NovelToon NovelToon
Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Legend Of The Sky Devourer-Kunpeng Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Epik Petualangan / Fantasi
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Alvarizi

Di Desa Fuyun yang terkubur salju, Ling Tian dikenal sebagai dua hal yakni badut desa yang tak pernah berhenti tertawa, dan "Anak Pembawa Sial" yang dibenci semua orang.

Tidak ada yang tahu bahwa di balik senyum konyol dan sikap acuh tak acuh itu, tersimpan jiwa yang lelah karena kesepian dan... garis darah monster purba yang paling ditakuti langit yakni Kunpeng.

Enam puluh ribu tahun lalu, Ras Kunpeng musnah demi menyegel Void Sovereign, entitas kelaparan yang memangsa realitas. Kini, segel itu retak. Langit mulai berdarah kembali, dan monster-monster dimensi merangkak keluar dari bayang-bayang sejarah.

Sebagai pewaris terakhir, Ling Tian dipaksa memilih. Terus bersembunyi di balik topeng humornya sementara dunia hancur, atau melepaskan "monster" di dalam dirinya untuk menelan segala ancaman.

Di jalan di mana menjadi pahlawan berarti harus menjadi pemangsa, Ling Tian akan menyadari satu hal yakni untuk menyelamatkan surga, dia mungkin harus memakan langit itu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvarizi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9: Tiket Satu Arah ke Neraka

Malam itu, di gubuk reyot Ling Tian kedatangan seorang tamu.

Tapi bukan tamu yang sopan. Pintu kayu yang sudah lapuk itu tidak diketuk, melainkan ditendang hingga engsel bawahnya lepas, sehingga menghasilkan bunyi braakk yang menyakitkan di tengah kesunyian malam.

Ling Tian yang sedang duduk bersila di atas dipan jerami, di tangannya tergenggam sisa akar Bloodroot yang sudah kering kerontang. Dia tidak terlonjak kaget. Dia bahkan tidak menoleh sedikitpun. Dia hanya menghela napas panjang, seolah kedatangan tamu tak diundang ini hanyalah gangguan kecil seperti nyamuk yang berdengung di telinganya.

"Pintunya tidak dikunci," kata Ling Tian datar, tanpa membuka mata. "Tapi terima kasih sudah membukanya lebih lebar. Udaranya memang agak pengap."

Di ambang pintu, berdiri dua sosok.

Satu adalah pria paruh baya dengan jubah biru tua. Sebuah seragam seorang Diaken Divisi Logistik. Wajahnya runcing seperti tikus, dengan kumis tipis yang melengkung licik. Di tangannya, dia memegang sebuah gulungan kertas dengan segel lilin merah.

Di belakangnya, berdiri Li Wei. Kakinya dibebat tebal dengan kain putih dan penyangga kayu. Dia bertumpu pada tongkat di sela ketiak, wajahnya menyeringai puas, campuran ekspresi antara rasa sakit dan kemenangan yang sudah didepan mata.

"Ling Tian, Pelayan Nomor 404," suara Diaken itu cempreng, namun matanya memancarkan tatapan ejekan. "Berdiri saat atasan tengah bicara!"

Ling Tian membuka matanya perlahan. Dia turun dari dipan, menepuk-nepuk debu di celananya, lalu membungkuk dengan gaya berlebihan yang jelas-jelas palsu.

"Hamba yang rendah ini menyambut Diaken Zhao yang mulia," kata Ling Tian. Matanya melirik ke arah Li Wei. "Dan... ah, Tuan Muda Li. Wah, tongkat baru? Modelnya bagus. Sangat cocok dengan kepribadianmu yang butuh sandaran."

Wajah Li Wei memerah padam. "Tutup mulutmu, Sampah! Kau pikir kau masih bisa melawak malam ini?"

Diaken Zhao mengangkat tangan, menghentikan Li Wei bicara. Dia menatap Ling Tian dengan senyum tipis yang dingin.

"Ling Tian, sekte ini menghargai kerja keras. Kudengar kau sangat... rajin... di Kolam Pencuci Pedang. Karena itu, Divisi Logistik memutuskan untuk memberimu 'promosi'."

Diaken Zhao melemparkan gulungan kertas itu ke dada Ling Tian.

Ling Tian menangkapnya. Kertas itu terasa berat dan ada sebuah segel berwarna merah darah.

