"Jadi kamu melangsungkan pernikahan di belakangku? Saat aku masih berada di kota lain karena urusan pekerjaan?"
"Teganya kamu mengambil keputusan sepihak!" ucap seorang wanita yang saat ini berada di depan aula, sembari melihat kekasih hatinya yang telah melangsungkan pernikahan dengan wanita lain. Bahkan dia berbicara sembari menggertakkan gigi, karena menahan amarah yang menyelimuti pikirannya saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Tidak ada sarapan?" tanya Arya, yang pagi itu hendak turun ke lantai satu dan melihat dari tangga kalau meja makan kosong. Arya pun kembali ke kamar untuk bertanya pada Mery.
"Tidak ada, kamu sarapan di kantor saja ya," ucap Mery yang sepertinya tengah sibuk berdandan.
"Bekal?" tanya Arya.
"Kita nanti makan siang bersama aja," jawab Mery tanpa memalingkan wajahnya dari cermin.
"Nampak sangat sibuk, apa kamu akan menghadiri acara pagi-bagi begini?" tanya Arya dengan penasaran, sembari tetap berdiri di ambang pintu kamar.
"Hari ini aku mulai bekerja," jawab Mery.
"Kenapa gak bilang? tau gitu kan bisa pesan saja dan kita sarapan bersama," ucap Arya.
"Gak perlu, nanti malah ada piring kotor, udahlah makan di kantor aja," ucap Mery.
Arya pun bernafas lega, dia mengulas senyum dalam hati, karena akhirnya pagi itu bisa terbebas dari sosis dan nugget goreng beraroma smoky.
"Benar juga, jangan merepotkan dirimu, gunakan waktumu sebaik mungkin untuk terus mengembangkan diri," ucap Arya dengan tersenyum.
"Hmb," ucap Mery singkat.
"Apa kamu mau berangkat bersama?" tanya Arya.
"Tidak perlu, aku bawa mobil sendiri," jawab Mery.
"Oke, apa... aku harus berangkat sekarang? Atau aku harus menunggumu?" tanya Arya.
"Kamu duluan saja dan segera sarapan," jawab Mery.
"Oh, oke," jawab Arya yang nampak kebingungan.
"Sebentar Arya," ucap Mery tepat saat Arya hendak menuruni tangga. Arya menghentikan langkahnya, sementara Mery segera beranjak dari kursi.
Perlahan Mery mendatangi Putri, dia sudah selesai berdandan tapi masih mengenakan bathrobe saat ini.
Cup.
Tiba-tiba saja Mery mendaratkan ciuman di pipi Arya, lalu segera kembali ke kamar dan memilih baju untuk hari pertama kerja.
Mery meninggalkan Arya begitu saja yang masih diam membeku. "Apa yang baru saja dia lakukan?" tanya Arya dengan suara lirih sembari terus melihat Mery dari luar kamar, tapi Mery nampak cuek saja setelah mengaduk-aduk hati Arya dengan tidak karuan di pagi itu.
Arya menarik nafas dalam agar emosinya bisa terkendali, akhirnya dia pun pergi lebih dulu sebelum memikirkan hal lain yang sudah pasti tidak akan terjadi diantara mereka berdua.
"Cih, gitu aja sudah salah tingkah dia," gumam Mery saat melihat mobil Arya dari jendela kamarnya yang meninggalkan rumah.
***
Di kantor.
"Apa ada karyawan baru?" tanya Arya pada sekretarisnya sembari membawa secangkir kopi.
"Iya Pak. Pak Gavin sedang membawa sekretaris barunya untuk berkeliling," jawab sekretaris Arya.
Arya memang jelas bisa mengenali Gavin meskipun dari kejauhan, tapi dia harus memicingkan matanya untuk bisa melihat wanita cantik yang ada di sebelah Gavin.
"Nampak sudah meningkat saja selera Gavin," gumam Arya yang suaranya masih bisa didengar oleh sekretarisnya.
