Damian yang mulai menutup diri setelah memilih pergi dari rumah. tiba-tiba mengetahui bahwa ayahnya telah “membeli” seorang pengantin untuk merawatnya. Gadis pengantin tersebut bernama Elia yang merupakan siswinya di sekolah. Elia muncul di depan pintunya, dan menyatakan bahwa Dia dikirim oleh ayah Damian untuk menjadi pengantinnya.
Elia terpaksa menerima takdirnya sebagai istri yang tak di inginkan oleh Damian, demi membantu orang tuanya yang memiliki hutang dengan keluarga Toma.
"Namaku adalah Elia. aku disini untuk menjadi pengantinmu." ~Elia
"Aku adalah Gurumu." ~Damian
Menjadi seorang pengantin 18 tahun untuk gurunya sendiri, apakah Elia mampu mencairkan jiwa gunung es suaminya?
ig : unchiha.sanskeh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Pernah Melupakan aku, ya!
Ketika jam sudah menunjukkan pukul 7.45 pagi, satu persatu guru lain mulai berdatangan dan Amanda akhirnya pergi dan kembali ke tempat duduknya. ku pandangi lagi bunga yang di letakkan nya di atas buku-buku yang ada di mejaku,
Untuk menghiasi meja kerjamu biar lebih berwarna,
Pandangan semacam itu cocok untuknya, tapi tidak untukku. bagiku hidup yang menyenangkan adalah kelabu, dan warna-warna gelap lebih bagus menghiasi sekitarku. Satu yang dapat bersinar dan berwarna untukku adalah Elia, dia adalah pengecualian. Amanda memang gadis yang tengah berjuang untuk cintanya, memang tak ada yang salah dalam hal perasaan, tetapi caranya memperjuangkannya lah yang salah.
Bagiku, cinta yang murni adalah karunia yang lahir dari ego, yang dalam mewujudkannya di perlukan keterlibatan super ego pada diri, agar tidak menyakiti orang lain. di atas segalanya aku menghormati Amanda, bukan karena dia menaruh perasaan padaku, namun karena dia adalah wanita yang gigih dengan kepribadian dan kehendaknya. tetapi, cinta juga harus mengenal keikhlasan. sedangkan itu tak ku lihat pada Amanda, ia bukan mencintaiku, tetapi lebih mencintai dirinya sendiri. dia akan melakukan apapun untuk membuatnya bahagia, biarpun orang yang di cintainya terluka dan terpaksa.
tetapi pada diri Elia, keduanya menyatu sedemikian kuatnya, tak terpisahkan. dan semua itu membara, begitu hangatnya sampai perlahan-lahan meluluhkan Es pada hatiku yang beku.
Dia merajut kasihnya begitu tulus dan merawatnya tanpa pamrih. meskipun di awal sering ku sakiti, namun dengan lantang dia mengatakan keinginannya secara diplomatis. tetapi semua itu, di lakukan secara perlahan dan terawat. dia begitu sabar dan telaten tanpa memaksakan.
bagaimana aku bisa menyakiti orang seperti itu? Meskipun aku mengerti dan menghormati cinta yang dimiliki Amanda, itu adalah perkara lain. tapi, bila aku menerima tawaran yang di berikannya adalah tidak lain dan tidak bukan, demi kasih sayangku pada Elia, istriku.
untuk menghindari rasa bingung, aku menatap keluar jendela, mencari ketenangan dengan memandang awan dan pepohonan di bukit.
selang beberapa waktu, akhirnya ku putuskan untuk membuang rangkaian kembang itu saat pulang sekolah nanti, saat Amanda pergi dan Sebelum Elia datang.
Bel masuk kelas kemudian berbunyi, aku langsung bangkit dari tempat duduk dan merogoh tas mencari buku pelajaran, karena hari ini aku memiliki jam pertama di kelas.
semua berjalan seperti biasa, hingga saat jam istirahat tiba. Amanda kembali datang tiba-tiba, dia seperti tahu aku dimana dan ke mana tujuanku. dia datang dengan wajah berseri, seakan tak mengemban dosa dan rasa bersalah sama sekali.
"Ku perhatikan kamu selalu membaca buku di ruang terbuka begini saat istirahat, dan tidak pernah pergi ke tempat lain, kantin? atau laboratorium bahasa? kamu selalu cari tempat yang sepi, benar-benar orang pendiam, ya ha ha... aku duduk di samping mu, tak apa kan?"