"Mulai malam ini," lanjut Diaken Zhao, "Kau dipindahkan tugas jaga. Kau tidak lagi membersihkan pedang. Kau sekarang ditugaskan menjaga Gua Angin Ratapan di sisi utara gunung."

Di luar gubuk, suara jangkrik seolah berhenti mendadak.

Gua Angin Ratapan.

Ling Tian tahu tempat itu dari desas-desus para pelayan tua. Itu adalah tambang bijih roh yang sudah ditinggalkan sepuluh tahun lalu karena insiden "kecelakaan". Konon, setiap malam terdengar suara tangisan dari dalam gua, dan setiap pelayan yang dikirim ke sana untuk patroli selalu kembali dalam keadaan gila... atau tidak kembali sama sekali (biasanya dilaporkan sebagai 'dimangsa binatang buas').

Itu bukan sekadar pos jaga biasa melainkan tampak seperti sebuah kuburan bagi para pelayan dan murid.

"Gua Angin Ratapan?" Ling Tian memutar-mutar gulungan itu di tangannya. "Kedengarannya tempat yang romantis. Apakah saya dapat tunjangan lembur?"

Diaken Zhao mendengus. "Tunjanganmu adalah kau masih boleh makan nasi sekte kalau kau masih hidup besok pagi. Kemasi barangmu. Kau berangkat sekarang."

Li Wei tertawa, suara tawanya terdengar sumbang. "Nikmati malam terakhirmu, Babu. Kudengar hantu-hantu di sana suka sekali daging muda yang alot sepertimu. Jangan lupa sampaikan salamku pada mereka!"

Li Wei dan pamannya berbalik pergi, meninggalkan Ling Tian sendirian di ambang pintu yang sudah dirusaknya. Mereka tidak perlu menyerangnya secara fisik. Mereka baru saja menandatangani surat kematiannya secara legal.

Ling Tian menatap punggung mereka yang menghilang di kegelapan malam. Senyum di wajahnya perlahan memudar, digantikan oleh ekspresi datar yang dingin.

"Gua Angin Ratapan..." suara Tuan Kun muncul, terdengar waspada namun bergairah. "Tempat itu punya konsentrasi energi Yin yang sangat padat. Jauh lebih padat dari danau ini."

"Artinya?"

"Artinya di sana pasti ada banyak 'makanan'. itu hantu, mayat, atau monster yang bersembunyi. Tapi ingat, Bocah... makanan di sana bisa balik memakanmu."

Ling Tian meremas gulungan kertas di tangannya hingga remuk.

"Mereka pikir mereka telah membuangku ke kandang macan," bisik Ling Tian. Dia kembali masuk ke gubuk, mengambil batang besi hitamnya yang ia sembunyikan di bawah tumpukan jerami.

Batang besi itu terasa dingin dan berat, menenangkan detak jantungnya.

"Ayo, Tuan Kun. Kita lihat siapa yang akan jadi hantu malam ini."

Perjalanan ke sisi utara gunung memakan waktu satu jam berjalan kaki. Jalurnya terjal, dikelilingi hutan bambu hitam yang bergesekan satu sama lain, menghasilkan suara kriek... kriek... seperti tulang yang patah.

Gua Angin Ratapan terletak di celah sempit antara dua tebing batu kapur.

Mulut guanya menganga lebar seperti rahang raksasa yang gelap gulita. Angin yang keluar dari sana tidak berhembus biasa, melainkan berputar, menghasilkan suara siulan tinggi yang menyerupai jeritan seorang wanita.

Huuu... Huuuu...

Ling Tian berdiri di depan mulut gua. Dia menyalakan obor kecil yang diberikan Diaken Zhao. Cahaya api oranye itu berkedip-kedip lemah, seolah takut pada kegelapan di depannya.

"Baunya..." Ling Tian mengendus udara.

Baunya bukan lagi bau karat besi di tempat ia sebelumnya.

Tapi tampak seperti bau tanah yang basah, berjamur, dan... sesuatu yang manis. Seperti bau daging yang mulai membusuk.

"Masuklah," perintah Tuan Kun.

Ling Tian melangkah masuk.

Suhu udara tiba-tiba turun drastis. Dinding gua tampak basah dan berlendir. Setiap langkah kakinya bergema: tap... tap... tap...

Semakin dalam dia masuk, semakin kuat suara 'ratapan' angin itu. Itu bukan sekadar suara angin yang melewati celah batu. Ada sebuah ritme juga pola nada disana. Seolah-olah angin itu sedang... bernapas.

