NovelToon NovelToon
Sebaiknya Kamu Lari

Sebaiknya Kamu Lari

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Nikahmuda / Duniahiburan
Popularitas:895
Nilai: 5
Nama Author: HARJUANTO

Hanya cerita fiktif belaka, jangan dijadikan keyakinan atau kepercayaan. Yang pasti ini adalah cerita horor komedi.

Awalnya dia hanyalah seorang ibu biasa tetapi saat dia kehilangan putrinya saat mengikuti masa orientasi penerimaan mahasiswi baru, dia tak tinggal diam. Kematian putrinya yang mencurigakan, membuatnya tak terima dan mencari tahu penyebab kematiannya serta siapa yang paling bertanggung jawab.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 : Echoes of Stone

Echoes of Stone

Pemandangan para Kurcaci yang membeku membungkam Agni dan kedua putrinya. Ekspresi ketakutan dan kesedihan yang terukir di wajah-wajah kecil mereka terasa begitu nyata, seolah waktu berhenti tepat pada saat kengerian melanda. Putri bungsu Agni tanpa sadar menggenggam erat tangan ibunya, matanya membulat karena ngeri. Putri sulungnya, meskipun tampak pucat, menunjukkan raut wajah yang penuh tekad.

Agni berlutut, mengarnati lebih dekat salah satu Kurcaci yang membatu. Sosok itu membeku dalam posisi sedang berlari, tangannya terulur seolah meraih sesuatu yang tidak terlihat. Debu abu-abu halus menutupi tubuhnya, memberikan tekstur yang aneh dan tak bernyawa. Sentuhan Agni pada lengan yang membatu itu terasa dingin dan keras, sama sekali tidak seperti kehangatan tubuh makhluk hidup yang ia ingat.

"Apa yang bisa membuat ini terjadi?" bisik putri sulung Agni, suaranya hampir tidak terdengar di tengah keheningan hutan yang membeku.

Kurcaci tua itu terisak pelan, air matanya menetes di janggut lumutnya yang kering. "Kami tidak tahu. Semuanya terjadi begitu cepat. Bisikan-bisikan itu... mereka seperti memanggil-manggil nama kami. Lalu, cahaya aneh muncul di antara pepohonan... dan kemudian... ini."

Agni berdiri, pikirannya berputar mencari jawaban. Cahaya aneh... batu-batu bercahaya yang tertanam di pohon... bulu burung yang mengkilap... semuanya terasa seperti potongan-potongan teka-teki yang belum tersusun. Aroma logam yang kuat masih memenuhi udara, menusuk hidungnya dengan bau yang tidak menyenangkan.

"Apakah kalian melihat makhluk lain di sini? Seseorang yang mungkin melakukan ini?" tanya Agni, suaranya penuh harap.

Kurcaci tua itu menggeleng lemah. "Tidak ada. Hanya bisikan... dan cahaya. Lalu, keheningan."

Agni menatap sekeliling hutan yang membeku. Pemandangan itu begitu mengerikan dan menyedihkan. la tidak bisa membayangkan rasa takut dan kebingungan yang dialami para Kurcaci saat mereka berubah menjadi batu. Permohonan Kurcaci tua terngiang di telinganya: "kalian adalah satu-satunya harapan kami*.

la melihat kedua putrinya, wajah mereka mencerminkan kesedihan dan tekad yang sama. la tahu, mereka tidak akan menyerah begitu saja. Mereka telah datang ke sini untuk membantu, dan mereka akan melakukan segala yang mereka bisa.

"Kita harus mencari tahu apa yang terjadi di sini," kata Agni dengan suara mantap, menatap Kurcaci tua itu. "Kita akan mencari petunjuk. Mungkin ada sesuatu yang terlewatkan."

Kurcaci tua itu mendongak, harapan mulai terlihat di matanya yang sayu. "Terima kasih, Agni. Kami percaya pada kalian."

Agni mengangguk. la tahu ini akan menjadi tugas yang sulit dan berbahaya. Kekuatan apa pun yang mampu mengubah makhluk hidup menjadi batu pasti sangat kuat. Namun, ia tidak bisa meninggalkan para sahabat kecilnya dalam keadaan seperti ini. la harus bertindak.

"Ayo," katanya kepada kedua putrinya. "Kita mulai mencari." Mereka bertiga berpencar, mengamati setiap detail di hutan yang membeku itu, berharap menemukan jejak atau petunjuk yang bisa membawa mereka pada jawaban dan mungkin, cara untuk membalikkan kutukan ini. Firasat buruk masih menyelimuti hati Agni, namun tekadnya untuk membantu para Kurcaci Hutan lebih kuat dari rasa takutnya.

Di Balik Batu yang Membisu

Agni, ditemani kedua putrinya, mulai menyisir hutan yang membeku dengan seksama. Mereka bergerak perlahan, mata mereka awas mengamati setiap detail yang mungkin terlewatkan. Putri sulungnya memeriksa dasar pohon-pohon yang membatu, mencari jejak atau benda aneh yang mungkin terjatuh.

