NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikahi tentara / Duda / Cintapertama
Popularitas:20.7k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Jessica melajukan mobilnya tanpa arah. Hatinya masih panas setelah drama di rumah tadi. Ia butuh tenang, butuh tempat untuk bernapas tanpa suara perdebatan. Mobilnya terus melaju sampai akhirnya berhenti di depan sebuah supermarket kecil di sudut kota.

Ia masuk, berjalan pelan menuju rak minuman dingin. Saat tangannya hendak meraih sebotol air mineral, tiba-tiba tangan seseorang menyentuh tangannya. Refleks Jessica menoleh, dan langsung mengenali wajah itu — wanita yang sempat ia temui beberapa waktu lalu di tempat yang sama.

Wanita itu berpakaian sederhana: kardigan lembut, pashmina tanpa peniti, dan sandal jepit Swallow yang sudah tampak aus. Tapi dari matanya, terpancar ketenangan yang sulit dijelaskan.

“Hai, masih ingat aku?” sapa Jessica ramah.

Aresa menatapnya sebentar, lalu tersenyum sopan.

“Hai, Kak. Yang waktu itu, kan?” ujarnya sambil memegang keranjang kecil berisi camilan.

“Iya! Aku Jessica. Waktu itu lupa tanya namamu.”

“Nama saya Resa, Kak,” jawabnya lembut.

“Nama yang bagus, Res,” puji Jessica sambil tersenyum. “Aku lanjut belanja dulu, ya.”

“Iya, Kak. Silakan,” balas Aresa santai.

Beberapa menit kemudian, Jessica keluar dari kasir. Ia melihat Aresa berjalan kaki meninggalkan supermarket, membawa kantong plastik kecil. Tanpa pikir panjang, Jessica memanggilnya dari dalam mobil.

“Res! Ayo ikut aku. Aku antar pulang, sekalian makan siang bareng. Aku lagi butuh teman ngobrol, nih,” katanya sambil tersenyum.

Aresa tampak sungkan. “Ah, nggak usah, Kak. Saya mau pulang jalan kaki aja.”

“Udah, jangan nolak. Aku yang traktir,” bujuk Jessica lembut tapi tegas.

Karena sungkan, Aresa akhirnya menurut. Ia masuk ke mobil, duduk di kursi penumpang dengan sopan. Mobil pun melaju meninggalkan parkiran supermarket, membawa dua wanita yang tanpa sadar sedang terikat oleh takdir yang sama — seseorang bernama Jhonatan.

****

Mereka berhenti di sebuah restoran Jepang sederhana di pusat kota. Interiornya hangat, didominasi warna kayu dan aroma kaldu yang menenangkan. Jessica memilih meja di pojok, agak jauh dari keramaian. Saat pelayan datang membawa buku menu, Aresa terlihat bingung.

“Kamu kenapa, Res? Bingung mau pesan apa?” tanya Jessica ramah.

Aresa tersenyum kikuk. “Iya, Kak. Soalnya beberapa makanan di sini aku nggak boleh makan dulu.”

“Lho, kenapa?”

“Baru sembuh dari sakit lambung,” jawabnya jujur.

Jessica tersenyum mengerti. “Oh, pantes. Kalau gitu aku pesanin Sup Miso Tofu aja, ya. Aman buat lambung.”

“Terima kasih, Kak,” ucap Aresa lembut.

Sambil menunggu pesanan datang, Jessica bersandar di kursinya, menghela napas panjang. Matanya menerawang sebelum akhirnya ia bicara, suaranya lirih tapi sarat emosi.

“Res, aku lagi kesel banget. Punya adik satu-satunya, keras kepala setengah mati. Disuruh nikah aja susahnya minta ampun.”

Aresa menatapnya lembut, tersenyum tipis. “Mungkin belum waktunya, Kak. Atau belum ketemu yang cocok.”

Jessica mendesah. “Masalahnya, dia duda, Res. Aku udah kenalin sama dokter, dosen, pengusaha—semua ditolak. Aku sampai bingung harus gimana.”

Aresa menatap Jessica penuh pengertian. “Kita nggak bisa maksa hati orang lain, Kak. Kadang, semakin dipaksa, malah makin menjauh. Kalau seseorang belum siap, paksaan cuma bikin dia nyari pelarian.”

Kata-kata itu membuat Jessica terdiam lama. Ada sesuatu di dalam hatinya yang seperti disentuh. Ia sadar, selama ini mungkin ia terlalu menuntut, terlalu ingin mengatur hidup adiknya tanpa benar-benar memahami alasannya.

