Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Bab 1

Jhonatan Wijaya adalah seorang perwira TNI berpangkat kapten berusia tiga puluh satu tahun. Jabatannya sebagai komandan kompi membuat namanya dikenal sebagai sosok yang kaku, dingin, dan irit bicara. Di hadapan prajuritnya, ia dikenal tegas dan disiplin, tetapi juga sangat perhatian terhadap anak buahnya.

Orang-orang mengira Jhonatan adalah laki-laki yang anti terhadap perempuan sejak berpisah dengan mantan istrinya. Bahkan, ada yang berbisik bahwa ia memiliki kelainan. Namun, tidak ada yang tahu bahwa di balik semua itu, Jhonatan menyimpan satu kenangan yang ia jaga rapat-rapat selama sembilan tahun terakhir—kenangan tentang seorang gadis.

Kehidupan Jhonatan berjalan monoton, penuh disiplin dan aturan. Pagi hari, ia sudah memimpin latihan fisik. Siang hari, ia disibukkan dengan laporan dan strategi militer. Malam hari, ia sering duduk sendirian di rumah dinas, menatap dinding kosong.

Hubungannya dengan keluarga dekat, seperti kakak perempuannya, Jessica Wijaya, dan suaminya yang juga seorang TNI berpangkat letnan kolonel, sangat akrab. Namun, Jhonatan tidak pernah benar-benar membuka diri. Jessica sering mencoba menjodohkannya, tetapi Jhonatan selalu punya alasan untuk menolak.

"Kamu ini, Nat.  Mau sampai kapan mau sendiri?" tanya Jessica suatu kali, saat mereka berkumpul di rumah bersama kedua anaknya, Kenan dan Kinan. "Kinan sudah nanya sama aku, 'Mama aku punya om kok galak sekali?Seperti papa, ya? Tapi kok dia enggak punya tante?"

Jhonatan hanya tersenyum tipis.

"Nanti juga ada waktunya, Kak," jawabnya singkat, tanpa memberi harapan.

****

Semua rahasia itu berawal sembilan tahun lalu, pada malam MPT (Malam Pengantar Tugas) di Akademi Militer. Aroma parfum mahal dan musik klasik memenuhi aula. Jhonatan berdiri di sudut ruangan, membiarkan dirinya tenggelam dalam keramaian.

Namun, di antara semua orang yang berlalu-lalang, matanya terpaku pada satu sudut ruangan. Di sana, seorang gadis remaja duduk sendirian. Usianya masih sangat muda, mungkin baru belasan tahun. Rambutnya terurai, matanya memancarkan kecerdasan yang unik, dan senyumnya... senyum itu membuat dunia Jhonatan seolah berhenti.

Ia tidak bisa bergerak. Ini bukan sekadar ketertarikan sesaat. Ada sesuatu yang lebih dalam. Jhonatan merasakan koneksi yang tidak bisa dijelaskan. Ia merasa seperti sudah mengenalnya seumur hidup, seolah memang ditakdirkan untuk bertemu gadis itu. Ia ingin mendekat, menanyakan namanya, tetapi gadis itu tiba-tiba bangkit, melambaikan tangan kepada seorang pria paruh baya, lalu menghilang di antara kerumunan.

Jhonatan kehilangan jejak. Ia berlari keluar, mencoba mencari, tetapi gadis itu sudah lenyap seperti hantu.

Sejak malam itu, ia tidak bisa melupakan wajahnya. Ia mencoba mencari tahu. Ia bertanya kepada setiap orang yang ia kenal, termasuk Alvino Alfarisi, teman baiknya sejak di akademi.

“Ada apa, Jo? Tumben kamu kelihatan gelisah,” tanya Alvino yang saat itu masih berpangkat letnan dua.

“Kamu kenal semua orang di acara semalam, kan? Ada kenalan mu yang punya adik perempuan rambutnya panjang, cantik, dan kelihatannya pintar?” tanya Jhonatan dengan nada tidak sabar.

Alvino menggeleng.

“Aku kenal hampir semua yang datang, Jo, tapi tidak ada yang seperti itu.”

Jawaban itu membuat Jhonatan frustrasi. Setelah berbulan-bulan mencari tanpa hasil, ia akhirnya pasrah. Ia melanjutkan hidup, fokus pada karier militernya. Ia bahkan mencoba menikah dengan perempuan lain, berusaha membangun masa depan yang normal. Namun, takdir berkata lain. Pernikahannya kandas karena perbedaan prinsip dan jarak yang tidak bisa dijembatani.

****

Sejak itu, Jhonatan kembali menjadi sosok yang dingin, galak, dan tertutup. Sampai hari ini.

