NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

“Tampar aku,” gumam Mimi ketika mendapati dirinya berdiri di serambi rumah Akmal. Apa ia tidak salah alamat? Kalau benar ini rumah orang yang membelinya dari bos kafe, maka laki-laki itu jelas sangat kaya. Lantai marmer berkilau yang memantulkan cahaya lampu saja sudah cukup membuatnya terpesona.

Interior rumah ini berfokus pada lorong tengah yang luas, menjadi penghubung ke kamar-kamar di sisi kanan-kiri. Dari sana, sebuah tangga besar dan lebar menjulang ke lantai dua. Rasanya seperti memasuki hotel mewah, bukan rumah pribadi.

“Nona Miracle?” suara seorang perempuan terdengar dari belakang. Mimi menoleh, langsung berhadapan dengan seorang wanita berambut bob pirang yang terlihat anggun dari ujung kepala hingga ujung kaki. Aura percaya dirinya membuat Mimi merasa kecil.

“Ya,” jawab Mimi sambil mengangkat tangan. “Dan, sebenarnya panggil saja Mimi. Miracle sudah ketinggalan zaman. Aku bakal minta ganti nama segera.”

Dia masih sempat berceloteh ketika wanita itu berkata singkat, “Ikuti aku.”

“Wah, orangnya dingin banget,” Mimi mengangkat bahu dan mengejarnya.

Wanita itu adalah Bella, dengan wajah datarnya yang sulit ditebak. Ia menaiki tangga dengan langkah mantap, seolah seorang model yang terbiasa menguasai panggung. Sementara Mimi, entah kenapa merasa makin minder di hadapannya.

“Ya ampun, kok bisa sih orang terlihat sesempurna itu?” batin Mimi sambil mengamati Bella. Karena iri sekaligus kagum, ia pun mencoba meniru caranya berjalan.

Ia merapikan posturnya, menegakkan bahu dan punggung, lalu membiarkan lengan tergantung alami di sisi tubuh. Ia berusaha mengikuti langkah Bella yang panjang dan anggun. Rasanya konyol, tapi Mimi menahan tawa yang nyaris pecah.

Bella yang sedang berjalan lurus tiba-tiba merasa ada yang janggal. Ia tidak lagi bisa melihat Mimi dari sudut matanya, seolah gadis itu bersembunyi di belakangnya. Ia mendadak berhenti dan berbalik, hanya untuk mendapati Mimi dengan tawa yang membeku di wajah.

Jantung Mimi berdetak kencang. Ketahuan! Tatapan Bella yang dingin membuat bulu kuduknya merinding. Tapi ia tetap nekat bertanya, “Ada apa, Mbak…?” sekaligus mencoba tahu namanya.

“Tidak ada,” jawab Bella datar.

Jawaban itu membuat Mimi mendengus dalam hati. Oke, jelas dia nggak mau akrab sama sekali. Ya sudahlah. Paling tidak aku masih punya Sofia Putri… kalau saja aku tahu ke mana dia menghilang.

Menurut omnya, Sofia Putri sempat bertengkar lagi dengan adiknya. Hal itu sudah biasa, drama sehari-hari. Tapi kali ini Sofia kabur.

Awalnya Mimi sempat curiga, takut keluarganya menutup-nutupi sesuatu yang lebih parah, bahkan mungkin menjebaknya. Untung saja dua hari lalu Sofia menelepon lewat nomor tak terlacak, meminta agar ia tidak mencarinya. Katanya ia baik-baik saja.

Tetap saja, itu menyakitkan. Bukankah mereka sudah berjanji melewati suka-duka bersama? Kenapa persahabatan mereka terasa sepele baginya? Mimi menyingkirkan pikirannya itu, memilih fokus pada urusan baru: bekerja untuk Akmal.

Bella membelok tajam lalu menaiki tangga menuju lantai dua. Rasa penasaran Mimi akhirnya tak terbendung.

“Ya ampun, ngapain sih punya rumah segede ini? Banyak banget kamarnya.”

“Itu bukan urusanmu. Dan jangan khawatir, kamu nggak perlu menghangatkan tempat tidurnya.” Nada Bella kali ini terdengar penuh sindiran.

Mimi terperanjat. Apa-apaan sih? Kok nyolot banget? Ia sampai bergumam pelan, “Jangan-jangan dia pacarnya. Kalau iya, bisa gawat tuh Akmal.”

Bella langsung berhenti, menoleh dengan tatapan tajam yang membuat Mimi refleks mundur selangkah. Wanita itu berjalan mendekat hingga jarak mereka nyaris hilang.

“Namanya Tuan Akmal. Kalau kamu mau bertahan di sini, jaga mulutmu baik-baik. Mengerti?”

Ancaman itu jelas. Mimi hanya bisa mengangguk, “Siap, Bu.”

“Bagus,” Bella kembali tegap dan berjalan seolah tak ada yang terjadi.

Mimi menarik napas lega. Astaga, baru datang aja udah bikin masalah. Kayaknya aku harus jauh-jauh dari perempuan asin ini.

Syukurlah, mereka tidak ribut lagi sampai tiba di ruang tamu. Di sana, Akmal sudah duduk menunggu.

“Mimi,” sapa Akmal sambil berdiri. Ia langsung memeluknya erat. Mimi cukup kaget, apalagi Bella sedang menatap mereka.

“Hai, Pak Akmal,” Mimi membalas canggung, buru-buru melepaskan pelukan. Baru hari pertama, tapi rasanya ia sudah ingin mundur. Sayangnya, bayangan bos kafe yang mungkin menembaknya membuatnya berpikir ulang.

“Ayo duduk,” kata Akmal sambil menunjuk sofa empuk. Mimi sempat terpana. Wow, napas orang ini aja kayaknya bisa jadi duit.

Namun pikirannya teralihkan ketika Bella muncul lagi membawa nampan minuman. Hah, kapan dia pergi? Tapi Mimi langsung curiga. No way. Aku nggak bakal minum apa pun dari tangan perempuan asin ini. Gimana kalau racun?

Bella menyajikan minuman, lalu berdiri di sudut ruangan dengan nampan di depan dada.

“Sudah cukup, Bella. Kamu boleh pergi,” kata Akmal tenang.

“Apa?” Bella terkejut. Ia tidak akan ikut dalam pertemuan ini? Padahal biasanya ia selalu berada di sisi Akmal.

“Beri kami privasi.”

Hati Bella mendadak panas. Akmal tidak ingin dirinya ada? Lalu apa bedanya sekarang?

“Baik, Tuan.” Ia tetap membungkuk sebelum pergi, walau jelas dalam hatinya bergejolak.

Dengan wajah muram, Bella meninggalkan ruangan. Ia tidak suka perubahan ini. Rasanya seakan ada orang lain yang sedang mencoba merebut posisinya. Dan siapa pula perempuan lancang itu?

Terima kasih yang sudah sampe bab ini jangan lupa di like agar author tetap semangat updatenya....

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!