Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Xin Lan menatap dingin Zhao Ming yang terkapar tak berdaya di tanah. Ingatan Masa lalunya sebagai jenderal pembunuh Mo Hui kembali menghantuinya. Instingnya berteriak untuk menghabisi lawannya, memastikan tidak ada ancaman di masa depan. Tangannya gemetar, siap mencabut nyawa Zhao Ming saat itu juga.
Namun, sebelum Xin Lan sempat bertindak, sebuah kekuatan dahsyat menghantamnya. Tubuhnya terlempar ke belakang seperti daun tertiup angin, menghantam dinding asrama dengan keras. Mulutnya memuntahkan darah segar, rasa sakit yang luar biasa menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Siapa yang berani menyentuh murid dan berbuat keonaran di Sekte Teratai?!" Suara menggelegar itu memecah keheningan.
Seorang tetua Sekte Teratai muncul di hadapan mereka. Wajahnya merah padam karena marah, matanya memancarkan aura intimidasi yang kuat. Jubah tetua yang dikenakannya berkibar tertiup angin, menambah kesan menakutkan.
"Salam Hormat Untuk Tetua Gong."Hormat Mereka.
"Li Wei! jelaskan."Ucapnya tegas.
Li Wei segera maju dan membungkuk hormat. "Ampun, Tetua! Saya sedang menjalankan tugas dari Tuan Yu Zhang untuk mengantarkan Nona Liu ke Gerbang Tiga karena telah berhasil melewati gerbang pertama."
Tetua itu mendengus meremehkan. "Yu Zhang? Jangan mencoba melindungi si penyusup ini dengan nama Murid kesayanganku! Aku tidak peduli jika ia adalah pendatang baru atau penyusup , tidak ada yang diizinkan membuat kekacauan di Sekte Teratai!" Tatapannya tajam menusuk Xin Lan. "Dan kau! Beraninya kau menyusup masuk sekte lalu melukai murid Sekte Teratai? Kau pikir kau siapa?!"
Xin Lan terbatuk, mencoba menahan rasa sakit di dadanya. Ia menatap tetua itu dengan tatapan dingin, tidak menunjukkan rasa takut sedikit pun.
"Tetua, Nona Liu hanya membela diri," sela Li Wei, mencoba menengahi situasi. " Dia adalah pendatang baru sekte teratai tapi Zhao Ming tiba tiba menyerangnya."
"Membela diri katamu?" Tetua itu mencibir. "Lihat apa yang dia lakukan pada Zhao Ming! Apakah ini yang kau sebut membela diri? Dia mencoba membunuhnya!"
Xin Lan mengepalkan tinjunya, amarahnya kembali mendidih. Ia tidak terima dituduh seperti itu. Ia memang berniat membunuh Zhao Ming, tapi itu karena instingnya sebagai seorang pembunuh kambuh saat ke trigger.
Li Wei menyadari perubahan ekspresi Xin Lan. Ia tahu bahwa gadis itu sedang menahan amarahnya. Dengan cepat, ia memberikan kode kepada Xin Lan untuk tenang. Ia menggelengkan kepalanya pelan, memohon agar Xin Lan tidak melakukan sesuatu yang bodoh.
Xin Lan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa melawan tetua itu. Ia masih terlalu lemah. Ia harus bersabar dan mencari cara lain untuk menyelesaikan masalah.
"Tetua, saya mohon maaf atas kejadian ini," ucap Li Wei dengan nada menyesal. "Saya yang akan bertanggung jawab atas semua kerusakan yang terjadi."
"Kakek Li!"Sergah Xin lan.
Tetua itu menatap Li Wei dengan tatapan tidak percaya. "Kau... kau benar-benar membela gadis ini? Kau tahu siapa Zhao Ming, kan? Dia adalah putra Adipati Zhao! Jika dia terluka parah, kita akan mendapat masalah besar!"
"Saya tahu, Tetua," jawab Li Wei dengan tenang. "Tapi saya yang akan menyelesaikan masalah ini."
Tetua itu mendengus kesal. "Baiklah, terserah kau saja. Tapi ingat, jika terjadi sesuatu lagi, Aku tidak mentolerir nya lagi!" Ia menunjuk Xin Lan dengan jari telunjuknya. "Dan kau! Jangan harap bisa lolos begitu saja. Aku akan mengawasimu!"
Setelah mengatakan itu, tetua itu berbalik dan pergi, meninggalkan Xin Lan dan Li Wei di area asrama yang berantakan. Beberapa murid Sekte Teratai datang untuk membantu Zhao Ming yang masih pingsan.
