"Apa kamu sudah menemukan informasi tentangnya, Jackson?"
"Sudah, Kak. Aku yakin dia adalah dady kita."
Dua bocah laki-laki berusia 7 tahun itu kini menatap ke arah layar komputer mereka bersama-sama. Mereka melihat foto seorang Pria dengan tatapan datar dan dingin. Namun, dia memiliki wajah yang sangat tampan rupawan.
"Jarret, Jackson apa yang kalian lakukan?" Tiba-tiba suara seseorang membuat kedua bocah itu tersentak kaget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Kamera Pengintai
Berita Giani yang diikuti oleh dua orang pria asing telah sampai ke Ben. Selama 6 tahun ini Ben tidak pernah lagi mendatangi Giani dan anak-anaknya, tapi bukan berarti dia tidak mengawasi mereka. Terlebih Ben sangat penasaran dengan perkembangan pertumbuhan Jarret dan Jackson.
Dengan kemampuan Elena, wanita itu berhasil meletakkan beberapa kamera pengintai dengan tehnologi canggih yang ukurannya hanya sebesar ukuran kuku ibu jarinya. Ia meletakkan di sudut-sudut yang tidak akan mungkin disadari keberadaan oleh Giani dan penghuni lain di rumah itu. Semua kamera-kamera itu untuk mengawasi semua gerak gerik Giani dan juga anak-anaknya.
"Bagaimana kondisi Giani?"
"Dia baik-baik saja, Tuan."
"Lalu orang-orang itu?"
"Anak buah Ramos sudah mengurusnya untuk dibawa ke markas, tapi ada satu lagi masalah, Tuan."
"Apa itu?"
"Sepertinya kedua putra anda mulai mencurigai saya."
Sesaat tak ada sahutan dari Ben. Elena hanya mendengar suara helaan napas dari bosnya.
"Aku belum bisa membawa mereka. Putra Rodrigues sepertinya sudah mengetahui jika ayahnya aku yang habisi. Aku tidak bisa mengambil resiko. Terlebih dia sepertinya memiliki koneksi yang besar.
Setelah Ben mengakhiri panggilannya, Elena menghela napas panjang. Dia merasa kasihan dengan Giani dan juga bosnya. Di saat Ben sedang berusaha melakukan pendekatan dengan Giani. Ada saja masalah yang menghalangi.
Ben pernah hampir mati sepulang dari rumah Martha dan Thomas usai merayakan ulang tahun Jarret dan jackson.
Di tengah jalan mobilnya dihadang 6 mobil sekaligus. Meskipun Ben memiliki kemampuan yang terbilang luar biasa, tapi Rodrigues musuhnya berlaku curang. Dia menyiapkan sniper yang bersembunyi tak jauh dari tempat Ben. Saat Ben fokus menghajar para pria yang menghadangnya, sniper itu melepas beberapa tembakan di tubuh Ben. Ramos yang juga sedang menghajar pria-pria tadi terkejut saat melihat darah merembes di kemeja Ben.
Meski mendapat beberapa tembakan, Ben masih bisa tetap bergerak menghabisi musuhnya. Ben menembaki orang-orang itu hingga tewas, sebelum akhirnya Ben tak sadarkan diri.
Saat itu kondisi Ben kritis karena kehilangan banyak darah, Dia koma selama seminggu. Saat sadar hal yang pertama dia tanyakan adalah Jarret dan Jackson. Setelah pulih dari rumah sakit dan mencari tahu siapa penyerangnya, Ben tak berani mendatangi Giani dan anak-anaknya. Bukan karena dia takut, tapi dia khawatir karena Giani tak hanya tinggal dengan anak-anaknya tetapi juga dengan kakek dan neneknya. Meskipun di sana ada Albern dan Elena, tapi sebisa mungkin Ben tak ingin mengambil resiko demi ego dirinya sendiri.
Tapi kini yang jadi pertanyaan adalah siapa yang membuntuti Giani? apakah itu musuhnya atau memang pure mereka tertarik pada wanita itu. Ben memijat pelipisnya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dia perbuat.
"Tuan."
"Ada apa Ramos?"
"Sepertinya mereka adalah orang-orang suruhan Dawson putra Rodrigues. Mereka berdua memiliki tato yang sama. di tangan kanannya. Tato Naga berkepala emas."
"Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
Ramos diam, ini perkara yang sedikit rumit. Ben terlalu banyak memiliki kelemahan. Kakek, nenek, Giani dan kedua anaknya. Bahkan Profesor Gilbert pun kini seolah menjadi tanggungan Ben.
