Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita Masa Lalu
"Cukup, cukup!" Darren menghentikan tawanya, dan meminta Sera untuk berhenti bergoyang. "Kamu ganti baju dan cuci itu wajahmu, maskernya sudah kering. Jangan sampai nanti dikira Nyi Kunti lagi, kalau Lio bangun bisa nangis dia."
"Jadi Tuan sudah terhibur, kan?"
"Hmm ..." Darren mengangguk.
"Tapi, Tuan maaf tadi aku mendengar pembicaraan Tuan dengan Nyonya."
"Iya, tidak apa-apa." Darren tidak terlalu mempermasalahkan.
"Tapi Tuan, jika menurutku Tuan jangan dulu percaya, bagaimana jika itu bukan tulisan istri Tuan. Bila perlu Tuan samakan tulisan surat itu dengan tulisan ibu Lio dan dokter Clara, entah kenapa ... rasanya dokter itu mencurigakan. Tadi saja dia marah melihat aku dengan Tuan, padahal aku ibu susu Lio jadi di mana ada Lio pasti ada aku dong."
Darren mengerutkan kening. Menatap Sera, dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Namun, pada ucapannya Darren, bisa menyimpulkan jika Clara melarang untuk berdekatan dengannya.
"Tuan, sini biar Lio aku pindahkan ke kamar." Sera, hendak mengambil Lio tetapi Darren langsung menahannya.
"Biar aku saja," sanggah Darren lalu membawa Lio menuju kamarnya. Sedangkan Sera, dia mengikuti langkah Darren dari belakang.
Setibanya di dalam kamar, Darren langsung menidurkan Lio dengan pelan di atas kasur. Sera menyusul untuk membantu merapikannya, tetapi wajah putihnya malah membuat Darren terkejut.
"Sera! Sudah aku bilang cuci dulu wajahmu."
"Ya, maaf Tuan tadi aku cuma mau membantu."
"Sudah sana cuci muka, aku saja kaget bagaimana dengan Lio nanti."
"Iya, iya." Sera mencebik seraya melangkah ke arah kamar mandi. Ia membasuh wajah dan membersihkannya dari masker juga lipstik. Setelah bersih, Sera melap wajah hingga kering, lalu kembali keluar.
Setibanya di luar, Sera tercengang melihat Darren yang masih ada di kamar. Lelaki itu pun ikut berbaring di samping Lio.
"Aku tidak bisa pergi, Lio memegang tanganku," ucap Darren menjelaskan kenapa ia masih ada di kamar.
"Ternyata jari Lio tidak mau lepas, biar aku lepaskan pelan Tuan." Sera, mendekat ia mencoba membuka genggaman jari Lio pada jari tangan papanya, tetapi Lio seakan tidak mau dilepaskan.
"Biarkan saja seperti ini dulu, nanti juga lepas sendiri," ujar Darren.
Sera hanya manggut-manggut, ia pun diam tetapi kikuk, karena ada Darren di sana. Sera, bingung harus apa, ingin tidur tapi masa dengan Darren.
"Jika kamu mau tidur, tidur saja."
"Tidak apa-apa Tuan, aku akan tidur nanti "
"Kamu jangan bergadang karena kamu harus menyusui. Cepat tidur!"
"Nanti saja Tuan," Sera tersenyum malu."Apa Tuan mau kopi? Aku buatkan, ya." Dengan semangat Sera melangkah keluar, tapi perkataan Darren membuat langkahnya langsung diam.
"Aku tidak mau kopi. Kalau ngopi tengah malam begini, yang ada nggak bisa tidur. Kamu duduk saja."
Sera, berbalik. Niat ingin menghindari Darren pun gagal. Ia kembali melangkah menuju ranjang, Sera, duduk di sisi kanan, sambil bersandar pada headboard ranjang tidurnya. Sedangkan Darren ia berada di sisi kanan, dengan mata terpejam ia menyandarkan punggungnya.
Sera, menghela nafas berat. Helaian nafas itupun terdengar oleh Darren. Mata Darren terbuka, lalu melirik ke arah Sera.
"Kamu keberatan aku di sini?" tanyanya demikian.
Sera, menoleh. "Tidak Tuan, aku hanya tidak nyaman saja. Bagaimana kalau nanti Nyonya melihat."
"Memangnya kenapa? Kita tidak melakukan apapun," sergah Darren.
"Iya, tidak. Tapi Nyonya akan salah paham nanti, kalau ngadu sama dokter Clara, bisa berabe ... aku lagi yang disalahkan."
Darren tersenyum, lantas berkata." Kita buat suasana menegangkan ini menjadi menyenangkan."
Sera melirik Darren. Lalu bertanya, "Caranya?"
"Ya, enjoy saja. Bagaimana kalau kita bercerita, aku tidak pernah tahu kehidupanmu."
"Untuk apa Tuan? Aku bukan calon istri Tuan yang harus menceritakan semua tentang hidupku." Darren, langsung menoleh ketika Sera berkata demikian.
"Memangnya, aku cari calon istri. Aku tidak menyuruhmu bercerita tentang dirimu, tapi keluargamu atau hal yang baru kamu lakukan. Baperan ," singgung Darren.
"Idih ... siapa yang baper. Ya sudah, kalau begitu kita saling tanya jawab, biar deal."