Li Wei menghampiri Xin Lan dan membantunya berdiri. "Kau tidak apa-apa, Nona Liu?" tanyanya khawatir.
Xin Lan menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja. Terima kasih, Kakek Li."
"Maafkan aku, Nona Liu," kata Li Wei dengan nada menyesal. "Aku tidak menyangka akan terjadi seperti ini."
"Seharusnya itu salahku tapi kenapa kakek Li melindungiku?," Ucap Xin lan. "Dan Akulah yang seharusnya berterima kasih dan meminta maaf padamu karena telah membuatmu ikut terkena masalah ku."
Xin Lan menatap area asrama yang berantakan. Ia tahu bahwa ia telah membuat masalah besar. Tapi ia tidak menyesal. Ia hanya melakukan apa yang menurutnya benar.
"Ayo, Nona Liu," kata Li Wei. "Kita harus pergi dari sini."
"Tapi..., Bagaimana soal Gerbang ke 3?"
kakek Li terdiam.
"Hah~ sudah kuduga,Ini pasti tidak akan berakhir baik, Seharusnya kakek tidak perlu menyelematkanku!"Ucap Xin Lan.
Kakek Li tersenyum sambil memegangi pundak Xin Lan.
"Nona Liu,Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan cara bertarung atau menggunakan kekerasan lainnya, Terkadang kita juga harus mengalah di situasi tertentu ."Ucapan kakek Li membuat Xin Lan teringat akan Kakek Liu yang tidak sadar membuat air matanya mengalir tiba tiba.
"No...nona? Nona apa anda baik baik saja? Anda merasa sakit di bagian mana?"Tanya kakek Li khawatir.
Xin Lan hanya menggeleng sebagai jawaban kemudian ia tersenyum.
Tetua Gong diam diam memperhatikan Xin Lan dan mencurigai keberadaan Xin Lan yang muncul tiba tiba di sekte ,Namun, disaat bersamaan tetua gong diam-diam menaruh perhatian padanya. Instingnya sebagai seorang ahli bela diri yang berpengalaman merasakan potensi tersembunyi dalam diri gadis itu.
"Berhenti!" Tetua itu tiba-tiba berseru, menghentikan langkah Xin Lan dan Li Wei yang hendak pergi. " Gadis kecil, aku lupa menanyakan sesuatu padamu,Bagaimana kau bisa masuk ke sekte teratai?."
Xin Lan dan Li Wei berhenti dan menoleh ke arah tetua itu. Para murid Sekte Teratai yang berkumpul di sekitar mereka juga terkejut dan penasaran dengan apa yang akan dikatakan tetua itu.
"Mustahil orang yang dapat masuk ke sekte ini dalam keadaan baik baik saja seperti mu,Jalur mana kau masuk?" lanjut tetua itu dengan nada angkuh.
"Mohon menjawab Tetua, aku masuk lewat jalur lembah liusha yang dijaga oleh kakek Liu."Ucapan Xin Lan membuat para murid Tertegun sekaligus terkejut.
Bagaimana tidak? Jalur lembah liusha adalah salah satu dari 7 gerbang masuk sekte teratai dan merupakan gerbang masuk yang paling tersulit, Bahkan murid sekte teratai yang ingin keluar dari sekte teratai harus bisa melewati lembah liusha, butuh bertahun tahun untuk hanya menaklukkan lembah liusha ini dan hanya segelintir orang yang bisa melewati nya salah satunya adalah yu zhang,Yu zhang butuh 2 tahun melewati lembah liusha, yang bahkan itu bisa dikatakan rekor.
Ekspresi wajah Tetua memang tidak berubah secara signifikan seperti hal para murid sekte,Tapi ketertarikan nya akan sosok Xin Lan semakin muncul.
" Aku ingin menawarkan sesuatu untukmu ini juga termasuk ujian sekte, Jika kau bisa mengalahkanku dalam waktu satu dupa, aku akan membebaskanmu dari segala tuduhan dan mengizinkanmu tinggal di Sekte Teratai."
Para murid Sekte Teratai terkejut dan tidak percaya mendengar tantangan tetua itu. Mengalahkan seorang tetua Sekte Teratai dalam satu dupa adalah hal yang mustahil, bahkan bagi murid-murid senior yang paling berbakat sekalipun.
"Apa?!" seru salah seorang murid. "Tetua, kau tidak mungkin serius, kan?"
"Gadis itu memang seperti monster karena bisa mengalahkan boss ming ," timpal murid lainnya. "Dia tidak mungkin bisa mengalahkan Tetua dalam satu dupa."