Putri bungsunya, dengan mata yang lebih jeli terhadap hal-hal kecil, memeriksa semak-semak dan tumbuhan di sekitar para Kurcaci yang membeku. Agni sendiri fokus pada pohon-pohon yang memiliki batu bercahaya tertanam di kulit kayunya, mencoba mencari pola atau hubungan di antara mereka.

Keheningan hutan yang membeku terasa mencekam. Tidak ada suara burung, tidak ada desiran angin di antara dedaunan yang membatu. Hanya suara langkah kaki mereka yang pelan di atas lapisan debu abu-abu yang menemani pencarian mereka. Aroma logam masih terasa kuat, seolah-olah sumbernya semakin dekat.

Tiba-tiba, putri bungsu Agni berseru pelan. "Ma, lihat ini!"

Agni dan putri sulungnya segera menghampirinya. Di bawah kaki salah satu Kurcaci yang membeku, tergeletak sebuah benda kecil yang berkilauan. Benda itu berbentuk kristal kecil, berwarna ungu gelap, dan memancarkan cahaya redup yang aneh. Kristal itu terasa dingin saat disentuh, dan permukaannya terasa halus namun sedikit bergetar.

"Apa ini?" bisik putri sulung Agni, mengamati kristal itu dengan rasa ingin tahu.

Agni menggeleng. la belum pernah melihat kristal seperti ini sebelumnya. Warnanya yang tidak biasa dan cahaya redup yang dipancarkannya terasa asing dan sedikit mengganggu. Namun, ada sesuatu tentang kristal itu yang terasa familiar, seolah-olah ia pernah melihatnya sebelumnya.

Saat Agni memegang kristal itu lebih erat, tiba-tiba ia teringat, la pernah melihat batu dengan warna yang serupa tertanam di kulit kayu pohon-pohon yang membatu. Mungkinkah kristal ini adalah sumber dari pembatuan tersebut?

Mereka melanjutkan pencarian mereka, dan tak lama kemudian, putri sulung Agni menemukan sesuatu yang lain. Di antara akar pohon yang membatu, ia menemukan sebuah buku kecil yang terbuat dari kulit kayu.

Buku itu tampak sangat tua dan rapuh, namun beberapa ukiran samar masih terlihat di sampulnya. Dengan hati-hati, ia membuka buku itu. Halaman-halamannya juga terbuat dari kulit kayu yang tipis dan kering, dan di atasnya terdapat tulisan-tulisan aneh yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

"Ini seperti... buku kuno," kata putri sulung Agni dengan nada heran. "Tapi tulisannya aneh sekali."

Agni mendekat dan mengamati tulisan di buku itu. Bentuknya tidak menyerupai huruf atau simbol yang pernah ia lihat. Namun, di beberapa bagian, ia melihat gambar-gambar kecil yang tampak familiar.

Ada gambar pohon dengan batu bercahaya di batangnya, gambar sosok-sosok kecil yang mirip dengan Kurcaci Hutan, dan gambar makhluk bersayap yang mengingatkannya pada peri Aila.

"Sepertinya ini adalah catatan tentang hutan ini," kata Agni. "Mungkin di dalamnya ada jawaban tentang apa yang terjadi."

Mereka bertiga duduk bersama di bawah pohon yang membatu, mencoba memahami tulisan dan gambar di buku kuno itu. Meskipun mereka tidak bisa membaca tulisannya, gambar-gambar itu memberikan beberapa petunjuk. Mereka melihat gambar kristal ungu yang sama dengan yang mereka temukan sebelumnya, dikelilingi oleh simbol-simbol yang tampak mengancam.

Ada juga gambar makhluk besar berwarna gelap dengan mata merah menyala, yang tampak sedang menyerang pohon-pohon dan para Kurcaci Hutan.

"Makhluk apa ini?" bisik putri bungsu Agni, menunjuk gambar makhluk menakutkan itu.

Agni menggeleng. la tidak tahu. Namun, melihat gambar itu, ia merasakan firasat buruk. Makhluk ini pasti sangat kuat dan berbahaya, hingga mampu mengubah seluruh hutan dan para penghuninya menjadi batu.

Tiba-tiba, saat mereka sedang mengamati gambar makhluk itu, kristal ungu yang dipegang Agni mulai berdenyut lebih kuat. Cahaya redupnya semakin terang, dan Agni merasakan hawa dingin yang menusuk dari kristal itu. Bersamaan dengan itu, angin dingin tiba-tiba bertiup melalui hutan yang membeku, membawa bersamanya bisikan-bisikan yang sama yang pernah mereka dengar sebelumnya, namun kali ini terdengar lebih jelas dan lebih mengancam.

"Agni... kalian tidak seharusnya berada di sini..."

Agni dan kedua putrinya saling pandang dengan rasa takut yang semakin besar. Mereka merasa ada sesuatu yang jahat sedang mengawasi mereka di hutan ini.

Mereka telah menemukan beberapa petunjuk, tetapi mereka juga menyadari bahwa mereka mungkin telah menggali lebih dalam ke dalam bahaya daripada yang mereka bayangkan. Misteri di balik batu yang membisu ini ternyata jauh lebih gelap dan lebih menakutkan dari yang mereka duga.

1
HARJUANTO
😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!