NovelToon NovelToon
Istri Bayangan

Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Seroja 86

Nindya adalah wanita empatik dan gigih yang berjuang membesarkan anaknya seorang diri. Kehidupannya yang sederhana berubah ketika ia bertemu Andrew, pria karismatik, mapan, dan penuh rahasia. Dari luar, Andrew tampak sempurna, namun di balik pesonanya tersimpan kebohongan dan janji palsu yang bertahan bertahun-tahun.

Selama lima tahun pernikahan, Nindya percaya ia adalah satu-satunya dalam hidup Andrew, hingga kenyataan pahit terungkap. Andrew tetap terhubung dengan Michelle, wanita yang telah hadir lebih dulu dalam hidupnya, serta anak mereka yang lahir sebelum Andrew bertemu Nindya.

Terjebak dalam kebohongan dan manipulasi Andrew, Nindya harus menghadapi keputusan tersulit dalam hidupnya: menerima kenyataan atau melepaskan cinta yang selama ini dianggap nyata. “Istri Bayangan” adalah kisah nyata tentang pengkhianatan, cinta, dan keberanian untuk bangkit dari kepalsuan yang terselubung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seroja 86, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Pertanyaan itu membuat jantung Nindya serasa berhenti sejenak. Ia menatap Andrew, mencari tanda apakah ini hanya gurauan atau sungguhan. Namun tatapan mata Andrew serius, nyaris sendu.

“Bukankah kamu tahu jawabannya?” Nindya balik bertanya, suaranya lebih pelan dari biasanya.

Andrew tersenyum tipis.

“Aku ingin mendengarnya langsung darimu, apakah kamu punya pemikiran yang sama.”

Nindya menghela napas.

“ Ada perbedaan keyakinan ada diantara kita , Andrew...itu yang paling prinsip”

Sejenak Andrew terdiam. Matanya menunduk, lalu ia menautkan jari-jarinya di atas meja. “Aku tahu dan justru itu yang membuatku banyak berpikir akhir-akhir ini.”

“Berpikir? maksudnya.” Nindya mengernyit.

“Ya,” jawab Andrew pelan.

“Aku bertanya pada diriku sendiri, apakah aku sanggup menyesuaikan diri dengan hidupmu, dengan keyakinanmu… dengan semua hal yang selama ini mungkin terasa asing bagiku.”

Nindya tercengang.

“Intinya bagaimana?”

Andrew menghela nafas sebelum menjawab

“Aku tidak bisa main-main dengan hal ini, Nindya. Kalau aku hanya ingin bersenang-senang, aku tidak perlu repot-repot memikirkan semua ini.”

"Jadi."

Ada jeda panjang setelah kata-kata itu. Hati Nindya penasaran ia sibuk menerka kemana arah pembicaraan Andrew.

Namun jauh dilubuk hatinya apapun nanti yang akan di bicarakan Andrew ia sudah siap bahkan kemungkinan terburuk pun

Karena ia menyadari banyak perbedaan diantara keduanya, bukankah cinta tidak harus memiliki?.

“Andrew…” suara Nindya bergetar.

"Aku sadar ...maafkan aku jika selama ini aku terlalu mendorongmu untuk mengambil keputusan, sampai terlupa ada hal prinsip yang tidak bisa di paksakan."Ucap Nindya

Kini Giliran Andrew yang tertegun mendengar ucapan Nindya

"Kamu kenapa?,kenapa jadi melow begini."

“Aku naif sampai aku lupa bahwa ada perbedaan yang mungkin tidak terjembatani diantara kita”

Andrew mengangkat wajahnya, menatap Nindya lekat-lekat.

“Aku tahu, itu sebabnya aku minta waktu.”

Nindya menunduk, jarinya mengetuk ketuk kan pulpen keatas kertas laporan.

Pertemuan singkat itu berakhir ketika seorang rekan masuk membawa berkas rapat. Namun, sejak hari itu, Nindya tahu satu hal Andrew benar-benar mulai bergerak, bukan sekadar kata manis.