"Ini terlalu gila!" bisik murid yang lain.
Li Wei panik mendengar tantangan tetua itu. Ia tahu bahwa Xin Lan tidak memiliki kesempatan untuk menang. Ia segera maju dan berlutut di hadapan tetua itu.
"Tetua, saya mohon ampun!" pinta Li Wei dengan nada memohon. "Nona Liu masih muda dan dia kemari hanya ingin Menjadi murid sekte. Tolong lepaskan dia."
Tetua itu melirik Li Wei dengan tatapan dingin. "Jika memang dia berhasil melewati gerbang lembah liusha masuk akal jika aku ingin mengujinya? Aku sudah membuat keputusan. Aku tidak akan mengubahnya."
Xin Lan melihat kepanikan di wajah Li Wei. Ia tahu bahwa Kakek Li hanya ingin melindunginya. Dengan lembut, ia memegang tangan Li Wei dan membantunya berdiri.
"Tenang, Kakek Li," kata Xin Lan dengan nada menenangkan. "Aku akan menerima tantangan Tetua."
"Apa?!" Li Wei terkejut mendengar jawaban Xin Lan. "Nona Liu, kau gila! Kau tidak mungkin bisa mengalahkan Tetua!"
"Aku tahu," jawab Xin Lan dengan senyum tipis. "Tapi aku tidak punya pilihan lain, kan? Jika aku menolak,aku yakin antek antek Tetua akan terus mengejarku dan menyusahkanmu,Lagi pula aku sudah melewati gerbang itu setidaknya aku harus ikut ujian ini."
Xin Lan menatap tetua itu dengan tatapan penuh tekad. "Aku menerima tantanganmu, Tetua. Tapi aku punya satu syarat."
"Syarat?" Tetua itu mengangkat alisnya.
"Jika aku berhasil mengalahkanmu dalam satu dupa, kau harus berjanji untuk tidak pernah mengganggu lagi,terutama kakek Li wei." kata Xin Lan dengan tegas.
Tetua itu tertawa sinis. "Kau berani memberikan syarat kepadaku? Kau pikir kau siapa?"
"Aku hanya ingin memastikan bahwa aku dan kakek Li akan aman di Sekte Teratai," jawab Xin Lan dengan tenang.
Tetua itu terdiam sejenak, mempertimbangkan tawaran Xin Lan. Akhirnya, ia mengangguk setuju. "Baiklah, aku setuju dengan syaratmu. Jika kau bisa mengalahkanku dalam satu dupa, aku berjanji tidak akan pernah mengganggumu lagi,Tapi aku juga punya sebuah syarat yakni,dalam pertarungan ini tidak boleh menggunakan senjata."
Xin Lan sambil tersenyum. "Baiklah,Kalau begitu,Mohon Kerja samamu Tetua."
Para murid Sekte Teratai yang berkumpul di sekitar mereka mulai berbisik-bisik. Ada yang menilai Xin Lan sudah gila karena berani menerima tantangan tetua. Ada juga yang mengejek dan meremehkannya. Bahkan, ada yang bertaruh tentang hasil pertarungan itu.
"Gadis itu pasti sudah gila," kata salah seorang murid sambil tertawa. "Dia pikir dia bisa mengalahkan Tetua? Mimpi saja!"
"Aku bertaruh dia akan kalah dalam waktu kurang dari 5 detik," timpal murid lainnya.
"Aku bertaruh dia bahkan tidak akan bisa menyentuh Tetua," kata murid yang lain dengan nada meremehkan.
Namun, di antara semua ejekan dan cemoohan itu, ada juga beberapa murid yang merasa kagum dengan keberanian Xin Lan. Mereka tahu bahwa gadis itu telah mempertaruhkan segalanya untuk membuktikan dirinya.
...
Dupa dinyalakan, asap tipisnya mengepul ke udara, menandai dimulainya pertarungan yang tidak seimbang antara Liu Xin Lan dan Tetua Sekte Teratai. Para murid menahan napas, menantikan dimulainya pertunjukan yang akan menentukan nasib seorang pendatang baru.
Tetua itu berdiri tegak dengan kedua tangan di belakang punggungnya, ekspresinya tenang dan meremehkan. Aura spiritual yang kuat terpancar dari tubuhnya, membuat Xin Lan merasakan tekanan yang luar biasa.
"Aku akan memberimu kesempatan untuk menyerang duluan," kata Tetua itu dengan nada angkuh.
Xin Lan tidak menjawab. Ia tahu bahwa Tetua itu sengaja meremehkannya untuk membuatnya tertekan. Tapi ia tidak peduli. Ia hanya fokus pada tujuannya: mengalahkan Tetua dan membuktikan dirinya.
