"Jangan lagi kau mencintaiku,cinta mu tidak pantas untuk hatiku yang rusak"
Devan,mengatakannya kepada istrinya Nadira... tepat di hari anniversary mereka yang ke tiga
bagaimana reaksi Nadira? dan alasan apa yang membuat Devan berkata seperti itu?
simak cerita lengkapnya,di sini. Sebuah novel yang menceritakan sepasang suami istri yang tadinya hangat menjadi dingin hingga tak tersentuh
Jangan lupa subscribe dan like kalo kamu suka alur ceritanya🤍
Salam hangat dari penulis💕
ig:FahZa
tikt*k:Catatan FahZa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan_nic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teruslah Melukis
Apartemen bernuansa pastel terasa sangat nyaman.Setelah berjam-jam di pesawat,Henry Callen merebahkan tubuhnya.
Beno kucing berbulu Abu meringkuk di samping tangan kanannya.
"Apa kau lelah Beno? kita istirahat dulu ya,besok pagi aku akan mengajakmu berjalan-jalan di kota ini.Tempat di mana dulu aku tak di bolehkan melukis"Kata-kata nya seperi sambil mengingat kenangan pahit yang pernah ia lalui.
Pelan ia mengelus kepala kucing kesayangannya itu,matanya menatap plafon kamar,menerawang jauh pada ingatan lima belas tahun lalu.Waktu itu ...
Henry Callen berusia remaja,usia 14tahun.Sejak kecil ia selalu menuangkan apa saja yang ia lihat ke dalam sebuah lukisan.Ayahnya yang pelukis menurunkan bakat itu padanya.
Namun Ayahnya jugalah yang melarangnya untuk melukis.
Hingga hari itu datang...
Hari di mana Ayahnya pulang ke rumah setelah bekerja menjadi kuli panggul di pasar.Tubuhnya penuh peluh,bajunya kotor terkena tumpahan tepung.Ayah Henry di minta mengangkat berkarung-karung tepung gandum di sebuah toko sembako.Dengan upah sepuluh ribu setiap karungnya.Karna tubuh yang kurus dan penyakit paru-paru nya Ayah Henry hanya mampu mengangkat delapan karung saja.Mengangkat delapan karung tepung sudah membuat nafasnya sesak dan batuknya tak berhenti hingga ada bercak darah saat meludah.
Henry remaja,asyik menggoreskan kuas di atas kanvas. Ia sangat antusias melakukan kegiatan itu...ia tidak tertarik dengan kegiatan teman-teman sebayanya yang bermain game, skateboard,olahraga atau alat musik.Jiwanya hanya tertarik pada cat,kuas dan kanvas.Sendirian di ruangan bukan jadi masalah untuknya.
Ayah Henry masuk rumah,tubuhnya terlihat sangat lelah... namun di matanya ada kilatan amarah,rahang yang mengeras
dan tangan yang bergetar mengobrak abrik kanvas yang sedang di lukis oleh Henry.Suaranya bergetar
"Sudah ku katakan berkali-kali,jangan melukis!!!"
Henry terpaku,menunduk sangat dalam di antar kedua kakinya yang di tekuk
"Melukis tidak akan membuatmu hebat,kau lihat ibumu pergi meninggalkan mu hanya karna aku seorang pelukis"
"Bahkan melukis tidak bisa untuk membiayai makan mu!"
Suara Ayah begitu menyayat,seperti ucapan putus asa dari seseorang yang berkali-kali dikecewakan.
"Menjadi kuli panggul justru lebih bernilai dari seorang pelukis,kau tahu itu!!!"
Henry tidak berani menatap Ayahnya,hatinya terluka sangat terluka namun melihat Ayahnya yang kepayahan ia tetap menaruh hormat.
Ayahnya tak tahan lagi,ia mengambil kanvas-kanvas yang sudah berisi lukisan itu membuangnya dengan kasar keluar pintu.Air mata Henry jatuh satu-satu.Tangannya terangkat..bibirnya bergetar,tubuhnya setengah berdiri dengan lutut bertumpu pada lantai semen.
Ayahnya beranjak ke dapur,dengan sisa-sisa amarah. Henry bangkit,berjalan menuju pintu keluar. Lalu berjongkok, memungut satu persatu lukisan yang tadi ia buat.Suaranya berbisik,berbicara pada dirinya sendiri.
"Apa salah ku,kalau Ayah menjadi seorang yang kalah begitu?"
