Lanjutan dari Dokter Cantik Milik Ceo
Namanya Sahara Putri Baskara, ia adalah seorang dokter muda, memiliki paras cantik dan pesona yang begitu luar biasa. Namun sayang ia terpaksa harus menikah dengan mantan suami wanita yang sangat ia benci, demi membebaskan dirinya dari jerat hukum yang akan ia jalani.
"Kalau kau masih mau hidup bebas dan memakai jas putih mu itu maka kau harus menikah dengan ku!" ucap Brian dengan tegas pada wanita yang sudah menabrak dirinya.
"Tapi kita tidak saling mengenal tuan," kata Sasa berusaha bernegosiasi.
"Kalau begitu mari kita berkenalan," jawab Brian dengan santai.
Lalu bagaimanakah nasip pernikahan keduanya, Sasa setuju menikah dengan Brian karena takut di penjara. Sementara Brian menikahi Sasa hanya untuk menyelamatkan pernikahan mantan istrinya, karena Sasa menyukai suami dari mantan istrinya itu.
Hanya demi menebus kesalahannya, Brian mengambil resiko menikahi Sasa, wanita licik dan angkuh bahkan keduanya tak pernah saling mengenal.
---
21+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IPAK MUNTHE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17
Sasa yang kini sudah kembali masuk tentu saja merasa kesal pada Brian, ingin rasanya ia mencakar habis wajah Brian.
"Kenapa pakek ngatur-ngatur segala lagi," kesal Sasa yang berjalan mondar-mandir tak jelas pusing dengan memikirkan Brian yang mulai mengatur dirinya.
Sasa tuntu saja tak tinggal diam, ia mencari banyak ide untuk bisa keluar tanpa aturan atau pun tanpa perlu persetujuan Brian. Bibir Sasa tersenyum, saat di atas kepalanya seolah lampu pijar yang begitu terang menyala. Ia berjalan menuju dapur, sesaat kemudian ia berlari keluar dan menemui dua anak buah Brian.
"Tolong.....uhuk....uhuk....." Sasa terbatuk-batuk seolah ia baru saja mengirup banyak asap.
"Nyonya muda," dua orang pengawal itu terlihat panik melihat keadaan Sasa, "Ada apa nyonya?" tanya nya lagi.
"Uhuk.....uhuk.....dapur kebakaran," Sasa menunjuk arah pintu, "Tolong padamkan apinya," pinta Sasa.
Kedua pengawal berbadan besar itu langsung bergegas berlari menuju dapur, namun saat di dapur keduanya melihat ternyata hanya kotak bekas yang mengeluarkan asap dan memang Sasa yang tadi membakarnya. Sementara Sasa sudah berlari dengan kencang keluar dari apartemennya, dengan langkah cepat ia masuk ke dalam lift.
"Mampus lu," gumam Sasa.
TING.
Pintu lift terbukan dan ia bergegas keluar dari dalam lift, namun langkahnya terhenti karena Brian ternyata sudah berdiri di sana sambil memasukan kedua tangannya kedalam masing-masing saku celananya.
"Ish......" Sasa kesal ia berusaha keluar tapi Brian kembali menariknya masuk.
"Mau kemana?" Brian menghimpit tubuh Sasa, dengan meletakan sebelah tangannya di dinding tepat di bagian atas kepala Sasa. Lalu sebelahnya lagi di dinding berdekatan dengan lengan Sasa, jarak keduanya hanya beberapa senti saja.
"Mau kerja, cari duit. Buat beli lipstip," jelas Sasa di depan wajah Brian, ia tak mau kalah lagi dengan Brian yang selalu berbuat semaunya, "Lepas, aku mau pergi. Nggak usah ngatur-ngatur aku ya.....udah aku bilang kita cerai, aku mau cerai!" tegas Sasa lagi.
"Ssssstttt........" Brian berdesis karena kesal dengan apa yang di katakan Sasa, sesaat kemudian pintu lift terbuka dan Brian menarik Sasa kembali ke apartement.
"Lepas," Sasa mencoba melepaskan diri tapi Brian tak mau melepaskannya, hingga Brian meminta dua pengawalnya keluar kemudian dengan cepat ia menutup pintu.
"Kau mau kemana? Kalau mau pergi ayo saya antar, katakan kemana?" tanya Brian lagi.
"Aku mau kerja, dan aku nggak suka di atur!" Sasa benar-benar kesal pada Brian yang entah mengapa setelah malam itu jadi berubah seperti saat ini, "Aku mau cerai! Aku mau lepaskan aku dari pernikahan ini!" teriak Sasa yang terus berucap cerai.
Brian diam saja ia duduk di sofa dengan santai, bahkan tak ada kemaran sedikit pun yang ia tunjukan saat Sasa meneriakinya. Padahal Sasa sengaja melakukan itu agar Brian membencinya seperti dulu.
"Ish......" Sasa kembali mencoba keluar, tapi Brian dengan cepat menyusul Sasa yang kini tengah di cegah oleh pengawal Brian di luar sana, "Lepas, nggak usah pegang-pegang," Sasa sangat kesal karena pengawal itu memegang lengannya.