"Dimulai dari aku. Kapan Tuan Darren menikah?"
"Satu tahun yang lalu."
Sera terbelalak. "Ternyata pernikahan Tuan dan Ibunya Lio baru satu tahun? Tapi udah jadi duda."
"Memangnya saya yang mau hah!" Darren menatap tajam. "Kamu sendiri juga sudah jadi janda."
"Janda terpaksa Tuan," balas Sera, Darren langsung menatapnya dengan kening mengerut.
"Walaupun tidak terjadi kecelakaan itu, aku mungkin akan tetap menjadi janda. Karena saat itu aku sedang pengajuan gugatan."
"Sudah kirim gugatan?"
"Nggak, baru rencana saja Tuan."
"Hmm ...." Darren mencebik. "Bilang saja kalau kamu masih cinta sama suamimu itu."
"Cinta apa? Rasa cintaku sudah hilang setelah tahu suamiku selingkuh." Darren melirik Sera, yang auranya sudah terlihat hitam, amarah dan penuh dendam.
"Makanya kalau nikah atau cari suami itu yang jelas. Harus jelas keluarganya, pekerjaannya, dan sifatnya jangan laki-laki mokondo kamu nikahin."
"Semua itu tidak ada hubungannya dengan asal usul suamiku yang jelas atau tidak bibit bobotnya. Aku punya teman waktu itu, dan aku selalu ingin berada di dekatnya, tapi dia tiba-tiba menghilang, berhenti dari sekolah. Aku pikir aku sudah punya teman ternyata ... tidak ada satupun yang tidak mau berteman denganku."'
Sera, menghela nafas pandangannya mendadak sedih. Darren, melirik Sera jika Sera sedang menceritakan tentangnya.
Darren membenarkan posisi duduknya, berbaring terlalu lama ternyata membuat punggungnya sakit. Kakinya menyila, dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke hadapan Sera.
"Siapa nama temanmu?" tanyanya penasaran.
"Evan, namanya Evan. Dia murid baru di sekolah, dan aku melihat dia jarang bersama teman-teman, malah selalu dibuly karena dia pindahan dari luar negeri tetapi penampilannya culun."
Apa dulu aku seculun itu, batin Darren
"Aku merasakan bagaimana rasanya tidak punya teman, pada akhirnya aku mendekatinya dan menempel padanya. Tapi sepertinya Evan tidak menyukaiku."
Sera, aku adalah Evan, yang kamu bicarakan. Batinnya lagi.
"Mungkin karena itu dia pergi, dia pindah sekolah karena tidak mau aku dekati." Sera, menunduk sedih.
"Kamu, kan tidak bertemu dengannya jadi tidak tahu alasannya kenapa."
Maafkan aku Sera, aku tidak tahu kamu sesedih ini.
"Sekarang apa hubungannya dengan suamimu? Apa dia mirip temanmu itu, aku rasa teman sekolahmu dulu lebih tampan daripada suamimu."
Tentu saja Darren, akan berkata demikian karena Evan adalah dirinya.
"Tuan memang benar, Evan itu sangat tampan jika kacamatanya dibuka dia seperti orang ASIA." Darren tersenyum bangga setelah dipuji. "Tapi ... dia pobia kecoa, masa karena kecoa dia sampai pingsan." Wajah Darren, tiba-tiba memerah.
"Ya, tidak semua orang harus suka kecoa. Banyak kok, orang yang takut kecoa."
"Tapi nggak pingsan juga," seru Sera, membuat Darren kesal karena harga dirinya sedang direndahkan.
"Jika kamu bertemu Evan, apa yang mau kamu lakukan?" tanya Darren, menatap Sera serius. Sera yang ditatap Darren serius, hanya diam sambil membayangkan apa yang akan dia lakukan ketika bertemu Evan.
"Kalau bertemu ... aku akan ....."'
"Memeluk," sanggah Darren membuat Sera, meliriknya tajam. "Mencium atau ... yang jelas Evan, pasti sudah menjadi pria dewasa, tampan, dan ... tidak mungkin jika kamu tidak tergoda."
"Ngapain peluk-peluk! Maunya, ya nggak mungkinlah Evan berubah drastis. Aku pernah lihat fotonya ketika di LA, masih pakai kacamata, dan dia tetap culun."
Darren mengerutkan kening. "Kamu mengikuti akun sosmednya?"
"Hanya melihat, tapi jangan bilang siapa-siapa, ya?" Sera bicara dengan berbisik. Lalu mengambil ponselnya, ia membuka sebuah aplikasi kamera ungu dari ponselnya, lalu memperlihatkan sebuah akun bernama Evanderz_21
Seketika Darren tertawa, ternyata akun yang Sera ikuti itu adalah akun miliknya dulu. Sekarang, akun itu jarang ia buka, dan Darren tidak pernah memposting foto dirinya lagi karena terlalu sibuk bekerja.
Lama berbincang tentang masa lalu mereka pun sampai tertidur. Sera tertidur di bawah pundaknya Darren, sedangkan Darren dia tidur sambil menyandarkan punggungnya. Lio tetap berada di tengah antara mereka, bayi itu begitu lelap seakan merasakan kehadiran malaikat hidupnya.