"Apa sebaiknya Giani dan kedua putraku, aku sembunyikan di pulau pribadiku saja?"
"Lalu bagaimana dengan Kakek dan nenek anda?"
"Mereka sekalian," sahut Ben.
"Lalu bagaimana dengan Profesor Gilbert?"
"Aku akan pensiunkan dia."
"Apa anda yakin, nona Giani mau? terlebih sampai sekarang anda selalu bungkam tidak mengakui jika anda yang memperk*sanya?"
"Aku tidak memper*osanya. Aku menggaul*nya tidak dengan paksaan."
"Ya itu karena anak buah anda membiusnya. Coba saat itu nona Giani sadar. Pasti hasilnya tidak akan sama. Anda pasti butuh mengerahkan semua tenaga anda. karena nona Giani memegang sabuk hitam taekwondo. Dia pernah menjuarai turnamen taekwondo."
Ben memiringkan kepalanya, kenapa dia baru tahu mengenai hal ini? Ramos menangkap raut bingung tuannya.
"Padahal semua data nona Giani sudah ada di tangan anda 8 tahun yang lalu, tapi sepertinya anda terlalu mengabaikannya."
"Aku hanya tidak membacanya dengan serius saat itu. pikiranku sedang bercabang.".
Ramos diam dan menatap atasannya seakan mencibir pria itu. Ben mengusap dagunya, dia tampak sedang berpikir.
"Menurutmu bagaimana caraku untuk mengatakan pada Giani jika aku ayah biologis Jarret dan Jackson?"
"Aku juga tidak tahu, Tuan. Selama berada di dekat anda, Anda selalu melarangku berhubungan dengan wanita. Jadi aku tidak tahu."
Jika begitu pergilah, tambahkan anggota untuk berada di sekitar rumah kakek dan nenekku. Kau harus memastikan jika semuanya aman."
"Baik, Tuan."
Ben kembali menghela napas, sepertinya dia perlu menemukan cara yang tepat untuk mengungkapkan semuanya pada Giani.
***
Di waktu yang sama. Sepulang dari menjemput Martha, Jarret dan Jackson masuk ke kamar mereka. Keduanya langsung berganti baju dan kini mereka berdua duduk di depan komputernya.
"Menurutmu siapa tuan Alex itu, Kak? karena aku yakin dia ada hubungannya dengan mommy. Apa jangan-jangan dia daddy kita?"
"Jika itu benar kita harus memberinya pelajaran. Bagaimana bisa seorang laki-laki lari dari tanggung jawabnya. Aku benar-benar akan menguras isi tabungannya jika dia benar daddy kita."
Jackson tersenyum tipis begitu juga dengan Jarret. Namun, tak lama mata tajam Jarret seperti menangkap sesuatu di rak yang ada di atas.
"Jackson, lihat. Apa itu yang berkedip di sana?" Jarret mengambil meja dan mendorongnya di depan rak. Dia memanjat meja itu. Namun, tangannya masih tak dapat menjangkau benda yang dimaksud olehnya. Jarret mengambil kursi dan menumpuknya di atas meja.
"Kau akan mengambilnya, Kak?"
"Tentu saja. Aku merasa benda itu mengawasi kita sejak tadi."
"Wow, apa itu kamera pengintai?" tanya Jackson bersemangat.
"Kecilkan suaramu, atau mommy akan masuk ke sini dan memarahi kita."
"Oh, ok. Maaf aku lupa."
"Jarret kembali naik. Kali ini dia dapat menjangkau alat itu. Jarret turun dan mengembalikan meja dan kursi ke tempat semula. Dia menyerahkan kamera itu pada Jackson."
"Apa alat ini rusak, Kak?"
"Sepertinya begitu. Benda itu pasti sudah lama ada di sana, lihat tanganku langsung hitam setelah memegang benda itu."
Jackson meletakkan benda itu di atas kasur. Ia juga memperhatikan tangannya yang sama hitamnya dengan tangan kakaknya.
"Menurutmu siapa yang memasangnya di sana?" tanya Jackson.
"Aku juga tidak tahu, ayo kamu coba perhatikan di sekeliling tempat ini, apa ada benda yang serupa?"
"Lalu bagaimana dengan tuan Alex ini?"
"Kita harus menemukan benda-benda ini dulu. Ini bahaya jika ada yang tahu jati diri kita. Selama ini kenapa aku tidak menyadarinya?" Jarret sepertinya kesal setelah menemukan kamera pengintai itu.
Ia merasa selama ini berati hidupnya di awasi oleh orang lain, tapi siapa?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...