Dan justru itu yang membuatnya semakin bingung—apakah ia harus melangkah bersama Andrew, atau berhenti sebelum terlanjur terlalu jauh.

Sekembalinya dari ruangan Nindya

Andrew duduk sendirian di ruang kerjanya . Kata-kata Nindya bebebrapa saat yang lalu masih bergema di kepalanya.

Kalimat sederhana itu menancap begitu dalam, membuat dadanya sesak. Ia tahu benar, bila ia ingin melangkah bersama Nindya, maka ia harus menghadapi kenyataan besar ini—bukan lagi sekadar romantisme atau keinginan sesaat.

Ia membuka laptop, mencoba menenggelamkan diri dalam pekerjaan, tetapi pikirannya tetap melayang. Sampai akhirnya, matanya menangkap sosok Johan yang sedang melintas di luar ruangannya.

Tanpa berpikir panjang, Andrew bangkit dan memanggilnya.

“Johan, sebentar.”

Johan menoleh, sedikit terkejut dipanggil langsung oleh manajer eksekutif.

“Ya Drew, ada yang bisa saya bantu?”

Andrew menutup pintu ruangannya, lalu memberi isyarat agar Johan duduk. Johan menurut, meski raut wajahnya menunjukkan kebingungan. An.

“Johan,” Andrew membuka suara dengan nada hati-hati.

“Aku ingin melanjutkan pembicaraan kita kemarin."

Johan mengangguk

“Jadi apa keputusanmu?.”

Andrew menarik napas panjang.

“Keputusanku sudah bulat aku serius ingin belajar.”

Johan menyipitkan matanya

“Yakin?, seperti yang aku bilang kemarin,kamu tidak bisa main main dengan hal itu Drew.”

Andrew menatapnya lekat-lekat.

“Aku tahu dan aku sudah memikirkan segala konsekuensinya Jo, bisa kamu ajari aku?.”

Johan terdiam,Ia tampak sedang memilah kalimat sebelum menjawab.

“Aku tidak bisa ...karena ilmuku sangat dangkal,kalau kamu mau aku bisa kenalkan kamu pada seseorang yang kompeten.” Sahut Johan hati-hati.

Andrew tersenyum kecut.

“Beliau Ustadz dan beliau lebih kompeten dalam hal ini ,kamu kapan ada waktu?.” Tanya Johan.

Andrew terdiam lebih lama kali ini ada keraguan jelas di wajahnya akhirnya mengangguk.

"Aku bisa kapanpun ,selagi tidak ada rapat atau tugas luar kota." Ucap Andrew mantap.

Johan akhirnya menghela napas.

“Baiklah ..nanti saya hubungi Beliau dulu kapan Beliau ada waktu luang.”

Selang satu minggu kemudian sejak percakapan terakhir akhirnya Johan menepati janjinya. Di suatu sore yang cerah Andrew duduk di kursi penumpang memandang keluar jendela mobil yang dikendarai Johan.

Jalanan Batam sore itu ramai klakson bersahutan, tapi pikirannya penuh dengan kebisuan yang berat.

“Tidak usah tegang, Drew,” kata Johan sambil melirik sekilas.

“Beliau orang yang sederhana kamu bisa bicara apa saja, tidak ada yang menghakimi.”

Andrew hanya mengangguk. tangannya menepuk pahanya sendiri, mencoba menahan rasa grogi yang sejak tadi terasa.

Ia tidak pernah membayangkan, seorang eksekutif yang terbiasa mengendalikan rapat besar, kali ini merasa canggung hanya untuk masalah ini.

Johan mengehentikan Mobilnyadi deoan sebuah Rumah bercat coklat tua, di sebuah perumahan di kawasan Tiban, Johan mengucapkan salam.

"Assalamualalikum."Ucap Johan

"Waalaikummussalam." terdengar sahutan dari dalam saat pintu dibuka aroma kayu dan wangi kopi menyeruak. Seorang lelaki berusia paruh baya dengan senyum teduh menyambut mereka.

“Silakan masuk, Nak." ucapnya ramah.

