NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: tamat
Genre:Keluarga / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Murni / Tamat
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Jika malam pertama Akbar di Jambi dihabiskan dalam kesunyian yang reflektif, pagi keduanya disambut oleh kebalikannya. Di rumah megah keluarga erencya, pagi di akhir pekan adalah sebuah simfoni kekacauan yang teratur. Erencya adalah anak kelima dari enam bersaudara, sebuah fakta yang belum pernah ia ceritakan pada Akbar, karena ia sendiri jarang memikirkannya. Namun pagi itu, saat ia turun untuk sarapan, ia diingatkan dengan kekuatan penuh akan posisinya di konstelasi keluarganya.

Meja makan yang panjang itu penuh sesak. Di ujung, Papanya mencoba membaca berita di tablet di tengah kebisingan. Mamanya sibuk memastikan mangkuk bubur ayam semua orang terisi. Kakak perempuan pertamanya, Valerie, yang sudah menikah dan tinggal di Jakarta tapi sedang pulang untuk liburan, sibuk menyuapi anaknya yang masih balita. Di sebelahnya, Giselle, kakak keduanya yang seorang mahasiswi desain, sedang asyik berdebat soal fashion dengan Kevin, kakak keempatnya yang masih kuliah. Bryan, kakak ketiga yang digadang-gadang akan meneruskan bisnis keluarga, duduk dengan serius, sesekali menjawab telepon bisnis meskipun hari itu Sabtu. Dan di samping Erencya, adik bungsunya yang berusia lima belas tahun, Clara, sedang cemberut karena dilarang bermain game sebelum sarapan.

"Ren, tumben senyum-senyum sendiri pagi ini," celetuk Kevin, kakak keempatnya yang paling jahil, sambil menyendok cakwe ke dalam mangkuknya. "Biasanya kalau Sabtu pagi mukanya masih ketekuk kayak bantal."

Erencya merasakan pipinya menghangat. "Apaan sih, Ko? Emang nggak boleh senang?"

"Boleh aja," sahut Bryan, kakak ketiganya, tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya. "Asal jangan karena kesenangan itu, tugas-tugasmu jadi lupa."

"Iya, Cici dengar kemarin kamu seharian pergi buat 'proyek fotografi' ya?" Valerie, kakak tertuanya, ikut menimpali. "Jangan kecapekan, Ren. Nanti sakit."

Erencya merasa seperti sedang berada di bawah sorotan lampu interogasi. Semua perhatian ini terasa menyesakkan. Ia benci menjadi pusat perhatian di keluarganya. Biasanya, sebagai anak kelima, ia bisa dengan mudah menyelinap di antara keramaian. Namun, kebahagiaannya yang terpancar begitu jelas pagi itu membuatnya menjadi target yang mudah.

Ponselnya yang tergeletak di samping mangkuknya bergetar. Sebuah pesan selamat pagi dari Akbar. Jantungnya berdebar, dan ia buru-buru membalikkan ponselnya. Tapi terlambat.

"Cieee... siapa tuh?" Clara, adiknya, mencondongkan tubuh dengan tatapan penuh selidik. "Pasti pacar ya?"

"Bukan!" jawab Erencya sedikit terlalu cepat, membuat semua orang di meja itu menoleh padanya. "Cuma... cuma Lusi kok. Nanya jadi pergi jam berapa."

Ia merasakan tatapan tajam dari Bryan. "Proyek fotografi lagi hari ini?"

"Iya, Ko. Kan kemarin udah bilang, kita mau ambil foto di pusat kota sama Jembatan Gentala Arasy," jawab Erencya, mencoba menjaga suaranya agar tetap tenang. Ia bersyukur Lusi sudah ia persiapkan untuk 'diinterogasi' jika perlu.

"Hati-hati," kata Papanya akhirnya, suaranya yang berwibawa memotong semua percakapan. "Pusat kota di akhir pekan ramai. Jangan sampai kamera kalian hilang."

Erencya hanya bisa mengangguk. Sarapan itu terasa seperti ujian terberat dalam hidupnya. Setiap getaran ponsel di sakunya terasa seperti lonceng alarm yang berbunyi nyaring. Keluar dari rumah itu hari ini terasa seperti merencanakan sebuah pelarian dari penjara dengan keamanan maksimum.

Satu jam kemudian, Lusi tiba. Kehadirannya sedikit meredakan ketegangan. Lusi, dengan kepribadiannya yang ceria dan mudah bergaul, sudah seperti anak ketujuh di keluarga itu. Ia menyapa semua orang dengan akrab sebelum menarik Erencya pergi.

"Ayo, Ren! Nanti keburu siang, cahayanya nggak bagus buat foto!" seru Lusi, menjalankan perannya dengan sempurna.

Saat mereka akhirnya berhasil masuk ke dalam mobil dan menjauh dari rumah, Erencya menghela napas lega yang begitu panjang seolah ia baru saja menahan napas selama satu jam.