"Itu hidup Ayah,kenapa harus aku? yang bertanggung jawab untuk kekalahannya itu"
"Aku tidak akan seperti Ayah,yang kalah dengan keadaan"
"Aku yakin aku akan hidup layak dengan lukisan-lukisan ku ini"
Henry remaja bertekad menunjukkan pada Ayahnya bahwa lukisannya pasti akan bernilai. Ia pergi ke pasar,berniat menjajakan lukisan. Namun karna belum terbiasa dengan persaingan pasar yang ramai,Henry hanya duduk di sudut...lorong antara kios dengan kios. Ia mulai menegakkan lukisan-lukisan nya,lama dia duduk di situ,topi yang ia gunakan semakin ia tenggelamkan menutupi sebagian wajahnya.
"Hai...apa lukisan mu ini di jual?" Seorang gadis remaja,manis sekali. Rambut lurusnya panjang sampai ke punggung. Kulitnya bersih,matanya bulat dengan manik hitam penuh semangat.
Henry mendongak,mengangkat topinya sedikit
"Iya aku menjualnya,ini karyaku sendiri".Lalu berdiri seperti mendapat sebuah harapan
"Benarkah? Indah sekali karya-karya mu,aku mau beli...berapa harganya?"
Henry terdiam,ia bingung menentukan harga. Karna ini pengalaman pertamanya.
"Berapa?" Gadis itu mengulangi lagi
"Aku tidak tahu,ini pertama untukku"
Gadis itu membuka tas ransel kecil yang terselempang di punggungnya,mengambil tiga lembar uang berwarna merah.
"Kalau aku beli Tiga ratus ribu satu lukisan itu apa boleh?"
Mata Henry membulat,menatap tak percaya pada gadis itu.
"Kamu mau beli lukisan ku Tiga ratus ribu? Kamu serius?"
"Aku cuma punya tabungan segitu,boleh ya..aku mohon"
Henry seperti mendapat undian berhadiah,ia senang sekali. Uang Tiga ratus ribu itu sangat besar untuknya.
"Aku akan memberikan tiga lukisan ini untukmu,kamu cukup membayar Tiga ratus ribu itu"
"Serius?"Matanya berbinar
"Iya ...ambilah,sebagai bonus aku akan memberikan tanda tanganku di sini" Sambil menunjuk pojok kanvas
"Iya,cepatlah ..aku sangat senang"
Sigap Henry mengambil kuas dan satu tube kecil cat hitam di sakunya,perlahan ia mengukir tanda tangan juga nama Callen di bawahnya.
"Ini untuk mu"
Gadis itu menerima lukisan-lukisan itu,dengan wajah ceria penuh kepuasan.Di kejauhan pria paruh baya memanggil
"Ayo kita pulang,hari sudah mau malam"
Gadis itu menoleh," Iya Ayah,sebentar"
Ia menyerahkan tiga lembar uang tadi,sambil berkata
"Tetaplah melukis,karya mu sangat indah. Nanti kalau aku sudah besar,dan bisa mencari uang aku akan membeli lukisanmu lagi dengan harga yang lebih pantas,karna untuk tiga lukisan harga Tiga ratus ribu ini terlalu murah.Lukisanmu akan bernilai lebih mahal lagi nanti"
Henry terpana,menatap takjub gadis itu,setelah gadis itu beranjak pergi...yang di ingat Henry adalah kata-kata dan ekspresi wajah nya.
Kata-kata itu,yang akhirnya membuat Henry tidak pernah berhenti hingga kini...namanya sudah di kenal di penjuru dunia sebagai pelukis naik daun berbakat.
***
Ingatan itu,membuat Henry tersenyum.Tangannya masih mengelus pelan kepala Beno."Bahkan aku tidak sempat bertanya siapa namanya,aku memang payah soal urusan gadis"
"Tapi sosoknya abadi di karya-karya ku"
Ia berdiri,melangkah...mendekat pada sebuah kanvas yang berdiri di dekat cermin. Di kanvas itu nampak lukisan seorang gadis remaja persis dengan gadis yang membeli lukisan-lukisan nya pertama kali.
Tangannya terulur,meraba pelan pada wajah yang tersenyum manis di permukaan kanvas dan guratan-guratan cat.
"Kapan aku menemukanmu lagi?,apa senyummu masih seperti ini?" gumamnya lirih...
"Aku akan mencari mu,sampai kapanpun itu"
Suara dering ponsel membuyarkan lamunannya,ia menatap layar ponsel,Luca asisten sekaligus managernya menelfon
"Ada apa Luca?"
"Tuan,ada yang ingin bertemu. Tapi kalau anda sedang ingin beristirahat aku akan bilang padanya untuk menemui mu esok saja"
"Temui aku besok,aku masih ingin sendiri"
"Baik Tuan"
klik
Sambungan itu selesai.
*
*
*
~Salam hangat dari penulis🤍