Sepagi ini Adam Halilintar bersama pemuda desa sudah mangkal di depan sebuah Sekolah PAUD, demi melihat Ibu Guru Jingga, guru honorer di sekolah tersebut, kembang desa yang menjadi idaman dan rebutan para pemuda desa.
"Ibu guru datang," seru salah satu kawan barunya yang bekerja sebagai penadah aren.
Lalu dari balik semak, muncul seorang gadis yang ditunggu-tunggu sedari tadi.
Ketika lewat di depannya, matanya mengamati gadis itu dari atas ke bawah. Otaknya merespon dengan cepat informasi yang ditangkap matanya, spontan memberikan penilaian terhadap gadis itu.
Di bawah standar.
Hatinya mendongkol karena gadis yang ditunggunya ternyata jauh dibawah ekspektasinya.
Deretan wanita yang pernah jatuh ke dalam pelukannya, kelasnya jauh di atas wanita yang baru lewat tadi.
Bila ia turut menggoda Ibu Guru Jingga seperti pemuda desa, lantas berpacaran dengan gadis itu, maka akan menjadi pencapaian terburuk dalam sejarah percintaannya.
Ia yakin, dirinya akan menjadi bahan tertawaan dan bahan lolucon teman-temannya di kota.
Karena kenakalan Adam, ayahnya mengirimnya untuk belajar agama di sebuah desa. Di desa itu, ia menemui kehidupan yang jauh berbeda dari tempat asalnya.
Bagaimana petualangan cinta selanjutnya setelah ia tinggal di desa tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ina As, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Hakikat Sholat
Jingga dengan segala kerumitannya. Seperti musik yang dijadikan tulisan dalam bentuk notasi, terlihat rumit dan sangat sulit dipahami bagi orang awam. Tetapi bila dimainkan, mungkin akan terdengar alunan musik yang indah.
Hal ini yang membuat seorang Adam Halilintar semakin penasaran dan tak pernah surut semangatnya menggempur ibu guru itu.
Meskipun buku dan surat untuk Ibu Guru Jingga, dikembalikan lagi oleh gadis kampung itu melalui si kecil Masyita, bukanlah pengalaman yang menyakitkan bagi seorang Adam Halilintar.
Tetapi merupakan sebuah hal yang lucu dan menggemaskan baginya, walau merupakan rekor terburuknya sepanjang sejarah.
Semoga tidak tercatat dalam buku sejarah, atau dirinya akan malu tujuh turunan. Karena selama ini ia tidak pernah mendapat penolakan berulang kali. Malah dirinya yang dikejar-kejar wanita.
"Buguyu Jingga kiyim hadiah untuk Om Adam." Masyita memberikan paper bag yang ia kirim tadi pagi untuk Jingga.
Hadiah? Feeling -nya malah kurang bagus melihat paper bag itu di tangan Masyita. Dan ternyata bukan hanya paper bag yang kembali, juga buku beserta suratnya.
Tanpa alasan dan penjelasan.
Sombong!
Untuk pertama kalinya ia bertemu wanita yang sangat berjual mahal kepadanya. Enggan berbicara dengannya, menolak bertemu dengannya, mengembalikan bunga dan buku yang ia berikan.
Bagaimana ia tidak semakin penasaran dan gemas bila sikap jingga seperti ini?
Sekiranya ia mati detik ini, maka ia akan menjadi hantu penasaran. Mendatangi rumah Jingga, gentanyangan di kamar gadis itu. Menonton Jingga membuka jilbab, baju, rok, pakaian dalam sampai tidak ada yang tersisa tanpa disadari gadis itu.
Otaknya semakin kacau gara-gara ibu guru itu.
Sehingga ia tidak menyadari ternyata Ustadz Zaenal telah berada di sampingnya, duduk di kursi teras bersamanya.
"Eh ada Paman rupanya," sapanya. Memperbaiki posisi duduknya lebih sopan.
"Bagaimana sholatnya," tanya Ustadz Zaenal kepadanya.
"Alhamdulillah, beberapa hari ini tidak ada yang bolong lagi, Paman," ungkapnya diselipi rasa bangga atas capaiannya.
Ustadz Zaenal tersenyum kepadanya.
"Sholat 5 waktu ditambah dengan shalat sunnat adalah bagian dari cara kita agar terus menerus terhubung dengan Allah SWT."
"Hakikat dari shalat adalah untuk mengingat-Nya."
"Jika manusia dalam shalat tidak mengingat-Nya, maka dalam sholatnya belum terhubung dengan Allah SWT."
"Sholat dilakukan hanya untuk menunaikan kewajiban semata."