"Gila, Lus. Rumahku hari ini kayak pasar," keluh Erencya.

"Itulah risiko punya saudara banyak," balas Lusi sambil tertawa. "Tapi alibi kita aman. Sekarang, ayo kita jemput pangeranmu."

Mereka menjemput Akbar di depan guesthouse-nya. Saat Akbar masuk ke mobil, Erencya langsung berkata, "Kak, maaf ya. Aku harus cerita sesuatu. Sebenarnya... aku punya lima saudara."

Akbar yang sedang memasang sabuk pengaman tertegun. "Lima?"

Erencya menceritakan tentang 'sidang' saat sarapan tadi. Akbar mendengarkan dengan saksama, lalu ia tertawa pelan.

"Pantas saja kamu terlihat tegang tadi pagi di chat," kata Akbar. "Tidak apa-apa, Ren. Aku mengerti. Pasti berat ya menjaga rahasia di tengah keluarga sebesar itu."

Mendengar pengertian dari Akbar membuat Erencya merasa jauh lebih baik. Hari kedua petualangan mereka pun dimulai. Berbeda dengan suasana Candi Muaro Jambi yang tenang dan sakral, pusat kota Jambi terasa hidup dan berdenyut. Mereka memarkir mobil di dekat Menara Gentala Arasy, lalu memutuskan untuk berjalan kaki.

Kali ini, Akbar dan Erencya sudah jauh lebih santai. Mereka berjalan berdampingan, sesekali tangan mereka bersentuhan, mengirimkan sengatan-sengatan listrik kecil. Lusi berjalan beberapa langkah di belakang, sesekali mengangkat kameranya, memberikan mereka ruang.

Mereka menaiki Jembatan Gentala Arasy, jembatan pejalan kaki yang melengkung indah di atas Sungai Batanghari yang lebar dan berwarna cokelat. Dari atas jembatan, mereka bisa melihat perahu-perahu ketek yang hilir mudik dan pemandangan kota di seberang sungai.

"Jadi, Kakak anak tunggal ya?" tanya Erencya, memulai percakapan yang lebih dalam.

"Iya," jawab Akbar sambil menatap aliran sungai. "Hanya aku dan Ibu. Makanya kadang aku iri dengan orang yang punya banyak saudara. Pasti ramai dan seru."

Erencya tersenyum kecut. "Ramai sih iya, seru kadang-kadang. Tapi seringnya, nggak ada privasi sama sekali. Semua orang merasa berhak tahu urusanmu. Kadang aku merasa nggak terlihat, tapi di saat yang lain, aku merasa seperti diawasi oleh lima pasang mata tambahan."

Akbar menatapnya dengan lembut. "Setiap kehidupan punya perjuangannya masing-masing, ya?"

Erencya mengangguk. Mereka terdiam, membiarkan angin sungai meniup rambut mereka. Di tengah keramaian orang yang juga berlalu-lalang di jembatan itu, mereka berhasil menciptakan sebuah gelembung privasi untuk mereka berdua.

Akbar meraih tangan Erencya, menggenggamnya erat. "Tapi aku senang kamu punya mereka. Artinya, kamu selalu dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangimu dan akan menjagamu."

Kata-kata itu membuat hati Erencya meleleh. Di tengah kebohongan dan kerahasiaan yang ia ciptakan, Akbar justru melihat keindahan dari keluarganya.

Mereka berdiri di sana, di tengah jembatan, di bawah terik matahari Jambi. Akbar mulai bercerita tentang ibunya, tentang betapa kuatnya wanita itu membesarkannya sendirian. Erencya bercerita tentang Clara, adiknya, betapa ia menyayangi gadis kecil itu meskipun sering bertengkar. Mereka saling berbagi potongan-potongan dari dunia mereka yang paling personal, potongan-potongan yang membentuk siapa diri mereka.

"Aku merasa... aku bisa menjadi diriku sendiri saat bersama Kakak," aku Erencya pelan.

"Aku juga merasakan hal yang sama, Ren," balas Akbar, mengeratkan genggamannya.

Saat itulah, saat momen terasa begitu sempurna, saat dunia terasa hanya milik mereka berdua, ponsel di saku Erencya bergetar hebat. Ia mengabaikannya, tidak ingin merusak suasana. Tapi ponsel itu terus bergetar. Dengan enggan, ia mengeluarkannya.

Sebuah rentetan pesan dari Clara, adiknya.

Clara: Cici di mana?

Clara: Ini udah jam makan siang lho.

Clara: Kata Mama, kok fotonya nggak dikirim-kirim ke grup keluarga? Katanya mau lihat hasil proyek kalian.

Clara: Ci, tadi Koko Bryan kayaknya lewat jembatan deh. Dia bilang lihat cewek mirip Cici lagi pegangan tangan sama cowok. Itu Cici bukan??