"Iya Pak, sekretarisnya yang sekarang sangat cantik. Namanya... Mery." Arya segera menyemburkan kopi yang baru saja diseruputnya hingga berhamburan ke lantai. Sekretaris pun memandanginya dengan tatapan aneh.
"Siapa kamu bilang tadi? Mery?" tanya Arya untuk memastikan.
"Iya Pak, Mery. Apa Bapak mengenalnya?" tanya sekretaris.
"Apa kamu tidak hadir ke acara pesta pernikahanku?" tanya balik Arya.
"Tentu saja aku datang, lihatlah," jawab sekretaris sembari menyodorkan pergelangan tangannya. Dia tengah memperlihatkan jam tangan yang merupakan souvenir dari pernikahan mereka berdua. Arya melihat sejenak jam tangan tersebut, lalu dia menatap jauh ke depan lagi ke arah Gavin.
Arya menyipitkan matanya. Benar saja, wanita cantik yang tengah mengenakan setelan blazer warna hijau sage, berjalan semakin mendekat dan barulah dia melihat dengan jelas, bahwa itu adalah Mery.
"Ah, wanita itu adalah istri Bapak. Pantas saja sepertinya aku pernah melihatnya," ucap Sekretaris Arya yang akhirnya kembali ke tempatnya.
Braak.
Begitu juga dengan Arya, dia segera masuk dan menutup pintunya dengan sedikit kasar. "Kenapa dia melamar jadi sekretarisnya Gavin? Bukankah perusahaannya sendiri sudah sangat besar dan berkembang?" gumam Arya.
"Tapi kenapa mereka berdua tidak ada yang mengatakan apapun padaku?" tanyanya pada diri sendiri.
"Pantas saja tadi Mery mengatakan bahwa akan makan siang bersama." Tidak henti-hentinya Arya bergumam dan menerka-nerka.
***
Malam hari.
Mery keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk yang dililitkan dari dada hingga ke lutut. "Kamu kan bisa pakai handuk yang bentuk baju, agar semua tubuhmu tertutup," keluh Arya.
"Kamu biasanya juga setengah telanjang di hadapanku, kenapa sekarang protes," ucap Mery dengan santai, sembari berjalan ke arah meja rias.
"Cepat mandi sana," suruh Mery yang mendapati Arya hanya diam melamun di atas ranjang.
***
Setelah menghabiskan waktu sedikit lama di kamar mandi, karena berendam air hangat, Arya pun akhirnya menyelesaikan aktivitas mandinya. Saat keluar dari kamar mandi, dia mendapati Mery berada di atas ranjang dengan masih mengenakan handuk yang melilit tadi, rambutnya pun juga masih dililit dengan handuk kecil. Arya mendengus pelan, lalu segera mengambil baju ganti. "Lama banget di kamar mandi," gerutu Mery saat Arya sudah berbaring di sebelahnya.
"Ya suka-suka aku dong, aku yang mandi, kenapa kamu yang repot," jawab Arya.
"Nih." Mery segera menyodorkan lotion yang digunakannya semalam.
"Apa?" tanya Arya, pura-pura tidak mengerti. Mery segera meletakkan lotion tersebut di atas paha Arya dan dia segera melepas lilitan handuknya.
"Mery!" teriak Arya dengan segera, sembari memejamkan mata, tapi Mery tidak menghiraukan. Dia hanya mendengus tipis, kemudian melemparkan handuknya ke lantai. Mery segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan posisi tengkurap.
"Kamu sudah bisa membuka mata," ucap Mery.
"Benarkah?" tanya Arya.
"Hmb," jawab Mery singkat. Perlahan Arya mulai membuka matanya sedikit demi sedikit. Saat ini di hadapannya, dia melihat kulit yang benar-benar bersih, putih, dan mulus.
"Ada apa? Ayo segera oleskan lotionnya, aku mau segera istirahat," ucap Mery. Arya pun segera menyadarkan dirinya, Perlahan dia memberikan lotion tersebut hingga merata di punggung Mery.
"Sambil pijitin dikit dong, capek nih," keluh Mery.
"Hmb," jawab Arya singkat.