"Heh, kenapa kalian lancang sekali memegang istri ku!" Brian mengepalkan kedua tangannya, hingga dengan cepat pengawal itu melepas Sasa karena takut tangan Brian melayang di wajah mereka.
Setelah Sasa di lepaskan ia langsung berlari dengan kencang, hingga kini ia berhasil masuk ke dalam lift.
"Kejar bohoh!" teriak Brian pada pengawalnya.
"I.....iya bos," pengawal itu berlari dengan kencang, bahkan mereka menggunakan tangga darurat agar bisa segera bertemu Sasa.
TING.
Pintu lift terbuka dan Sasa keluar dari dalam lift.
"Apaan coba, apa Mas Brian salah minum obat, berasa seperti istri yang paling di cintai aja aku kalau begini. Padahal selalu di caci maki," gumam Sasa sambil terus melangkah.
Saat Sasa akan memasuki mobilnya terdengar suara seseorang yang memanggilnya.
"Nyonya....." teriak pria tersebut dan lansung memegang Sasa.
"Lepas....." Sasa meronta-ronta minta di lepaskan, "Nggak usah pegang-pegang," kata Sasa lagi.
"Heh....." Brian malah memukuli pengawalnya karena sudah memegang Sasa, "Kau sedang apa ayo kejar lagi," kata Brian sebab Sasa kembali berlari. Akhirnya kedua pengawal Brian bingung harus apa, karena mereka di suruh mengejar namun tak boleh memegang Sasa.
Sasa berhasil masuk ke dalam mobilnya, dan menyalakannya dengan cepat. Tanpa melihat kanan mau pun kiri ia langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi, hingga tanpa sengaja ia menabrak seseorang.
BRUUUK.........
Terdengar suara mobilnya yang menabrak seseorang, "Mati aku....." gumam Sasa, kemudian ia turun dengan cepat untuk melihat seorang korban yang ia tabrak. Sasa cukup shock ternyata Sasa menabrak Brian, ia mendeguk saliva dan merasa ketakutan.
"Ahhhhh......" Brian mendesis merasakan kakinya yang sakit, "Sakit," kata Brian yang mencoba mendudukan tubuhnya.
"Mas," Sasa sangat panik, ia mencoba membatu Brian bangun, "Ayo kerumah sakit," kata Sasa.
"Sasa sakit sekali," kata Brian menunjuk kakinya.
"I....iya, terus gimana," Sasa yang pintar mendada bodoh karena Brian terus merasa kesakitan, "Ayo kerumah sakit," kata Sasa lagi.
Setelah banyak perdebatan dan drama yang terjadi antara keduanya, kini akhirnya Brian berhasil di bawa kerumah sakit. Sepanjang perjalanan Brian terus mengeluhkan sakit, padahal Sasa melihat kaki Brian tak ada yang lecet sedikit pun.
Rumah sakit.
Brian kini tengah berbaring di atas ranjang, namun anehnya Brian dan Dokter Rian berbisik-bisik terlebih dahulu. Sasa sangat bingung tentunya dengan apa yang kini di bicarakan Brian dan dokter Rian.
"Dokter Sahara, bisa kah anda tunggu di luar," dokter Rian meminta Sasa keluar dari ruangan itu.
"Dokter Rian kenapa saya harus keluar," tanya Sasa bingung.
"Saya mau buang air di sini, kamu mau lihat?" tanya Brian yang membuat Sasa merinding.
"Ih....." dengan gerakan cepat Sasa berbalik dan keluar dari ruangan itu, namun tak berapa lama kemudian dokter Rian kembali mempersilahkannya kembali masuk.
"Dokter Sahara silahkan masuk."
"Iya," Sasa melangkah masuk serta melihat kaki Brian sudah di pasang perban dan bahkan terkesal sangat berlebihan.
"Dokter Sahara, Brian mengalami patah tulang dan harus di rawat dengan sangan baik," kata Dokter Rian menyampaikan kondisi Brian pada Sasa.
"Dokter Rian anda memanggil Mas Brian dengan panggilan Brian saja, apa kalian sudah saling mengenal?" tanya Sasa bingung.
Dokter Rian di buat sedikit bingung, mengapa ia malah melupakan tengah berhadapan dengan seorang psikiater; "Tidak, tidak kami tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Saya mohon maaf atas kelancangan saya," Dokter Rian berusaha menutupi sesuatu, namun Sasa seperti curiga pada dokter Rian. Hanya saja ia belum bisa mengungkap tentang kecurigaannya itu benar atau tidak.
"Sasa, aku seperti ini karena kau! Kenapa kau malah tak merasa bersalah sedikit pun!" kata Brian yang sedang menahan sakit di ranjang, "Ini sudah untuk yang kedua kalinya.....ya," Brian kembali mengingatkan saat dulu Sasa juga menabraknya.
"Iya, aku tanggung jawab. Aku bakalan ngurusin Mas," kata Sasa dengan kesal bahkan kedua tangannya sangat geram ingin segera meremas wajah Brian, "Puas!" kesal Sasa.
Brian tersenyum samar, sementara dokter Rian menunduk sambil menutupi senyuman dengan tangannya.