“Iya... kamu benar, Res. Aku terlalu maksa,” ucapnya pelan.

Aresa hanya tersenyum, memberi ketenangan tanpa banyak kata.

Jessica menatapnya kagum. “Kamu bijak banget, ya. Andai adikku punya pasangan yang lembut dan tulus kayak kamu, aku yakin dia bakal bahagia.”

Aresa tersenyum samar, tapi di balik senyum itu, dadanya menegang. Ia tahu, pria yang dibicarakan Jessica tak lain adalah Jhonatan — orang yang diam-diam mengacaukan hatinya.

Makanan datang, percakapan berubah ringan. Setelah makan, Aresa berusaha membayar, tapi Jessica menolak.

“Lain kali aku yang traktir, Kak,” kata Aresa sambil menyerahkan nomor kontaknya.

Jessica tertawa kecil. “Deal. Aku tunggu kabar kamu, Res.”

Aresa pamit naik taksi, meninggalkan Jessica yang masih duduk termenung, memikirkan ulang arti “bahagia” dan “status.”

****

Sementara itu, Jhonatan memacu mobilnya dengan wajah tegang. Amarah dan penyesalan bercampur jadi satu. Ia tahu dirinya harus bertindak. Begitu sampai di rumah Alvino, ia langsung turun tanpa basa-basi.

“Vin, gue mau ngomong,” ujarnya singkat.

Alvino yang sedang mencabut rumput menoleh. “Ada apa, Jo?”

“Ini soal Aresa,” ucap Jhonatan pelan.

“Kenapa lagi?” tanya Alvino, menatapnya curiga.

“Gue… bawa-bawa nama dia buat nolak perjodohan gue. Cewek yang dijodohin itu marah, terus menyelidiki Aresa. Tapi datanya Aresa beda banget sama aslinya. Apa kakaknya yang ubah?”

Alvino menghela napas berat. “Iya. Arian sengaja ngelakuin itu buat umpan.”

“Umpan?” alis Jhonatan berkerut.

“Iya, karena lo, Resa sekarang dalam bahaya. Lo bikin dia jadi sasaran empuk wanita itu,” ujar Alvino tegas.

Jhonatan terdiam lama. “Gue salah, Vin. Tapi gue akan tanggung jawab.”

“Harus,” balas Alvino. “Besok gue sama Resa mau ke kampung. Lo ikut aja. Sekalian lihat lokasi kafe.”

“Gue urus cuti dulu. Kalau disetujui, gue berangkat,” jawab Jhonatan mantap.

“Oh iya,” tambah Alvino, tersenyum miring. “Resa naik bus. Katanya mau ‘mendalami peran’.”

“Bus? Serius?” tanya Jhonatan heran.

“Yap. Dia bukan cewek lemah, Jo. Kalau ada yang main-main, dia bisa balik main. Mirip banget sama Arian.”

“Menarik juga,” gumam Jhonatan.

“Lo suka sama Aresa, ya?” goda Alvino.

Jhonatan menatapnya lurus. “Iya. Sepertinya gue suka sama dia.”

Canda di wajah Alvino langsung hilang. Ia tahu, Jhonatan kali ini serius.

****

Jhonatan kembali ke rumah dinasnya, berganti pakaian dengan seragam militer, lalu menuju kantor Danyon. Ia berniat mengajukan cuti mendadak. Saat di ruang komandan, ia berdiri tegap, tapi nada suaranya terdengar hati-hati.

“Izin, Komandan. Saya ingin mengajukan cuti selama lima hari ke depan,” ucap Jhonatan.

Komandan yang sedang menandatangani berkas menoleh. “Ada keperluan apa, Kapten Jhonatan? Kamu jarang sekali ambil cuti.”

“Izin, ada urusan mendesak di luar kota, Komandan,” jawabnya mantap, meski tak sepenuhnya jujur.

Komandan menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Saya kasih izin kamu cuti beberapa hari.”

“Terima kasih, Komandan,” ucap Jhonatan, menunduk sopan sebelum memberi hormat.

“Jaga diri, Kapten,” pesan komandannya singkat.

“Siap, Komandan.”

Jhonatan berbalik dan melangkah keluar dengan napas lega. Kini ia bisa berangkat bersama Alvino dan menyusul Aresa besok pagi.

****

Sementara itu, Aresa baru tiba di apartemen. Setelah makan siang bersama Jessica, pikirannya kacau tapi hatinya anehnya lebih tenang. Ia menutup pintu, menjatuhkan tubuh di sofa, dan memejamkan mata. Mencoba mengistirahatkan pikiran yang sejak siang tak berhenti berputar. Entah kenapa, pikirannya justru melayang pada Liam.