"Anak ini bener-benar ya, makin hari ada aja tingkahnya," monolog Arya dalam hati, yang matanya seringkali curi pandang pada bongkahan daging kenyal di dada Mery yang tertindih oleh dirinya sendiri, tapi daging kenyal tersebut nampak tidak berubah bentuk, masih nampak bulat, kenyal, dan kencang.
Glek.
Tentu saja sebagai seorang pria yang normal, dia merasakan hawa di sekitarnya saat ini tengah memanas, meskipun AC sudah menyala sejak tadi. Sampailah Arya di bagian pantat, saat ini Mery memakai g-string sehingga tidak menutupi kedua pantatnya sama sekali. Sama saja seperti dada Mery. Bagian belakang pun juga sangat bulat sempurna dan sangat kenyal.
Namun Arya melewati bagian itu, dia langsung ke bagian paha. "Eh Arya, kok dilewatin?" tanya Mery.
Pless.
"Nih," ucap Mery sembari memukul pantatnya sendiri dengan posisi yang tetap tengkurap. Arya terkejut dengan apa yang dilakukan Mery, bahkan Arya juga melihat pantat tersebut memerah.
"Apa bagian itu juga harus?" tanya Arya dengan gugup.
"Tentu saja Arya, seluruh inci dari tubuhku jangan sampai ada yang terlewat," jawab Mery. Arya menarik nafas dalam, lalu dia memberikan lotion yang lumayan banyak pada kedua bongkahan daging yang nampak seperti buah melon itu, sehingga Mery merasakan sedikit dingin di bagian sana.
Dengan ragu tapi juga ingin, Arya pun mulai mengoles dengan merata pada kedua melon tersebut, sepertinya Arya sangat menikmati, hingga tidak sadar dia melakukan hal itu sembari menggigit bibir bagian bawahnya.
Mery pun tahu, bahwa Arya sudah mulai masuk dalam permainannya, jadi dia biarkan saja saat Arya mengoles serta sedikit meremas buah melonnya, bahkan Mery juga sangat menikmatinya.
Hingga Arya akhirnya merasakan bahwa juniornya mulai mengeras sedikit demi sedikit, tapi juga tidak ada niatan untuk Arya menghentikan aktivitasnya tersebut. Bongkahan melon itu benar-benar sudah sangat licin dibuatnya. Tiba-tiba saja Mery membalikkan diri, sehingga saat ini posisinya terlentang, tidak ada waktu lagi untuk Arya memejamkan mata, karena kejadiannya sangat cepat sekali.
Namun rupanya, meskipun Mery tidak memakai bra, dia seperti memasang plester di tonjolan kecil yang ada di atas dua bongkahan daging kenyal miliknya, sehingga Arya pun bisa bernafas lega. "Bagian kaki dulu aja Put, baru ke atas, jangan lupa tangan dan leherku ya," ucap Mery dengan santai.
"Hmb." Arya pun juga mencoba sesantai mungkin, agar tidak terlihat bahwa dia tengah senang sebenarnya melakukan hal itu.
Arya mulai mengoles bagian paha ke bawah, sesekali dia menekuk kaki Mery, sehingga dia mengoles secara melingkar dan merata. Arya sengaja berlama-lama di bagian kaki hingga Mery tertidur. Perlahan Arya mencoba melepas handuk yang melilit di rambut Mery, untuk memastikan bahwa dia benar-benar sudah tertidur dengan pulas.
Arya memandangi seluruh tubuh Mery dengan kagum. "Benar-benar sempurna," ucap Arya dengan suara yang sangat lirih. Dia pun juga sedikit menurunkan celana sehingga kepala juniornya yang sudah mengeras menyembul hingga ke luar piyama yang dia kenakan. Arya mencoba meletakkan kedua tangannya di atas dada Mery yang pastinya masih dengan jarak. Tidak menyentuhnya secara langsung.