Ia memiliki janji dengan Alvino, salah satu prajurit terbaiknya sekaligus teman seperjuangannya. Jhonatan melangkah masuk ke rumah dinas Alvino. Di sana, matanya tertuju pada seseorang yang terbaring di sofa.

Seorang perempuan, dengan pakaian santai dan rambut terurai. Wajahnya... ya, wajah itu. Gadis yang selama sembilan tahun menghantui pikirannya. Tapi kenapa dia ada di sini? Di rumah Alvino? Mungkinkah dia adiknya?

Jantung Jhonatan berdebar cepat. Ia tidak salah mengenali. Wajah itu, sorot mata itu, dan aura yang sama kuatnya. Ia menemukannya. Setelah sembilan tahun, gadis itu kini ada di hadapannya—tanpa sadar bahwa dialah takdir yang selama ini dicari Jhonatan.

Namun, ia tahu dirinya tidak boleh terlalu berharap. Sembilan tahun telah berlalu. Mungkin saja gadis itu sudah punya kekasih, bahkan mungkin sudah menikah. Tapi meskipun waktu berjalan begitu lama, gadis itu tetap sama—hanya saja kini lebih dewasa, lebih cantik, tubuhnya tinggi, kulitnya putih, meski terlihat sedikit judes dan pemalas.

Siapa dia sebenarnya? Mengapa dia bisa ada di sini? Siapa namanya?

Ah... Jhonatan benar-benar penasaran. Ia bahkan tertegun lama di depan pintu, sampai akhirnya Alvino menegurnya.

“Kenapa, Jo? Ada yang salah?” tanya Alvino hati-hati.

“Oh, tidak... tidak apa-apa,” jawab Jhonatan gugup.

“Mari duduk, Jo. Gue ke belakang sebentar, bikin minuman dulu,” ujar Alvino sambil berjalan pergi.

Dalam hati, Jhonatan berbicara sendiri,

“Dia tertidur dengan sangat cantik. Rasanya ingin ku gendong dan kubawa ke rumahku. Ah, gila. Bahkan aku belum tahu apakah dia perempuan yang sama seperti sembilan tahun lalu. Tapi... entah kenapa aku benar-benar ingin memilikinya.”

Gila. Jhonatan merasa benar-benar gila. Bahkan saat dulu bersama istrinya pun, ia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Hanya dengan melihat perempuan itu, jantungnya berdebar kencang—seolah ingin melompat keluar dari dadanya.

Ia terus menatapnya lama. Perempuan itu tidur di sofa depan televisi yang terhubung langsung dengan ruang tamu, hanya dipisahkan oleh meja partisi kecil.

Jhonatan tersenyum tipis. Sangat tipis. Bahkan orang terdekatnya pun jarang melihat senyum sang kapten. Ia benar-benar telah menjadi sosok yang dingin—entah karena masa lalunya atau sesuatu yang lain. Tidak ada yang tahu, kecuali dirinya sendiri.

Orang-orang mengira perceraiannya tiga tahun lalu meninggalkan trauma dan duka yang mendalam. Ya, Jhonatan diceraikan saat sedang menjalankan tugas di daerah konflik. Baru tiga bulan di medan tugas, ia menerima kabar bahwa sang istri menggugat cerai. Alasannya, ia tidak sanggup menjalani hubungan jarak jauh. Padahal, sebagai istri prajurit, seharusnya ia paham bahwa hidup terpisah dengan suami adalah risiko. Bahkan banyak prajurit yang pulang dari medan tugas hanya tinggal nama. Sampai sekarang pun Jhonatan tidak tahu alasan pastinya.

Lamunannya buyar ketika Alvino datang membawa dua gelas kopi dan camilan.

“Maaf, Jo, lama. Tadi istri gue minta bantu pasang gas dulu,” ujar Alvino.

“Iya, tidak masalah,” jawab Jhonatan santai.

“Kan lo ini udah lama banget menyendiri. Nggak kepikiran nikah lagi? Biar ada yang ngurusin,” canda Alvino sambil tertawa.

Terpopuler

Comments

🌹Widianingsih,💐♥️

🌹Widianingsih,💐♥️

Jonathan yang berprofesi tentara, mestinya si istri udah paham dong resikonya.

2025-10-13

1

Mutia Kim🍑

Mutia Kim🍑

Oh ternyata Jhonatan suka sma gadis kicik, makanya belum berani ngungkapin takut nanti di kira.... 😬

2025-10-13

1

Wida_Ast Jcy

Wida_Ast Jcy

seperti nya hatinya untuk seseorang. walau pun sudah mencoba menikah dengan orang lain pun. tapi tetap saja kandas

2025-10-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!