Darah Erencya seakan berhenti mengalir. Jantungnya mencelos. Ia membaca pesan terakhir itu berulang kali, berharap ia salah baca. Genggamannya di tangan Akbar sontak mengendur. Wajahnya pucat pasi.

"Kenapa, Ren? Ada apa?" tanya Akbar, merasakan perubahan drastis pada diri gadis itu.

Erencya menatap Akbar dengan mata penuh kepanikan. Gelembung indah mereka baru saja pecah. Realitas, dalam wujud kakak laki-lakinya yang paling serius, baru saja menabrak mereka dengan kecepatan penuh.

1
👣Sandaria🦋
jadi akhirnya Akbar login atau logout, Kak?🤔
kisah perjuangan cinta yg mesti aku hargai sebagai pembaca, Kak. meski dari tengah sampai akhir aku merasa authornya kehilangan "sentuhan" pada ceritanya. mungkin gegara mengubah ending dengan bermanuver terlalu tajam😂
Sang_Imajinasi: udah ada kok cuma belum dirilis mungkin akhir bulan ini rilis novel roman dengan banyak bab maybe 500 bab
total 8 replies
👣Sandaria🦋
selalu aneh dengar ucapan hati-hati di jalan bagi orang yg naik pesawat. macam dia aja yg nerbangin pesawat. harusnya kan "tolong bilangin ke pilotnya hati-hati di udara, jangan ngebut!"🙄🤣
👣Sandaria🦋
baca bagian ini, Bang@𝒯ℳ ada begitu banyak "kekayaan" di dunia ini, tidak hanya melulu soal uang. mungkin disayangi aku yg imut ini salah satunya🤔😂
👣Sandaria🦋: aku barusan tamat baca ini novel, Bang. cari tempat mojok lain lah. atau berantem lagi di novel Om Tua😆
total 8 replies
👣Sandaria🦋
asiik bener nama timnya 👍😂
👣Sandaria🦋
aku dulu pernah naik ini di pasar malam, Kak. pas di atas ketinggian itu terjadi ciuman ke-29 ku. kalau gak salah ingat 🤔😂
👣Sandaria🦋
yg bertemu diam-diam selama seminggu itu di bulan Juni, Kak. yg terjadi di bulan Desember mah nerakaa😆
👣Sandaria🦋
kadang aku ragu Erencya ini di cerita aslinya beneran masih SMA, Kak? tua kali pemikirannya. minimal anak kuliahan tingkat akhir lah😆
👣Sandaria🦋
kok mereka belum menyinggung keimanan ya, Kak?🤔
👣Sandaria🦋
jadi udah di tahap "pulang" aja nih. enggak datang lagi? jauh kali lompatan si Akbar😆
👣Sandaria🦋
untung gak kayak adegan Armageddon😅
👣Sandaria🦋
mengapa Akbar gak jalur darat aja ke Jambi nya, Kak? mungkin biar kelihatan dramatis ya efeknya kek di pilem pilem?😆
👣Sandaria🦋
kayak kita nih Bang@𝒯ℳ cinta yg kuat itu tumbuh di tengah percakapan percakapan saling maki, saling bully dan saling merendahkan diri🤦 sampai-sampai mengalahkan romansa cinta Ucup dan Anny😂🤣
👣Sandaria🦋: aduh Abang. pengen terjun ke laut aja nih aku, biar digulung ombak sekalian☺️😂
jadi pengen nge tag Bang Salman, Bang Zen dan Bang Asta. kali aja mereka rela muntahh berjamaah, Bang🤣🤣
total 2 replies
👣Sandaria🦋
kalau Erencya juga membangun jembatan dari sisi seberang, pasti sebentar lagi jembatannya nyambung itu. entah kalau ada preman preman yg nyolong bata dan besinya🤦
👣Sandaria🦋
jangan terlalu terbuai gombalan kalian. karena "semua akan preeet pada waktunya" begitulah kata-kata warga net yg berpikir logis🤣
👣Sandaria🦋
aku tidak menyangka perkara membangun jembatan ini bisa membuatku melankolis begini, Kak😭😂
👣Sandaria🦋
sebegini beratnya perjuangan cinta, siapa yg akan berani membakar jembatannya? bahkan authornya saja tidak berani😭😂
Sang_Imajinasi: baca nya sambil play musik tanpa cinta, sama seamin tapi tak seiman kak
total 1 replies
👣Sandaria🦋
kalau guru sejarah ku seperti Akbar. mungkin aku masih ingat siapa nama guru sejarah ku dulu. lebih parahnya aku saja lupa ada pelajaran sejarah😆
👣Sandaria🦋
memang begitu gaya dosen penguji sejak zaman purba 😂
👣Sandaria🦋
ini bener lagi. kalau udah mendekati waktu eksekusi, jangan ngapa-ngapain lagi. tunggu aja dor nya😆
👣Sandaria🦋
memang betul ini, kadang mules😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!