Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Mau Ninja Hatori
Oh Iya Ayah Cia mau ngomong sesuatu." Kata Cia.
"Apa Nak? ngomong aja" kata. ayah Beny.
"Cia udan ngomong sama Ibu kalo Cia memutuskan untuk menerima tawaran beasiswa ke Jepang" Kata Cia. Ayah Beny terdiam.
"Gimana menurut Ayah?" tanya Cia lagi karena Ayahnya cuma diam.
"Ayah tahu kamu anak yang pintar, Nak. Dan Ayah yakin pasti keputusanmu yang terbaik. Ayah sangat mendukung keputusan kamu. Kejarlah cita-citamu dan wujudkan mimpi-mimpimu. Jadilah kebanggaan Ayah dan Ibu" Kata Ayah Cia.
Cia merasa terharu mendengar perkataan ayahnya. Dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya, air matanya jatuh di pipinya.
"Iya, pasti Cia akan membahagiakan kalian. Kalian orang-orang yang sangat aku sayangi" kata Cia.
"Kakak nanti kalo kakak sampai ke Jepang tolong kirimkan bunga sakura buat aku ya" kata Rina.
Semua tertawa mendengar perkataan Rina yang polos. "Iya pasti kakak kirimkan yang banyak buat kamu" kata Cia.
Lalu mereka pun menikmati makan siang mereka dengan tenang.
*******
Waktu berlalu dengan sangat cepat. Tak terasa tiba saat yang di tunggu-tunggu oleh Cia. Dia akan berangkat kuliah ke Jepang.
Udara pagi yang dingin terasa hangat di dada Gracia. Di depannya sebuah tas punggung usang yang sudah dicuci bersih dan sebiah tas berwarna coklat gak kalah usang, berisi beberapa helai pakaian dan satu-satunya buku catatan dari sekolah.
Ini semua adalah semua yang akan ia bawa untuk menempuh perjalanan ribuan kilometer ke Tokyo, Jepang. Ia akan kuliah. Sebuah impian yang terasa mustahil bagi seorang gadis desa sepertinya. Yang setiap hari selepas SMA cuma berjualan kue keliling desa. Beasiswa penuh itu adalah sebuah keajaiban.
Di teras rumah mereka yang sederhana, Ibu Marni mengusap lembut pipi Cia. Dia sebenarnya berat melepaskan anak gadisnya pergi jauh ke negara orang, tapi Ibu Marni dan Ayah Beny tidak mau menjadi orang tua yang egois. Mereka harus rela melepaskan anaknya untuk meraih cita-cita dan harapannya.
"Semuanya sudah siap, Nak? Tiket, Paspor dan semua berkas-berkasnya sudah kamu cek?" tanya Ibu Marni.
"Sudah bu, aman. Semuanya ditanggung. Mulai dari mobil desa yang menjemput sebentar lagi, pesawat dan asrama. Cia tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa bu" jawab Cia.
"Syukurlah Nak. Tapi ingat ya Nak. Kamu berada jauh dari Ayah, Ibu dan Adik-adikmu. Jaga diri baik-baik. Jangan lupa berdoa, andalkan Tuhan dalam segala hal supaya hidupmu diberkati." Kata Ibu Marni lagi.
Rino dan Rina pun memeluk Cia. "Kakak, ingat pesanan aku bunga sakura ya" kata Cia.
"Kalo aku mau Ninja Hatori kak" kata Rino.
Cia yang berusaha menahan tangisnya akhirnya tumpah juga.
"Hehehe ninja hatori gak suka datang ke Indonesia Rino" kata Cia sambil memeluk kedua adik kembarnya.
"Kalian jangan natal. Ingat belajar karena kalian sudah hampir ujian akhir. Ingat bantuin Ayah dan Ibu juga. Kakak gak ada di sini berarti kalian berdua yang bertugas untuk menjaga Ayah dan Ibu" Kata Cia lagi.
Ayah juga memeluk Cia dengan erat. "Jaga dirimu baik-baik yah Nak. Jangan lupakan dirimu yang sekarang tetaplah menjadi Cia yang rajin dan murah hati suka menolong" kata Ayah Beny.
"Iya Ayah. Ayah tenang aja. Cia akan tetap seperti ini sampai kapan pun" kata Cia sambil memeluk ayahnya.
Di situ juga Ada Pak Lurah Hadi dan Isterinya yang turut mengantar. "Neng Cia gak kabarin Juna kalo Neng mau ke Jepang?" tanya Pak Lurah Hadi.
"Gak Pak. Cia gak tau nomor ponselnya. Sejak Mas Juna kembali ke kota Cia gak pernah tau lagi kabarnya. Pasti Mas Juna Sibuk kerja" kata Cia.
"Oh, Bapak pikir kalian masih saling komunikasi" kata Pak Lurah lagi.
Cia cuma menggelengkan kepalanya saja. "Enggak pak" jawab Cia.
Tak lama kemudian datang sebuah mobil menjemput Cia.
"Neng Cia, sudah siap?" kata si sopir.
"Sudah Mang" jawab Cia mantap.