Johan dan Andrew bergantian menjabat tangan ustadz itu, kaku tapi hangat. Ada sesuatu di mata lelaki itu yang membuatnya sulit berpaling—ketenangan yang jarang ia lihat di dunia bisnis penuh intrik.

Mereka duduk di ruang tamu kecil dengan yang menyejukan mata, Johan memperkenalkan singkat lalu mundur, memberi ruang.

" Pak Ustadz, ini rekan kantor yang saya ceritakan tempo hari." Ujar Johan membuka percakapan di sore itu.

“Oouh.. ini Nak Andrew,?, apa yang membuat Nak Andrew tertarik untuk belajar?” tanya sang ustadz lembut.

Andrew menarik napas panjang.

“Saya… ingin belajar tentang keyakinan yang dianut oleh orang yang sangat penting buat saya." Ujarnya lirih, “

Ustadz itu menatapnya lekat, seolah menembus lapisan keraguan Andrew.

“Niat kamu baik ,tapi Keyakinan tidak bisa dipaksakan harus datang dari hati .”

Kalimat itu menghantam Andrew lebih kuat dari pidato direksi mana pun yang pernah ia dengar. Hatinya yang biasanya penuh kalkulasi kini terasa kosong, hanya diisi oleh sebuah pertanyaan Apakah ia siap berjalan di jalan ini?.

Percakapan berlanjut sederhana—, tentang tujuan hidup, tentang banyak hal Andrew mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Sesekali ia bertanya, dan setiap jawaban ustadz membuatnya semakin terdiam, semakin banyak berpikir.

Ketika pertemuan itu selesai, ustadz hanya menepuk bahunya.

“Kamu harus yakin tidak boleh setwngah setengah,”

Dalam perjalanan pulang, Johan menoleh. “Gimana Drew.”

"Aku semakin mantap, meski awalnya karena Nindya."

Johan mengacungkan jempolnya

Andrew menatap jalanan malam, lampu-lampu kota berpendar kabur. Untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa sesuatu bergerak dalam dirinya.

Bukan sekadar godaan, bukan sekadar pelarian—tapi sebuah jalan yang entah mengapa, terasa memanggil.

Beberapa bulan berlalu sejak malam itu, ketika Johan pertama kali mempertemukannya dengan ustadz di rumah sederhana di sudut kota. Andrew tidak berhenti datang.

 Setiap pekan, setidaknya sekali, ia duduk berjam-jam mendengarkan, bertanya, dan mencatat dalam benaknya. Dengan sabar Ustadz Hasan mengajarinya dari hal paling dasar.

.

1
Uthie
Andrew niiii belum berterus terang dan Jujur apa adanya soal mualaf nya dia sama Ustadz nya 😤
Uthie
Hmmmm.... tapi bagaimana dengan ujian ke depan dari keluarga, dan juga wanita yg telah di hamilinya untuk kali ke dua itu?!??? 🤨
Uthie
semoga bukan janji dan tipuan sementara untuk Nindya 👍🏻
Uthie: Yaaa... Sad Ending yaa 😢
total 2 replies
partini
ini kisah nyata thor
partini: wow nyesek sekali
total 3 replies
Uthie
harus berani ambil langkah 👍🏻
Uthie
Awal mampir langsung Sukkkaaa Ceritanya 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Uthie
apakah Andrew sudah memiliki Istri?!???
Uthie: 😲😲😦😦😦
total 2 replies
Uthie
Seruuuu sekali ceritanya Thor 👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏🙏
total 1 replies
sukensri hardiati
mundur aja Nin...
sukensri hardiati
nindya....tagih dokumennya
Seroja86: terimaksih atas kunjungan dan dukungannyanya ... 😍😍
total 1 replies
sukensri hardiati
baru kepikiran...sehari2 yudith sama siapa yaa....
Seroja86: di titip ceritanaya kk
total 1 replies
sukensri hardiati
masak menyerah hanya karena secangkir kopi tiap pagi...
sukensri hardiati
betul nindya...jangan bodoh
sukensri hardiati
mampir
Seroja86: terimaksih sudah mampir🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!