Tiba-tiba, Tuan Kun berteriak di kepalanya.

"BERHENTI!"

Ling Tian membeku.

"Lihat ke atas."

Ling Tian perlahan mengangkat obornya ke langit-langit gua, lima meter di atas kepalanya.

Matanya melebar.

Langit-langit gua itu tidak terbuat dari batu.

Itu... seakan bergerak.

Ribuan atau mungkin puluhan ribu.

Kelelawar normal? Jelas bukan.

Itu adalah Kelelawar Berwajah Manusia. Makhluk iblis tingkat rendah yang hidup berkelompok. Tubuh mereka seukuran kucing, berbulu hitam lebat, tapi wajah mereka... wajah mereka menyerupai wajah bayi keriput yang sedang menyeringai.

Mereka tidur bergelantungan, rapat sekali seperti karpet hidup.

Dan cahaya obor Ling Tian baru saja membangunkan satu ekor yang berada tepat di atasnya.

Mata merah makhluk itu terbuka. Wajah bayinya berkedut, lalu mulutnya terbuka, menampakkan deretan gigi runcing seperti jarum.

Kik... Kik...

Suara itu kecil. Tapi di dalam gua yang sunyi, suaranya seperti ledakan.

Satu mata terbuka.

Lalu sepuluh.

Lalu seratus.

Lalu ribuan pasang mata merah menyala serentak di kegelapan langit-langit gua.

"Ah," desah Ling Tian pelan. "Jadi ini alasan kenapa tidak ada penjaga yang pulang hidup-hidup."

"Lari?" tanya Tuan Kun sarkas.

Ling Tian menjatuhkan obornya ke tanah, membiarkannya padam diinjak kakinya. Kini kegelapan total menyelimutinya.

Tapi di dalam kegelapan itu, Ling Tian tersenyum. Dia mencengkeram batang besi hitamnya dengan kedua tangan membentuk kuda-kuda rendah. Otot kakinya menegang dan siap meledak kapan saja.

Dia tahu dia tidak bisa lari. Li Wei dan pamannya pasti menunggu berita kematiannya besok pagi.

Kalau dia lari, dia akan mati konyol sebagai buronan.

Kalau dia bertarung... setidaknya dia akan 'makan' hingga kenyang.

"Lari?" Ling Tian terkekeh dalam gelap. Suara tawanya terdengar gila, berbaur dengan suara kepakan sayap ribuan kelelawar yang mulai terjun ke arahnya.

"Tuan Kun... siapkan piringnya."

"Malam ini kita pesta seafood terbang."

1
Sutono jijien 1976 Sugeng
👍👍👍👍
Sutono jijien 1976 Sugeng
siapa predator puncak 😁😁😁
Sutono jijien 1976 Sugeng
si fang yu hanya jadi badut ,yg Tak tahu apa apa 🤣🤭
Anonymous
Ga kerasa cepet banget udh abis aja 😭
Anonymous
Whooa, apakah sekte matahari hitam itu keroco yang ditinggalkan seberkas kehadiran void Sovereign pada bab prolog?
Renaldi Alvarizi: Hehe mohon dinantikan kelanjutan ceritanya ya
total 1 replies
Anonymous
Alur ceritanya makin kesini makin meningkat, tetap pertahankan
Renaldi Alvarizi: Terimakasih kawan Kunpeng 😁
total 1 replies
Anonymous
up thor
Anonymous
Hahaha Ling Tian punya budak pertamanya
Anonymous
Haha akhirnya badut yang sebenarnya 'Li Wei' mokad juga
Anonymous
Ceritanya bagus, besan dengan yang lain seperti titisan naga, phoenix dsb. Semoga tetap konsisten updatenya.
Joe Maggot Curvanord
kenapa xinxin penyimpanan ataw barang berharga musuh tidak di ambil
Renaldi Alvarizi: Hehe sudah kok kak yang akan digunakan untuk keperluan di bab mendatang namun saya memang lupa memasukkan atau menjelaskannya didalam cerita. Terimakasih atas sarannya.
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
semoga semakin berkembang ,dan bukan di alam fana ,naik ke alam atas
Renaldi Alvarizi: Hehe tunggu saja kelanjutannya bersama dengan Ling Tian dan Tuan Kun ya kak hehe
total 1 replies
Sutono jijien 1976 Sugeng
belagu si fang yu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!