NovelToon NovelToon
Jati Pengantin Keramat

Jati Pengantin Keramat

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Tumbal
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Septi.sari

Gendhis Banuwati, wanita berusia 20 tahun itu tidak percaya dengan penyakit yang dialami sang Ayah saat ini. Joko Rekso, dinyatakan mengalami gangguan mental, usai menebang 2 pohon jati di ujung desanya.

Hal di luar nalar pun terjadi. Begitu jati itu di tebang, darah segar mengalir dari batangnya.

"KEMBALIKAN TUBUH KAMI KE TEMPAT SEMULA!"

Dalam mimpi itu, Pak Joko diminta untuk mengembalikan kayu yang sudah ia tebang ke tempat semula. Pihak keluarga sempat tak percaya. Mereka hanya menganggap itu layaknya bunga tidur saja.

Akan tetapi, 1 minggu semenjak kejadian itu ... Joko benar-benar mendapat balak atas ulahnya. Ia tetiba menjadi ling lung, bahkan sampai lupa dengan jati dirinya sendiri.

2 teman Pak Joko yang tak lain, Mukti dan Arman ... Mereka juga sama menjadi gila.

Semenjak itu, Gendhis berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan tempat yang di juluki dengan TANAH KERAMAT itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jati Keramat 17

"Ayo naik!"

"Lalu sepedaku bagaimana? Emangnya kita mau kemana sih, Mas?" Gendhis mengerutkan dahi, sambil melirik sekilas sepedanya.

"Nggak ada yang mau mengambil sepeda butut milikmu. Cepat naik!" Ucap datar Wira.

Gendhis membolakan matanya. Bisa-bisanya calon suaminya itu menghina sepeda kesayanganya. "Enak aja kalau bicara. Biarpun jelek, tapi itu sepeda kesayangan Gendhis tahu!" kesalnya.

Wira sudah menghidupkan motornya. Gendhis dengan wajah murungnya, dengan cepat membonceng di jok belakang Wira. "Pegangan!" serunya.

"Iya, ini sudah pegangan!" jawab acuh Gendhis.

Motor Wira sudah melaju meninggalkan Toko Emas milik Lurah Woyo. Entah kemana tujuanya, yang jelas perjalanan mereka berdua kali ini melewati hutan panjang, hingga berhenti disebuah plasmen desa Gading Emas.

"Mas, kita mau kemana sih?" tanya kembali Gendhis ketika Wira tampak sibuk membaca pesan gawainya.

Wira tida menjawab. Ia tatap lagi gapura desa itu seolah memastikan benar adanya alamat yang sedang ia tuju.

Motor Wira kembali melaju, dan kini sudah berhenti didepan sebuah rumah joglo, berdinding papan kayu. "Ayo turun!" seru Wira saat melepas helmnya.

Gendhis merasa asing dengan pemukiman itu. Di desa Gading Emas rumah penduduknya tidak sebanyak desa Sendang Wangi. Dan kebanyakan hamparan kebun yang ditanami beberapa pohon pisang. Pohon-pohon rindang juga masih banyak, sehingga menimbulkan kesan mencekam.

Seorang pria seusia Wira keluar dari rumah itu. Perawakannya tinggi tegap, kulitnya langsat, sambil menggendong seorang bocah berusia 3 tahun.

"Mas Wira selamar datang," ucap pria tadi.

Dan ternyata, pria itu adalah teman lama Wira semasa sekolah dulu. Pria bernama Hasan itu memiliki kelebihan, dapat menyembuhkan orang-orang yang terkena gangguan sihir.

Wira mengulas senyum hangat. Dan baru kali ini Gendhis mendapati calon suaminya itu tersenyum begitu manis. 'Nah gitu kan manis. Hehe ...'

Melihat Gendhis senyum tidak jelas, membuat Wira yang menoleh ke belakang sontak mengernyitkan dahi. "Ayo masuk, Ndis! Malah senyum-senyum nggak jelas," kata Wira sambil menggelengkan kepala lemah.

Hasan menyambut tamunya dengan hangat. Seorang wanita cantik mengenakan daster batik, kini keluar sambil membawakan nampan berisi 3 cangkir teh hangat, san suguhan lainnya.

"Jadi, siapa yang sakit, Wira?" tanya Hasan menatap teman lamanya itu.

"Calon mertuaku, San! Oh ya, ini calon istriku, namanya Gendhis." Wira memperkenalkan Gendhis kepada Hasan begitu juga istri temannya itu.

"Jadi begini, Mas Hasan ...." Gendhis menceritakan asal mula kejadian, saat sang Ayah mengalami gangguan-gangguan mistis itu. Semuanya terdengar miris, dan penuh kepedihan.

Wajah Gendhis yang semula tenang, kini mendadak memerah jika teringat sang Ayah di rumah. Pak Joko adalah segalanya bagi kedua anak perempuanya itu.

"Apa bawa fotonya?" tanya Hasan kembali.

"Oh, ada, Mas! Sebentar." Gendhis langsung mengeluarkan dompet dalam tasnya. Dan kebetulan ia masih menyimpan foto lawan sang Ayah.