"Ukurannya juga benar-benar pas dengan tanganku," ucap Arya lagi dengan suara yang sangat lirih. Arya menggeleng beberapa kali karena sebenarnya dia sudah tidak tahan lagi dengan godaan yang ada di hadapannya. Arya pun segera menyadarkan dirinya dan mulai memberikan lotion di seluruh tubuh Mery, perlahan dia mengoles seluruh lotion tadi yang tentunya sedikit banyak tangannya menyerempet area sensitif milik Mery.
Hingga Akhirnya, Arya juga berani meletakkan telapak tangannya di kedua bongkahan daging kenyal tersebut, karena dia harus meratakan bagian pinggirnya. Sementara saat ini, Mery merasakan bahwa darahnya berdesir dengan sangat deras di sekujur tubuh, juga seringkali merasa ada sengatan listrik, tapi dia harus tetap mempertahankan ekspresinya, karena memang Mery hanya pura-pura tidur saja.
Sampailah Arya pada bagian kain segitiga yang sangat kecil, terlihat sangat jelas jika bagian dalamnya berwarna pink, bulu-bulu halus juga sedikit mengintip keluar. Arya melihat juniornya yang saat ini sudah mengeluarkan cairan putih bening dan lengket, tapi dia tidak menghiraukannya hingga celana piyamanya sedikit basah. Arya memberi lotion di bagian kanan dan kiri milik Mery serta segera meratakannya.
Setelah beberapa saat, Arya hendak menyudahi aktivitasnya, tapi Arya masih sangat penasaran sekali dengan apa yang ada di balik kain segitiga kecil itu. Hatinya berkata jangan, tapi pikirannya sangat ingin tahu, hingga dia pun terdiam beberapa saat karena berperang dengan hati dan pikirannya sendiri.
"Mery." Arya mencoba memanggil Mery dan mengayunkan telapak tangannya beberapa kali di depan wajah Mery, tapi Mery tidak merespon.
"Dia benar-benar sudah tertidur lelap," ucap Arya. Dengan ragu-ragu dan jantung yang berdegup kencang tidak karuan, Arya akhirnya mencoba membuka sedikit kain segitiga yang menutupi aset Mery tersebut.
Glek.
Arya menelan saliva dan terkagum, warnanya benar-benar pink dengan aroma yang harum dan khas, tidak bau sama sekali. Tidak cukup sampai di situ, Arya pun memberanikan diri melepas tali yang terikat di pinggang Mery, pinggang kanan dan kiri dia lepas sekaligus.
Degh.
Degh.
Jantung Arya benar-benar sudah tidak beraturan lagi saat ini, perlahan Arya membuka kain segitiga tersebut dan akhirnya terpampanglah dengan nyata milik istrinya yang sangat berharga tepat di hadapannya.
Arya segera mengambil ponsel dan memotret milik Mery, beserta dengan seluruh tubuhnya dalam keadaan seperti itu. Karena melihat Mery sudah benar-benar seperti orang pingsan, Arya pun memberanikan diri membuka kedua paha Mery dengan sangat perlahan, terlihatlah sudah lubang yang sangat kecil, membuat junior Arya ingin memasukinya, tapi Arya masih bisa menahan semua itu.
Arya mendekatkan wajahnya dan mencium aroma yang wangi dan khas, sepertinya dia sangat menyukai aroma tersebut. Perlahan Arya menjulurkan lidahnya, mencoba menyentuh bagian yang menonjol kecil di atas gua sembari memejamkan mata.
"Tidak, tidak bisa seperti ini," monolog Arya dalam hati, tapi tidak ada keinginan untuk berhenti. Bahkan nafasnya saat ini sangat memburu, hingga Mery bisa merasakan saat nafas tersebut meniup asetnya di bawah sana.
Akhirnya Arya menghentikan aktivitasnya, setelah merasa bahwa miliknya benar-benar berdenyut, perlahan dia menurunkan kedua paha Mery dan segera masuk ke kamar mandi sembari membawa ponsel. Di dalam kamar mandi, dia segera duduk di atas kloset sembari memandangi milik Mery yang tadi sudah di potretnya.
"Hais, nanggung banget, bikin tambah pusing aja nih Arya," gumam Mery dalam hati, setelah mendengar pintu kamar mandi ditutup.