Aku memiliki seorang istri yang sakit-sakitan sudah satu tahun lama nya, sakit lambung kronis yang di deritanya membuat tubuhnya kian hari kian kurus, membuat aku tak berselera melihatnya, hilang hasrat kelelakian ku terhadap dirinya.
Hadir nya seorang pembantu muda di rumah kami seringkali membuat aku meneguk saliva melihat bodinya yang bahenol.
Dan pada akhirnya dengan berbagai macam rayuan, aku dapat mencicipi tubuh nya tanpa sepengetahuan oleh istriku. Awalnya pembantu muda nan cantik itu menolak sentuhan yang aku berikan, tapi lama kelamaan ia menjadi ketagihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 01Khaira Lubna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pov Namira
POV Namira.
Sejak Mas Emran menjatuhkan talak kepada ku waktu itu, aku memutuskan untuk pergi dari hidup nya. Pergi dari semua hal yang bisa membuat aku kesulitan untuk melupakan sosok nya.
Aku hanya pulang sebentar ke rumah kami, mengambil barang-barang berharga milikku, lalu aku pergi ke suatu tempat.
Tak sanggup lagi rasanya aku tinggal di dalam rumah yang penuh kenangan tersebut, setiap sisi rumah, akan terus menghadirkan bayang-bayang tentang Mas Emran dan aku juga tahu, di rumah itulah Mas Emran dan Ayu berbuat zina untuk pertama kalinya. Sungguh aku tak sanggup. Sakit rasanya.
Selama dalam perjalanan menuju suatu tempat, air mata ku terus saja mengalir tanpa bisa aku cegah.
Mengucapkan kata rela dan Ikhlas di mulut itu memang mudah, tapi tidak dengan di hati. Hati ku terus saja memberontak, mengatakan kalau Mas Emran hanya milikku seorang. Semakin aku berusaha untuk menyangkal rasa itu, semakin aku merasakan rasa sakit yang teramat sangat di hati.
Setelah melewati perjalanan yang lumayan jauh dan lumayan melelahkan, akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Tujuanku adalah rumah seorang sahabat aku. Iya, sahabat yang tumbuh dan besar bersama-sama di panti asuhan.
Sahabat aku sudah menikah, itulah yang aku tahu karena kami sering saling bertukar kabar lewat sambungan telepon.
Zahra menyambut kedatangan ku dengan begitu ramah. Tempat tinggalnya cukup besar dengan lantai dua tingkat. Dia tinggal di perumahan di kota Bandung.
Dan hal yang membuat aku pangling ketika melihatnya adalah, karena dia sudah berhijrah. Dia sudah membaluti tubuh nya dengan gamis lebar, hijab lebar dan paras nya ia tutupi dengan niqab/cadar.
Kami berpelukan cukup lama, lalu dia mempersilakan aku masuk ke dalam rumah nya yang bersih lagi wangi. Kami duduk di ruang keluarga, dia menyuguhkan minuman serta kue di hadapan ku. Lalu setelah itu kami mulai bercerita.
''Namira, kenapa kamu ke sini tidak mengabari aku terlebih dahulu? Kamu benar-benar sudah sembuh dari magh kronis mu? Dan mana suami mu yang tampan itu?'' cerca Zahra dengan beberapa pertanyaan.
Dan akupun lalu menceritakan semuanya kepada Zahra, tanpa ada yang aku tutupi. Aku menceritakan kalau aku dan Mas Emran sudah bercerai karena hadirnya seorang pelakor di dalam rumah tangga kami.
Zahra tampak merasa begitu prihatin setelah mendengar cerita ku. Ia memeluk tubuh ku serta membantu menyeka air mata ku, karena selama aku bercerita, air mata ku tak henti menetes.
''Ya ampun Namira, kenapa kamu malah minta cerai? Kamu kok gampang banget menyerah. Seharusnya kamu buktikan kepada wanita itu, kalau hanya kamu yang pantas untuk Emran. Kalau Emran tidak bisa meninggalkan wanita itu karena alasan anak, maka kamu harus tetap mempertahankan rumah tangga mu. Poligami itu sah sah saja Namira, asalkan sang suami berlaku adil,'' tutur Zahra.
''Tapi aku tak bisa berbagi, Zahra!'' ucap ku penuh penekan.
''Ya terus, apakah kamu merasa senang dengan status baru mu ini? Sekarang kamu sudah menjadi seorang janda. Tidak ada lagi pria yang akan memberikan kehangatan di malam dingin mu, dan tidak ada lagi pria yang bertanggungjawab penuh atas dirimu. Berbeda kalau kamu masih punya suami. Ya walaupun suami kamu sudah punya istri lain, tetapi aku pastikan itu jauh lebih baik dibandingkan kamu harus menjadi seorang janda,'' Zahra tetap keukeh kalau keputusan yang aku ambil adalah salah.