Hasan menerimanya. Ia tatap dalam-dalam foto tersebut. Setelah cukup berpikir, Hasan kembali menatap kearah Gendhis dan Wira. "Bapakmu sejujurnya menebang orang, bukan pohon jati!"

Deg!

Gendhis tercengang, bahkan aliran darah pada tubuhnya seketika membeku. Tubuhnya sampai bergetar hebat, menahan gelombang besar yang sebentar lagi pecah.

Wira menoleh, tanganya terulur menggenggam tangan Gendhis. "Lalu, kenapa Pak Joko bisa sampai seperti itu, San? Apa ada obatnya, agar pikiran Pak Joko dapat pulih seperti semula?"

"Sepertinya, kemungkinan kecil dapat sembuh! Karena tubuh Pak Joko sudah diterima sebagai tumbal seseorang. Seharusnya, jika kalian ingin membatalkan, ya sebelum malam satu suro kemaren. Tapi ... Jika satu cara ini dapat kalian lakukan, kemungkinan besar Pak Joko dapat sembuh!" Jabar Hasan dengan wajah serius.

Wira semakin dibuat penasaran. Tanganya masih erat menggenggam tangan calon istrinya. Sementara Gendhis, gadis muda itu mengusap matanya, dan kembali melekatkan pandangan kedepan.

"Pak Joko dijadikan tumbal oleh Lurahnya sendiri! Tapi kuncinya ada pada wanita tua yang berada di rumah Lurah itu. Dia memiliki tusuk konde emas. Jika kalian dapat mengambil serta membakarnya, kemungkinan besar Pak Joko akan sembuh lagi." Sesekali Hasan memejamkan mata, seolah ia sedang melihat kejadian di kediaman Lurah Woyo.

"Mas, bagaimana bisa?" Ucap Gendhis menatap Wira. Suaranya begitu lemah, seakan ia tidak tahu jalan seperti apa yang ia pilih.

Wira tidak menjawab. Ia hanya menganguk lemah. Namun tatapanya seolah meyakinkan sang pujaan, bahwa semua akan terselesaikan dengan semestinya.

"Jika tusuk konde emas itu dapat terbakar. Siapa yang mengambil, ia harus berendam di Sendang yang berada di ujung desa. Disana ada Sendang Wangi 'kan?" tanya Hasan memstikan.

Wira mengangguk. "Ada, San."

"Iya, itu sebagai pembuang balak setelah berurusan dengan barang kotor itu, Wir!"

Waktu berputar begitu cepat. Dan tak terasa sudah hampir petang. Kedua pasangan itu pamit untuk pulang.

Sepanjang perjalanan, keduanya saling diam larut dalam pikiranya masing-masing. Gendhis sibuk memikirkan cara, bagaimana agar ia dapat menemukan tusuk kondo milik Eyang Wuluh. Sementara Wira, pria itu tengah berpikir kuat, bagaimana cara mendapatkan tusuk konde itu tanpa melibatkan calon istrinya.

Wira tidak ingin jika Gendhis kembali berhubungan dengan Nandaka.

*

*

Bu Siti segera keluar kala melihat suara motor seseorang baru saja tiba. Hati Bu Siti seketika lega, melihat putrinya diantarkan pulang oleh calon menantunya.

"Nak Wira, terimakasih sudah mengantarkan Gendhis pulang," katanya dengan segan.

Wira tersenyum simpul. Ia berjalan mendekat sambil berkata, "Sama-sama, Bu! Kalau begitu saya pamit dulu."

"Makasih ya, Mas!" seru Gendhis menahan lengan calon suaminya sejenak.

Wira mengangguk pelan memaksakan senyumnya. "Jangan tidur larut. Dan jangan terlalu di pikirkan masalah tadi."

Setelah itu motor Wira benar-benar meninggalkan kediaman Bu Siti.

Mengingat rumah juragan Wisnu berada di timur desa, jadi perjalanan dari rumah Gendhis agak sedikit memakan waktu beberapa menit. Proa dewasa itu melewati kebuh tebu panjang, dan di pinggirnya terdapat pohon besar yang sangat rindang.

Wira tahu, jika sejak tadi ada sebuah motor yang mengikutinya dari belakang. Bukanya takut dan menarik gasnya secepat mungkin, Wira malah sengaja memelankan gasnya, menarik sudut bibirnya sebelah.

Dan benar saja, motor tadi berhasil menyelipnya. Hingga tiba-tiba ...

BERHENTI!

Dua orang tak dikenal memakai penutup kepala wajah hitam lengkap dengan pakaian hitamnya.

Wira terpaksa menghentikan motornya. Ia tersenyum remeh, sambil menaikan kaca helmnya. "Siapa kamu, berani menghadang jalanku?!"

"Kamu tidak perlu tahu siapa kami. Yang jelas, kamu memiliki urusan dengan Bos kami." Ucap salah satu pria itu.

Wira tersenyum mencibir. "Katakan pada Bosmu, saya tidak takut dengan dia! Saya tidak memiliki urusan dengan siapa pun. Jadi jangan pernah menggangu ketenangan saya, sebelum kalian berdua menjadi mayat!"

1
Lucas
seru banget lo ceritanya
Septi.sari: Kak terimaaksih🙏❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!