Untuk apa bertanya lagi? sedangkan kamu pun tahu bahwa aku tak akan bisa menolak. kataku dalam hati.
ku tatap dia dengan tatapan dingin, dan hanya merespon obrolannya dengan jawaban singkat. mungkin lebih tepatnya bila di sebut obrolan satu arah, karena hanya dia yang berinisiatif untuk bertanya dan mencari topik pembicaraan, sedangkan aku hanya menjawab dan menerima kata-kata yang keluar dari mulutnya.
aku mengerti bahwa Amanda begini, karena mengira aku masih lajang. tetapi belum pula waktunya untukku mengatakan bahwa aku sebenarnya telah menikah dengan Elia, karena melihat caranya begini saja sudah sangat liar dan membahayakan, apalagi jika ia tahu bahwa aku telah menikah dengan siswi kami di sekolah.
Akhirnya bel masuk kelas kembali berbunyi, bunyi nyaring itu sekarang sudah seperti lagu favorit ku yang ingin selalu ku dengar secepatnya. ia seperti sirine yang membebaskan aku dari kemelut panjang penyiksaan bathin karena keterpaksaan yang di berikan oleh seorang pejuang cinta.
Aku segera bangkit dan meninggalkannya lebih dulu.
...****************...
Siangnya, ku hela nafas panjang rasanya lega sekali akhirnya jam pulang sekolah tiba, hari ini aku mengajar full dari jam pertama hingga jam terakhir. semua siswa di kelas sudah berhamburan keluar dan aku masih sibuk membereskan buku buku yang tadi ku bawa.
Sialnya, siang ini langit kembali gelap dan hujan kembali jatuh mengguyur tiap inci semua yang ada di muka bumi ini, deras sekali.
membayangkan segera ke perpustakaan lama, menunggu Elia. pulang dengannya, lalu di rumah kami makan bersama, belajar bersama. lelah ini langsung terbayar tuntas, Elia sudah seperti obat penawar penat, membuatku jadi semangat untuk segera ke perpustakaan lama.
tetapi, saat hendak keluar, ku dapati Elia sudah berdiri di depan kelasku. tubuhnya sudah basah, karena mungkin dia sudah di sana cukup lama.
"Elia... Apa yang kau lakukan?" kataku sambil menoleh kiri kanan,
"Pak Damian... "
"Bapak mengatakan akan mencari jalan keluar lain kan? Pak Damian tidak akan selamanya diam saja dan menurut begini sampai aku lulus, kan?!"
Sambil terisak dia menggigil memegang tas sekolahnya, andai ini bukan ruang terbuka sudah pasti ku lepas rompi rajut ini dan memasangkannya pada Elia, karena bajunya kembali transparan karena air hujan. tetapi, aku bisa apa? masih ada siswa dan siswi di sekitar meskipun jaraknya jauh juga.
"Elia kemari lah, kamu kehujanan nanti sakit!"
"Pak Damian janji itu, kan? ingat kan? aku akan menunggu dan menerima pilihan pak Damian, tetapi aku mohon jangan ingkar, karena aku menyukaimu, pak Damian! jadi aku tidak mau mengalah dan aku akan mempercayaimu!"
"Elia tolonglah, kemari.. kamu sudah terlalu basah."
"Jawab pertanyaanku?!" katanya lagi dengan nada tinggi.
lantas karena suaranya yang mulai meninggi, segera ku tarik tangannya membuat tubuhnya jadi mendekat. agar tak di dengar orang lain di sini.
"Aku tak akan mengingkari janjiku, jadi jangan melakukan hal bodoh seperti ini lagi, kalau kamu sakit bagaimana?"
Elia menatapku, tetapi kemudian matanya beralih menatap di arah tangan kiri ku, "Itu bunga, dari siapa?"
ku ikuti lirikannya. Oh, sial seharusnya memang benar ku tinggalkan saja bunga ini di kantor, tetapi aku terlalu bodoh sampai tak mengira kebetulan ini akan terjadi.
"Dari ibu Amanda?"
"Elia, jangan salah paham!" kataku, seraya menyingkirkan bunga itu dari genggaman.
dia diam, hanya diam. kemudian di ambilnya bunga itu di lantai, aku berusaha menahannya namun lagi-lagi ia mampu menepis tanganku.
"Aku sudah bilang akan mempercayai pak Damian. tetapi, aku juga sakit bila melihat kebersamaan kalian, maka dari itu aku akan menghindar jika di suatu waktu aku melihat kalian berduaan, untuk menjaga perasaan. satu hal yang ku pinta, saat kalian bersama itu, jangan pernah melupakan aku, ya pak?"