"Bagaimana dengan sholatmu, Adam? Apa kamu merasa sholatmu sudah khusyuk atau belum?"
Ciri khas Ustadz Zaenal dalam membagi ilmu adalah disetiap penjelasan, akan diakhiri dengan pertanyaan.
Ia tersipu mendapat pertanyaan itu dari Ustadz Zaenal. Padahal ia sudah berbangga dengan sholatnya yang tidak bolong lagi beberapa hari ini.
"Belum Ustadz," jawabnya jujur.
"Bila kita merasakan sholat yang kita lakukan belum khusyuk, maka kita harus memiliki keinginan untuk berbenah, memperbaiki dan mencari orang yang bisa menuntun dan membimbing kita kepada sholat yang khusyuk."
"Setiap manusia yang ingin mengenal Allah perlu memiliki pembimbing ruhani agar segala ibadahnya bisa sampai dan terhubung kepada Allah SWT," terang Ustadz Zaenal.
"Akukan sudah memiliki Paman sebagai pembimbing ruhani," selanya.
Kembali ditanggapi dengan senyuman khas oleh Ustadz Zaenal.
"Adam anakku. Tidak selamanya Paman bisa menyertaimu. Bila Paman tidak bisa menyertaimu lagi kamu harus mencari guru yang bisa membimbingmu."
Ucapan Ustadz Zaenal membuat keningnya mengerut.
"Memangnya Paman mau kemana?"
Ustadz Zaenal diam sejenak sebelum menjawab pertanyaannya.
"Adam, suatu saat kamu akan meninggalkan Bukit Hejo kembali ke Bandung. Tidak bisa ditebak ke daerah mana hidup akan membawa kamu selanjutnya. Mungkin kamu tetap di Bandung. Mungkin kamu hidup di kota lain. Mungkin juga kamu tinggal di luar negeri."
"Kemanapun pergi, ingatlah selalu apa yang pernah Paman ajarkan kepada kamu. Dan carilah guru yang bisa menggantikan Paman."
"Kemanapun aku pergi nanti Paman, aku akan selalu kembali ke Bukit Hejo mencari Paman. Karena aku tidak pernah menemukan seseorang yang membimbing anak nakal seperti aku dengan begitu sabarnya seperti Paman membimbing aku. Bahkan orang tuaku sendiri sudah angkat tangan," selanya.
Ustadz Zaenal menggeleng-gelengkan kepala sembari tersenyum.
"Ini buku siapa?" Tiba-tiba saja pandangan Ustadz Zaenal tertuju pada buku yang ia letakkan di atas meja. Mengambil buku yang dikembalikan Jingga dan membaca judul buku tersebut dengan mengejanya.
Buku Untuk Calon Isteri. Bekal Menjadi Isteri Solehah.
Ustadz Zaenal kemudian tertawa setelah membaca judul buku tersebut.
"Buku ini untuk siapa?"
"Itu buku untuk Ibu Guru Jingga," jawabnya diselipi sedikit rasa malu. Malu karena buku yang dijadikan hadiah itu dikembalikan kepadanya.
Ustadz Zaenal kembali tertawa sembari membuka buku itu langsung ke halaman tengah.
"Apa maksud kamu memberi buku ini untuk Jingga, kamu naksir pada puteri Pak Abdullah?"
Bukannya menjawab pertanyaan Ustadz Zaenal, ia malah balik bertanya.
"Nama ayahnya Jingga Pak Adullah ya, Paman? Paman kenal dengan ayahnya Jingga?"
"Semua warga di kampung ini saling mengenal. Pak Abdullah pensiunan guru SD. Dulu ayah Jingga Jamaah Masjid Baitul Makmur. Namun sejak kakinya membengkak akibat penyakit rematik, beliau tidak mampu lagi sholat di Masjid."
"Kata orang ayahnya Jingga galak ya Paman, kalau seorang pemuda datang bertamu?"
"Tergantung. Tergantung niat tamu yang datang ke rumah Pak Abdullah," kata Ustadz Zaenal.
Tergantung niat kata Ustadz Zaenal. Ia menggaris bawahi kalimat Ustadz Zaenal tersebut.
Ia perlu melakukan sedikit manuver dalam mendekati Jingga dan mengatur strategi baru.
Dengan meminjam sepeda motor Ustadz Zaenal serta berbekal daun pandan dan minyak kelapa, ia berangkat ke dusun Kampung Kopi, untuk bertamu di rumah Jingga.
Tunggu aku buguyu.
duh seneng nya 😅
disiiirr buayaaaa buntung cap kadal kau Adam 😅
sa aee rayuanmu
mauttt beneeerrrr
Kayanya Viral nih tukang "bubur ganteng".