Sejak Aresa pulang ke Indonesia, pria itu semakin sulit dihubungi. Sudah beberapa hari tak ada kabar sama sekali.

“Terserahlah. Mau ngabarin, mau enggak, masa bodoh. Mau punya cewek lain juga silakan,” gumamnya kesal sebelum akhirnya terlelap di sofa.

Beberapa jam kemudian, Aresa terbangun karena suara ketikan laptop. Ia membuka mata, dan betapa terkejutnya melihat Arian duduk santai di depannya, memangku laptop miliknya.

“Udah bangun, Princess?” sapa Arian tanpa menoleh.

Aresa menguap kecil. “Hem… lagi ngapain, Mas?” tanyanya malas.

“Ngerjain kerjaan kamu,” jawab Arian singkat.

“Oh, bagus. Aku emang males ngerjainnya, jadi sekalian aja Mas terusin,” kata Aresa santai sambil meregangkan tubuh.

Arian menoleh dan memutar laptopnya ke arah Aresa. “Lihat nih.”

Di layar, muncul pesan yang membuat Aresa melongo.

“Kamu dipecat!” ucap Arian, lalu tertawa.

“Jahat kamu, Mas! Haha,” balas Aresa, ikut tertawa geli.

Tawa mereka mereda, suasana jadi lebih tenang. Arian menutup laptopnya, lalu menatap adiknya.

“Tadi kamu pergi sama siapa?” tanyanya dengan nada setengah serius.

Aresa menggaruk kepala, tersenyum kaku. “Hehe… Mas tahu aku kabur, ya?”

“Tahu lah,” jawab Arian datar.

Aresa segera menjelaskan, “Tadi aku cuma ke danau sebentar, terus mampir ke supermarket. Eh, nggak sengaja ketemu sama orang baik banget, diajak makan siang.”

“Oh ya? Senang, dong?” tanya Arian, nadanya mulai melunak.

“Senang, Mas. Hari ini lumayan bikin kepala adem,” jawab Aresa jujur. “Oh ya, besok aku jadi pulang, ya. Udah janjian sama Mas Alvino.”

“Iya, nanti Mas suruh Azzam pesenin tiket keretanya,” kata Arian.

Aresa langsung menggeleng. “Nggak mau naik kereta. Aku mau naik bus aja, biar sekalian mendalami peran.”

Arian menatapnya, antara kagum dan khawatir. “Kamu yakin?”

“Yakin, dong.” jawab Aresa mantap.

Arian tersenyum kecil. “Iya deh. Tapi hati-hati, ya.”

"Iya Mas" jawab Aresa.

“Cepat mandi sana” balas Arian.

Aresa bangkit dengan langkah malas, lalu berjalan menuju kamarnya sambil menguap. Di balik pintu yang perlahan tertutup, Arian menatap punggung adiknya lama-lama — ada sesuatu dalam benaknya, seolah firasat bahwa perjalanan Aresa kali ini akan membawa perubahan.

1
Shin Himawari
untung mas Arian gercep lindungi data privasinya Aresa
Shin Himawari
ini mah strict brother 🤭
Wida_Ast Jcy
ingat ya joe jgn gegabah kamu🤭🤭🤭
Wida_Ast Jcy
udah mau aja. rezeki jgn ditolak. pamali katanya
Rahma Rain
firasat Abang pasti jarang salah.
Rahma Rain
mulai dekat ya sama Jessika..
Rahma Rain
pasti Aresa kan Jess.
Rahma Rain
sella2.. lebih baik kamu nggak usah mengganggu Resa.
sunflow
terjamin tapi kelakuannya nol bu
sunflow
lah dikiranya nyamuk gitu? 🤭🤭
sunflow
untuk sementara saja res.
Nurika Hikmawati
jalannya takdir tidak pernah diduga
Nurika Hikmawati
udah cape di luar, jadi di rumah tinggal rebhan aja.
Nurika Hikmawati
keluarga tentara... gak aneh kalo nnt jodonya juga tentara
🌹Widianingsih,💐♥️
ahhh ...jalan satu kilometer mah enteng, !
🌹Widianingsih,💐♥️
Aresa benar-benar perempuan luar biasa, tegas penuh wibawa.
ahhh... sepertinya cocok dengan Jonathan yang keras kepala.
mama Al
coba Jessica yang bersuara
kalau dia punya pilihan
mama Al
hadeh harta tahta dan kasta
mama Al
pasti gara-gara sella
Drezzlle
mana pengertian lagi kak Jessica. aku suka 🥰🥰
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!