''Udahlah Zahra, lagian semuanya sudah terlanjur juga!'' kata ku lagi dengan nada pasrah.
''Oke, baiklah Namira. Maafkan aku karena aku terkesan terlalu cerewet, tapi sebagai seorang sahabat, aku ingin yang terbaik untuk mu. Kita ini saat belum menikah sudah menjalani beratnya hidup karena harus tinggal di panti asuhan yang sempit, aku sih berharap nya saat sudah menikah kita bisa hidup bahagia. Walaupun . . . Ya misalnya suami kita mendua, tapi untuk soal materi kita terpenuhi. Aku rasa itu sudah cukup. Apalagi kamu yang memiliki suami seorang CEO. Dia baik dan bertanggungjawab juga. Buktinya selama enam tahun pernikahan kalian, dia bisa menjadi suami yang baik untukmu, saat kamu sakit dia merawat kamu dengan sabar, dan soal dia yang telah menghamili pembantu rumah tangga mu, itu sih wajar wajar saja karena dia juga butuh seorang keturunan dan dia juga butuh menyalurkan hasratnya yang sudah lama terpendam. Seharusnya kamu mengerti Namira. Tidak mudah di posisi Emran,'' Zahra masih tetap membela Mas Emran. Dan aku hanya bisa menghela napas mendengarkannya.
''Tapi dia membohongi aku, dia tidak jujur sama aku Zahra!'' kata ku lagi.
''Mungkin dia masih memikirkan mencari cara dan waktu yang tepat untuk memberi tahu mu!'' Zahra membelai lengan ku.
Saat kami tengah berbincang, tiba-tiba saja seorang anak laki-laki berlari kecil menghampiri Zahra.
''Bunda,'' anak laki-laki itu duduk dipangkuan Zahra. Anak laki-laki yang ku perkirakan berusia tiga tahun. Suara nya masih cadel saat berbicara.
''Duh, gemesnya. Ternyata anak kamu sudah besar Zahra,'' kata ku sembari mencolek pipi gembul anak Zahra.
''Iya, Namira. Usianya sudah tiga tahun,''
''Oh, Papa nya mana?'' tanya ku. Karena dari tadi aku tidak melihat keberadaan suami nya Zahra.
Suaminya yang aku tahu seorang guru agama di sebuah pondok pesantren.
Zahra tak langsung menjawab pertanyaan ku, dia diam sesaat, lalu mulai berucap.
''Papa nya lagi berada di rumah keduanya,'' jelas Zahra tersenyum simpul.
''Rumah ke dua?'' tanya ku tak mengerti.
''Iya, Namira. Mas Adi, dia juga sudah menikah lagi dari setahun yang lalu. Dan hari ini, hingga seminggu yang akan datang, Mas Adi akan menginap di rumah istri kedua nya, karena jatah nya di sana untuk semingguan. Habis itu baru di pulang lagi ke sini,'' jelas Zahra lagi. Dan dia menjelaskan dengan santai, terlihat tanpa beban. Ya ampun, aku tidak habis pikir, terbuat dari apa hati sahabat ku ini.
''Kamu tidak apa-apa Zahra ketika tahu suami mu menikah lagi?'' tanya ku.
''Ya, awalnya emang sakit, awalnya emang sulit untuk menerima, tetapi lama-kelamaan aku menjadi terbiasa, dan sekarang aku tak apa-apa, aku ikhlas berbagi suami dengan wanita lain,''
''Kamu kok kuat banget sih?''
''Aku tidak kuat Namira. Hanya saja aku selalu mendapat kajian dari suamiku. Kajian tentang sah sah saja berpoligami. Oleh karena itu kenapa aku begitu menyayangkan keputusan mu. Aku saja yang sudah bisa memberikan keturunan untuk suamiku, aku saja yang sudah melayaninya dengan baik, tetapi nyatanya dia tega mendua dan mencari tempat singgah lain. Apalagi Emran.'' Tutur Zahra.
Kali ini aku tak membalas perkataannya lagi. Aku sibuk berperang dengan pikiran ku sendiri. Bertemu dengan Zahra dan mendengarkan semua ceritanya, berhasil membuat aku terpengaruh. Terpengaruh untuk kembali bersama Mas Emran.
Bersambung.
bls dendam nya yang syantik gech thor,biar gereget baca nya.
maaf ya thor bukan enggak suka cerita nya tapi ini hanya masukan aja 😊
jangan mau jadi perusak rumah tangga org mir..
tunggu saatnya kalo memang dia jodoh mu dia akan kembali,tp jangan jadikan kamu wanita rendahan,kamu harus berkelas