Dengan gerakan cepat, Xin Lan melesat maju dan melancarkan serangan pertama. Ia mengayunkan tinjunya ke arah wajah Tetua, menggunakan seluruh kekuatannya.
Tetua itu dengan mudah menangkis pukulan Xin Lan dengan satu tangan. Ia bahkan tidak bergeming sedikit pun.
"Lemah," ejek Tetua itu. "Apakah hanya itu yang bisa kau lakukan?"
Xin Lan tidak terpengaruh oleh ejekan Tetua itu. Ia terus menyerang dengan kombinasi pukulan dan tendangan yang cepat dan terarah. Ia menggunakan semua teknik yang telah ia pelajari selama bertahun-tahun sebagai jenderal pembunuh Mo Hui.
Namun, Tetua itu dengan mudah menghindari atau menangkis semua serangan Xin Lan. Ia bergerak dengan lincah dan gesit, seolah menari di antara serangan-serangan Xin Lan.
Para murid Sekte Teratai tercengang melihat kemampuan mereka berdua. Mereka tahu bahwa Tetua itu adalah salah satu dari tujuh tetua terkuat di Sekte Teratai. Kemampuan bela dirinya sangat luar biasa.
Xin Lan menyadari bahwa ia tidak bisa mengalahkan Tetua dengan kekuatan kasar. Ia harus menggunakan strategi dan taktik yang lebih cerdik.
Ia mengubah gaya bertarungnya. Ia mulai bergerak lebih cepat dan lebih lincah, mencoba mengecoh Tetua dengan gerakan-gerakan yang tidak terduga. Ia juga mulai menggunakan teknik-teknik ilusi dan pengalihan perhatian yang telah ia pelajari dari Mo Hui.
Tetua itu sedikit terkejut dengan perubahan gaya bertarung Xin Lan. Ia mulai merasakan tekanan yang lebih besar.
"Lumayan," kata Tetua itu dengan nada sedikit terkejut. "Kau lebih baik dari yang aku kira."
Xin Lan tidak membalas ucapan Tetua itu. Ia terus menyerang dengan tanpa henti, mencoba mencari celah dalam pertahanan Tetua.
Waktu terus berjalan. Asap dupa semakin menipis. Xin Lan tahu bahwa ia harus segera mengakhiri pertarungan ini jika ia ingin menang.
Ia mengumpulkan seluruh kekuatannya dan melancarkan serangan terakhir. Ia menggunakan teknik rahasia keluarga Liu yang pernah diajarkan oleh kakeknya. "Sentuhan Kematian".
Ia membuka sedikit titik celah dan mengarahkan jarinya ke titik vital di tubuh Tetua, mencoba melumpuhkannya dengan satu sentuhan.
Tetua itu terkejut dengan teknik yang Xin Lan gunakan. Ia merasakan bahaya yang mengancam. Dengan cepat, ia menghindar dari serangan Xin Lan, namun ia tidak berhasil sepenuhnya.
Jari Xin Lan menyentuh bahu Tetua yang terbuka.
Tetua itu merasakan sengatan yang aneh di bahunya. Ia tahu bahwa ia telah terkena teknik rahasia Xin Lan.
"Kau..." Tetua itu menatap Xin Lan dengan tatapan marah dan terkejut.
Xin Lan tidak menjawab.
Tetua itu mencoba melawan efek dari teknik "Sentuhan Kematian", namun ia tidak berhasil. Tubuhnya mulai melemah dan gerakannya menjadi lambat.
Xin Lan tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia melancarkan serangkaian serangan cepat dan mematikan ke arah Tetua.
Tetua itu tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ia terhuyung mundur dan jatuh berlutut di tanah.
Xin Lan berdiri di hadapan Tetua yang tak berdaya, napasnya terengah-engah. Ia telah berhasil mengalahkan salah satu tetua terkuat di Sekte Teratai.
Para murid Sekte Teratai tercengang melihat pemandangan itu. Mereka tidak percaya bahwa seorang pendatang baru seperti Xin Lan bisa mengalahkan seorang tetua.
"Mustahil..." bisik salah seorang murid. "Ini pasti mimpi."
"Dia... dia benar-benar melakukannya," timpal murid lainnya dengan nada kagum.
Asap dupa telah habis sepenuhnya. Pertarungan telah berakhir.
Xin Lan telah memenangkan pertarungan itu. Ia telah membuktikan dirinya.
