Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏
Gara-gara sebuah insiden yang membuatnya hampir celaka, Syahla dilarang keluarganya untuk kuliah di Ibukota. Padahal, kuliah di universitas itu adalah impiannya selama ini.
Setelah merayu keluarganya sambil menangis setiap hari, mereka akhirnya mengizinkan dengan satu syarat: Syahla harus menikah!
"Nggak mungkin Syahla menikah Bah! Memangnya siapa yang mau menikahi Syahla?"
"Ada kok," Abah menunjuk pada seorang laki-laki yang duduk di ruang tamu. "Dia orangnya,"
"Ustadz Amar?" Syahla membelalakkan mata. "Menikah sama Ustadz galak itu? Nggak mau!"
Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Apakah pernikahan mereka akan baik-baik saja?
Nantikan kelanjutannya ya🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Gosip
"Harus banget ya, pulangnya malam-malam begini?" Syahla mengantarkan keluarganya sampai di depan pintu rumah. "Nggak bisa besok saja?"
"Jadwal penerbangan kami malam ini La," Gus Sahil yang menjawab. "Lagian besok Mas sudah sibuk."
"Dih, sok sibuk banget." Syahla mencibir. "Nggak kasian apa Aisha lagi enak-enak tidur diajak pergi?"
"Nggak papa dek. Aisha sudah biasa kok. Lagipula biasanya kalau ada acara di luar kota kita perginya juga malam-malam," kali ini Hafsa angkat bicara.
"Tapi kan aku masih kangen sama kalian," Syahla memeluk uminya dengan tidak rela. "Nanti Umi bakalan kesini lagi kan?"
"Pasti dong," Umi Zahra mencium pipi kanan dan kiri putrinya. "Belajar yang bener. Biar cepat lulus!"
"Doakan ya Umi.." Syahla ganti mencium pipi ibundanya.
Beberapa saat kemudian, taksi online pesanan mereka datang. Syahla melambaikan tangannya dengan air mata mengalir membasahi pipi.
"Sudah yuk, masuk," ajak Ustadz Amar setelah mobil taksi itu menghilang dari pandangan.
Sambil sesenggukan, Syahla mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah. Ia kemudian mengernyitkan dahi ketika Ustadz Amar masuk ke dalam kamarnya.
"Eh, eh, ngapain masuk ke kamar saya?"
"Mau mandi," jawab Ustadz Amar santai.
"Kan mandinya bisa di kamar Om Suami sendiri?"
"Baju saya kan di lemari kamu semua Syahla," Ustadz Amar menoleh sebentar sebelum masuk ke kamar mandi. "Sudah keburu gerah."
Syahla hanya bisa menghela napas. "Nanti bajunya langsung dipindahin semua ya, saya mau ngerjain tugas!"
"Oke!" jawab Ustadz Amar setengah berteriak, sudah masuk ke kamar mandi.
Selama beberapa menit, Syahla tampak fokus mengerjakan tugasnya di atas ranjang. Ia mengetik dengan penuh semangat. Sesekali membaca buku referensi yang sudah ia pinjam di perpustakaan.
Pintu kamar mandi terbuka. Mau tidak mau, tatapan Syahla langsung menuju ke arah kamar mandi. Alangkah terkejutnya ia melihat suaminya keluar hanya menggunakan handuk yang melilit pinggangnya.
"Om Suami!" teriak Syahla sambil menutup matanya dengan kedua tangan. "Apa-apaan sih? Kenapa nggak pakai baju?"
"Kan bajunya ada di lemari," Ustadz Amar tampak selow saja menjawab. Tanpa memperdulikan Syahla, Ustadz Amar mulai membuka handuknya.
"Akhhhh!" Syahla sebenarnya tidak melihat apa-apa, tapi teriakannya sudah sangat heboh. Masih dengan tangan menutup kedua matanya, ia berlari keluar kamar dengan terburu-buru.
"Hati-hati! Nanti jatuh!" teriak Ustadz Amar dari dalam kamar.
...----------------...
Esoknya, mereka sudah kembali disibukkan dengan aktivitas masing-masing. Sebelum masuk kelas, Syahla terlebih dulu menuju gedung UKM sambil menenteng tas laptop milik Kak Rama. Seperti janjinya pada Ustadz Amar, dia akan segera mengembalikan benda itu ke pemiliknya.
Sampai di depan ruangan Persma, tampak Kak Rama, Kak Anne, dan dua anggota yang lain sedang mengobrol di sana. Syahla menghampiri mereka sambil tersenyum ramah.
"Pagi Kak Anne, Kak Rama, Kak Hasan, Widya.." Syahla menyapa satu persatu orang di sana.
"Hai," Kak Rama menjawab sapaannya dengan senyum lebar. "Apa kabar Dek Lala?"
"Alhamdulillah baik Kak. Oh iya, ini, saya mau kembalikan laptop kakak, sekalian mau mengucapkan terimakasih." Syahla menyerahkan laptop itu kepada Kak Rama.
"Loh, memangnya tugas Dek Lala udah selesai? Kayanya baru pinjam dua hari yang lalu deh,"
"Sudah Kak. Saya sudah ada laptop lain,"
"Yah, traktirannya sudah nggak berlaku lagi dong," canda Kak Rama.