"Baiklah ayok kita berangkat" kata sopir itu lagi.
Cia pun mencium kedua orang tua dan kedua adiknya lalu berjalan menghampiri mobil jemputan itu. Memasuki mobil itu dengan mantap. Setelah masuk Cia pun duduk dengan nyaman di dalamnya.
"Cia berangkat ya...Dadahhh..."
Sopir menyalakan mesin mobilnya, membunyikan klakson lalu menjalankan mobilnya pelan-pelan keluar dari halaman rumah Ayah Beny.
Cia melambaikan tangannya kepada Ayah, Ibu dan kedua adiknya.
Ada juga beberapa tetangga yang ikut mengantar. Mereka semua melambaikan tangan pada Cia.
"Hati-hati di jalan dan hati-hati di sana ya, Neng" kata para warga yang ikut mengantar.
"Hebat ya Neng Cia sekolahnya ke Jepang" kata Ibu Nia tetangganya.
Sedangkan Wulan, "Biasa aja sih, gak ada hebat-hebatnya. Aku juga bisa kuliah di Jepang" kata Wulan.
Beberapa Ibu memutar mata malas, mendengar perkataan Wulan.
"Kalo kamu juga bisa, buktikan dong jangan ngomong doang" kata Ibu Nia.
Wulan cemberut lalu berbalik ke arah Ibunya dan berkata "Ibu aku juga mau kuliah di Luar Negeri".
"Emang kamu punya duit buat kuliah di luar negeri? kalo kamu punya uang pergi aja" kata Ibunya. Lalu berbalik dan pulang ke rumahnya. Wulan juga pulang ke rumahnya berjalan sambil menghentakan kakinya.
Sedangkan ibu-ibu yang lain hanya tersenyum menyaksikan hal itu. "Wulan, Wulan jadi orang kok suka iri dengki. Masih kecil aja udah kayak gitu. Gimana nanti kalo udah dewasa" kata seorang ibu terangganya Cia.
"Ibu-ibu makasih banyak ya sudah ikut mengantarkan Cia. Terima kasih untuk dukungannya" kata Ibu Marni.
Sedangkan Ayah Beny cuma tersenyum ke arah ibu-ibu tersebut.
"Iya bu Marni sama-sama. Neng Cia kan selama ini selalu berbuat baik dimana pun dia berada. Ketika dia pergi kami juga merasa kehilangan. Doa kami, Neng Cia berhasil dan sukses di sana" kata Ibu Nia dan disetujui oleh ibu-ibu yang lain.
"Amin. Sekali lagi makasih ya Ibu-Ibu" kata Ayah Beny.
"Kalo Gitu kami permisi yah Pak Beny, Ibu Marni" kata Ibu-ibu itu.
"Iya, silahkan" kata Ayah Beny dan Ibu Marni bersamaan. Kemudian mereka pun masuk ke dalam rumah.
"Yah, sepi deh rumah kita" kata Rina. "Nanti aku mau curhat sama siapa?" lanjut Rina lagi.
Ya Cia sangat dekat dengan kedua adik kembarnya. Karena itu Cia menjadi tempat curhat adik-adiknya demikian juga sebaliknya.
"Udah gak usah sedih. Nanti kalo libur juga kakak kalian pulang kok" kata Ibu Marni.
"Iya bu" jawab mereka. "Kalian berdua juga harus belajar yang rajin biar bisa dapat beasiswa juga kayak kakak kalian" kata Ibu Marni lagi.
"Siap Bu, Rina akan belajar dengan rajin supaya bisa dapat beasiswa kayak kak Cia" tekad Rina.
"Rino juga. Rino akan belajar dengan giat" tekad Rino. Ayah dan Ibu tersenyum bangga mendengar perkataan anak-anaknya.
Di jalan Cia duduk diam menikmati perjalanannya. Ini pertama kalinya dia pergi jauh sendirian. Tapi tidak ada rasa takut dalam diri Cia karena dia yakin kalo Tuhan menyertainya. Pemandangan di luar sangat-sangat indah, sepanjang mata memandang semuanya warna hijau yang membuat segar mata yang memandangnya.
"Neng Cia, hebat ya bisa ke Jepang" kata si sopir memecahkan kesunyian.
"Bukan saya yang hebat Pak. Ini semua hanya titipan Tuhan kepada Saya" kata Cia.
"Iya, karena kamu anak yang hebat makanya Tuhan titipkan berkat yang luar biasa ini sama kamu" kata si sopir lagi.
"Iya Pak, Makasih." Jawab Cia. Tak terasa perjalanan mereka sudah sampai di kota dan ia akan terus melanjutkan perjalanan ke bandara.
Cia menatap pemandangan kota yang sangat ramai. Berbeda jauh dengan pemandangan di desanya yang masih asri. Di kota ini yang terlihat hanya gedung-gedung yang menjulang tinggi seolah-olah ingin mencapai langit.
Cia terpesona dengan kemegahan kota ini. Kota yang sama dimana Arjuna Arsyan berada.
"Kira-kira rumahnya Mas Juna dimana yah?" tanya Cia dalam hati.
Bersambung....