diingatkan Jing Fu, dia akan melupakannya sampai jam makan di hari selanjutnya tiba. Itu memang kebiasaan yang sangat buruk.
“Suamiku, silakan makan.”
“Apakah kamu akan pergi jika aku makan?”
“Jika kamu menghabiskan makanannya, aku akan berhenti mengganggumu hari ini.”
“Sungguh?”
“Ya.”
Tanpa menunggu lama, Ning Ziyu langsung melahap hidangan makan siang yang sempat ditolaknya tadi. Dia begitu terburu-buru sampai hampir tersedak. Cheng Yao ingin tertawa. Ini hanya trik kecil, tapi pria ini menganggapnya begitu serius. Tampaknya Ning Ziyu benar-benar ingin mengusirnya pergi.
“Kamu begitu lahap, apakah kamu tidak takut aku menaruh obat di makanan itu?”
“Uhuk-uhuk… kamu berani?”
“Kenapa aku tidak berani? Aku bahkan bilang padamu kalau aku akan menempuh segala cara untuk membuatmu memiliki anak bersamaku.”
Entah mengapa Ning Ziyu justru merasa wanita itu tidak akan berani. Meski Cheng Yao menyebalkan dan keras kepala, dia bukan tipe orang yang akan menggunakan cara kotor untuk mencapai tujuannya.
Selama ini selain membujuknya dengan mengganggunya, Cheng Yao belum pernah melakukan sesuatu yang kotor dan licik seperti menaruh obat perangsang atau obat bius. Mungkin, setidaknya Cheng Yao masih memiliki kehormatan wanita yang berasal dari keluarga kerajaan sehingga tidak melakukan cara-cara kotor itu. Ning Ziyu lumayan lega, dadanya tidak terlalu sesak lagi.
“Paman kecil, mari bersepakat denganku.”
“Apa yang perlu disepakati?”
“Aku akan mengabulkan keinginanmu dan kamu harus mengabulkan keinginanku.”
“Aku tidak butuh bantuanmu untuk mengabulkan keinginanku.”
“Sungguh tidak mau? Aku bisa memberimu banyak uang, bahkan kehormatan.”
“Tidak. Orang harus tahu diri untuk tidak serakah akan harta benda dunia.”
“Bagaimana jika aku bisa menyembuhkan penyakitmu?”
Ning Ziyu seketika tertegun.