"Eh, kalau itu masih Kak. Nanti kapan-kapan saya traktir, sama yang lain juga."
"Beneran?" Kak Anne berbinar-binar. "Gue tunggu loh, ya!"
"Siap Kak!" Syahla menganggukkan kepalanya.
"Oh iya," Kak Rama tampak teringat sesuatu. "Soal wawancara sama Pak Amar.."
Syahla menahan napasnya saat nama itu disebut. Waduh, apalagi nih?
"..kayanya kita nggak bisa lanjutin deh,"
Syahla menghela napas lega. Berbeda halnya dengan anggota lain yang tampak heran.
"Loh, kenapa Ram? Kan Gue udah bikin daftar pertanyaannya," protes Kak Anne.
"Soalnya.." Kak Rama tampak melirik Syahla. "Pak Amar itu kan oomnya Lala,"
"Hah? Yang bener?" ketiga orang itu tampak terkejut. "Serius La? Kok Lo nggak ngomong sama kita?"
"Ee.." Syahla mencoba merangkai kata-kata yang tepat.
"Ya Lala pasti malu lah kalau ngomong langsung," sahut Kak Rama. "Makanya Gua udah bikin rencana baru. Ada mahasiswa yang kemarin baru dapet juara satu lomba debat nasional. Gue udah hubungi dia dan dia mau diwawancara. Jadi ntar sore kita bisa langsung eksekusi ke rumahnya,"
Syahla dan yang lain menganggukkan kepalanya. Sebagai ketua organisasi, Kak Rama memang sangat cekatan dalam bekerja.
"Oh ya, ntar sore Lu free nggak, Dek Lala?" Kak Rama beralih menatap Syahla.
"Saya?" Syahla tampak berpikir sejenak. "Kalau sore sih, free Kak. Tapi kalau sampai malem, saya harus ngerjain tugas."
"Nggak bakal sampai malem kok. Jadi ntar Dek Lala ikut ya,"
"Hah?" tidak hanya Syahla, Kak Anne yang mendengar ucapan Kak Rama juga merasa heran.
"Ee.. Saya kan masih baru Kak. Apa nggak malah ngerepotin?"
"Nggak kok," geleng Kak Rama. "Justru karena anak baru makanya harus sering-sering ikut kegiatan. Biar bisa,"
"Oh.." Syahla menganggukkan kepalanya. "Terus, nanti yang berangkat siapa aja?"
"Biasanya berdua cukup sih. Cuma, karena Dek Lala masih baru, jadi Anne juga ikut."
Kak Anne tampak menunjukkan raut tidak senang, tapi hanya sementara karena setelah itu dia tersenyum lagi. "Nanti sore kita tunggu di sini ya La,"
"Oke Kak," Syahla menganggukkan kepalanya menurut.
...----------------...
Kuliah pertama Syahla hari ini dimulai pukul 10:30, maka ia pergi dulu ke perpustakaan sambil menunggu waktu yang telah ditentukan. Sepuluh menit sebelum kelas dimulai, Syahla keluar dari perpustakaan dan berjalan menuju ke kelas.
Sesampainya di kelas, dia menyadari tatapan orang-orang tertuju padanya. Ada gosip apa lagi, nih? Kak Rama lagi? Ia membatin.
"Sini," Anggika melambaikan tangan dan menunjuk kursi kosong di sampingnya. Syahla segera mendudukkan pantatnya di sana.
"Ada apa sih?" Syahla mulai risih karena tatapan orang-orang semakin lekat padanya.
"Oh, Gue tadi denger gosip kalau Lo itu keponakannya dosen ganteng di Fakultas sebelah," Anggika menjawab sambil mengeluarkan buku-bukunya.
"Hah? Gosipnya udah sampai sini?" Syahla terkaget-kaget. Bukannya mereka baru membicarakan hal itu tadi pagi di depan para anggota Persma saja? Kenapa kabarnya menyebar begitu cepat?
"Emangnya itu bener?" Anggika merasa penasaran setelah mendengar respon Syahla.
Dengan ragu-ragu, Syahla menganggukkan kepalanya.
"Serius?!" Bukan Anggika, yang menyahut malah gadis di belakangnya. "Kamu beneran keponakannya Pak Amar?"
Suara gadis itu terlalu keras sampai-sampai seluruh isi kelas mendengar. Seperti yang ditakutkan Syahla, para gadis langsung mendekatinya dengan agresif.
"Eh, eh, Gue titip salam dong!"
"Om Lo udah punya istri belum? Kenalin ke Gue dong!"
"Boleh minta nomornya nggak?"
Wajah Anggika sudah merah padam menahan marah. "Berisik kalian semua! Bubar sana!"
Para gadis tampak mundur perlahan. Lagi-lagi menampakkan wajah tidak suka pada Anggika. Padahal Anggika sudah pernah memarahi mereka karena hal serupa, tapi tetap saja gadis-gadis itu tidak ada kapoknya. Syahla sendiri sudah menutup wajahnya frustasi. Kacau sudah! Kali ini kebohongannya sudah menyebar ke seluruh kampus!
apalagi suaminya lebih tua