Tetua itu terhuyung dan berlutut di tanah, napasnya tersengal-sengal. Efek "Sentuhan Kematian" mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, melumpuhkan kekuatannya dan mengganggu aliran chi-nya. Ia menatap Xin Lan dengan tatapan tidak percaya dan marah.
Saat pandangannya mengabur, Tetua itu melihat sesuatu yang aneh pada diri Xin Lan. Bukan lagi seorang gadis muda yang penuh tekad, melainkan sesosok siluet yang sangat familiar dari masa lalunya. Bayangan itu menari-nari di benaknya, membangkitkan kenangan yang sudah lama terkubur.
Mata Tetua itu membelalak, mulutnya terbuka seolah ingin mengucapkan sesuatu. Jari-jarinya gemetar saat ia berusaha meraih Xin Lan, namun tubuhnya terlalu lemah untuk bergerak.
"L...Li...Liu...Mei?!" bisiknya dengan suara tercekat, nyaris tak terdengar. Nama itu keluar dari bibirnya seperti mantra kuno, membawa bersamanya beban penyesalan dan kerinduan yang mendalam.
Para murid Sekte Teratai yang menyaksikan pertarungan itu terkejut mendengar nama yang diucapkan Tetua. Liu Mei lan adalah salah satu nama dari 3 murid legenda di Sekte Teratai, seorang pahlawan yang telah mengorbankan dirinya untuk melindung sekte dari kehancuran. Namun, Liu Mei lan telah meninggal dunia akibat pemberontakan klan Feng 18 tahun yang lalu. Bagaimana mungkin Tetua itu menyebut namanya saat melihat Xin Lan?
Sebelum ada yang sempat memahami apa yang terjadi, Tetua itu kehilangan kesadarannya. Tubuhnya ambruk ke tanah, meninggalkan keheningan yang mencekam di antara para murid Sekte Teratai.
Li Wei segera menghampiri Xin Lan dan membantunya berdiri. "Nona Liu, kau tidak apa-apa?" tanyanya khawatir.
Xin Lan menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja, Kakek Li.
Para murid Sekte Teratai mulai berkerumun di sekitar Tetua yang pingsan. Beberapa dari mereka mencoba membangunkannya, sementara yang lain berbisik-bisik dengan cemas.
"Kita harus segera membawa Tetua ke Aula Penyembuhan," kata salah seorang murid.
"Tapi... apa yang harus kita lakukan dengan gadis itu?" tanya murid lainnya, menatap Xin Lan dengan tatapan curiga dan takut.
"Kita harus menguncinya di penjara bawah tanah," jawab murid yang lain dengan tegas. "Dia adalah ancaman bagi Sekte Teratai."
Li Wei memasang badan di depan Xin Lan, melindunginya dari tatapan curiga dan permusuhan para murid Sekte Teratai. "Jangan berani menyentuhnya!" bentak Li Wei dengan marah. "Nona Liu adalah tamu Sekte Teratai. Kalian tidak berhak memperlakukannya seperti ini."
"Tamu katamu?" ejek salah seorang murid. "Dia telah melukai Tetua! Dia adalah musuh Sekte Teratai!"
Suasana semakin tegang. Para murid Sekte Teratai siap menyerang Xin Lan dan Li Wei.
Namun, sebelum pertempuran pecah, sebuah suara yang tenang dan berwibawa memecah keheningan.
"Cukup!"
Semua orang menoleh ke arah suara itu. Seorang pria paruh baya dengan jubah putih dan wajah yang tenang berjalan mendekati mereka bersama dengan yu zhang. Aura spiritual yang kuat terpancar dari tubuhnya, membuat semua orang merasa hormat dan kagum.
"Pemimpin Sekte! Senior yu zhang" seru para murid Sekte Teratai serempak, membungkuk hormat kepada kedua pria itu.
Pemimpin Sekte Teratai itu mengangguk dengan tenang. Ia menatap Xin Lan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Xin Lan, kau baik baik saja?"Tanya yu zhang khawatir sambil memapah Xin Lan.
"Bocah tengik! Syukurlah kau datang tepat waktu."Ucap paman Li.
"Bawa Tetua ke Aula Penyembuhan," perintah Pemimpin Sekte dengan nada tegas. "Dan yu zhang bawa gadis ini ke hadapanku. Aku ingin berbicara dengannya."
Para murid Sekte Teratai segera mematuhi perintah Pemimpin Sekte. Mereka mengangkat Tetua yang pingsan dan membawanya ke Aula Penyembuhan. Kemudian, mereka mengelilingi Xin Lan dan Li Wei, mengawal mereka menuju hadapan Pemimpin Sekte Teratai.
....