Dibalik cerita kelam dan kesalahan besar, ada luka yang tersembunyi mencari kesembuhan.
"Aku membelimu untuk menjadi wanita bayaranku seorang!" -Bara-
"Pilihanku menerima tawaranmu, dan perasaanku adalah resiko dari pilihanku sendiri " -Shafa-
*
Hanya seorang gadis yang terjebak dalam dunia malam hanya untuk pengobatan Ibunya. Lalu, bertemu seorang pria kaya yang membelinya untuk menjadi wanita bayaran miliknya seorang. Bisa terlepas dari dunia malam saja, dia sudah bersyukur dan menerima tawaran itu.
Namun, sialnya dia salah melibatkan hati dan perasaan dalam situasi ini. Mencintai pria yang membayarnya hanya untuk pemuas gairah saja.
Di saat itu, dia harus menerima kenyataan jika dirinya harus pergi dari kehidupan pria itu.
"Aku harus kembali pada istriku"
Dengan tangan bergetar saling bertaut, dada bergemuruh sesak dan air mata yang mulai menggenang, Shafa hanya mampu menganggukan kepalanya.
"Ya, aku akan pergi dari kehidupanmu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aura Sadar
Shafa berlari ke arah dapur dan muntah di depan wastafel. Setelah kepergian dua orang yang mengaku sebagai orang tua Aura. Rasa mual dan sakit di perutnya yang tidak tertahankan lagi, Shafa menangis dengan memegang perutnya yang terasa sakit dan kencang.
Perlahan tubuhnya luruh ke atas lantai, terduduk dengan tangisan penuh kesakitan. "Ya Tuhan, ini sakit sekali"
Menjerit tertahan untuk menghilangkan rasa sakit itu. Shafa tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa, dia benar-benar tidak punya orang untuk bisa di hubungi di saat seperti ini.
"Ya Tuhan, tolong jangan buat anakku kenapa-napa... Hiks.. Aku mohon"
Dengan berpegangan, Shafa mulai berdiri tertatih. Rasanya sakit sekali ketika dia berdiri, semakin mencoba untuk melangkah, perutnya semakin terasa kencang. Sampai akhirnya, dia menarik kursi meja makan dan duduk di sana dengan susah payah.
"Bertahan untuk Ibu ya Nak, tolong jangan kenapa-napa"
Shafa menghembuskan napas berat untuk sedikit mengurangi rasa sakit itu. Dia mencoba untuk tetap tenang di tengah kesendiriannya menghadapi semua ini. Dengan kaki yang benar-benar tertatih, Shafa berusaha pergi dan keluar dari Apartemen. Menghubungi taksi untuk dapat menjemputnya.
"Argh..." Rasa sakit semakin kuat, Shafa tidak tahan. Dia terduduk di lantai saat baru saja sampai di depan lift. Meringis kesakitan dengan air mata yang tidak tertahankan lagi.
"Ya ampun, Nak" Seorang Ibu paruh baya yang baru saja keluar dari dalam lift, langsung berlari ke arahnya.Menjatuhkan kantong plastik yang di bawanya di atas lantai. "Kamu kenapa? Dan mau kemana? Kenapa sendirian?"
Mata Shafa sudah mulai sayu, rasa sakit yang semakin kuat dan dia sulit menahannya. "Bu, tolong bawa saya ke rumah sakit. Ada bayi yang harus saya jaga"
"Hah, kamu sedang hamil? Ya ampun dimana suamimu?"
Shafa tidak menjawab apapun, dan Ibu itu langsung membantunya untuk berdiri memapahnya masuk ke dalam lift.
"Kamu tahan sebentar ya, kita akan segera ke rumah sakit. Kenapa kamu bisa sendirian? Dimana suami kamu?"
Shafa menggeleng pelan, tidak ingin menjawab karena bingung bagaimana menjelaskan. Shafa melihat darah mengalir dari kakinya, membuat dia semakin panik.
"Bu Hikss.. Tolong saya, jangan sampai anak saya hilang"
Ibu tadi juga terlihat panik melihat darah yang mengalir di sela kaki Shafa. "Iya, kita ke rumah sakit sekarang. Kamu harus tenang ya"
Ketika berada di dalam mobil, Ibu tadi memberikan Shafa minum. Mencoba untuk menenangkannya, mengusap peluh di keningnya.
"Berapa usia kandungan kamu?"
"Baru 12 minggu"
"Masih muda sekali, semoga baik-baik saja. Pak cepat ya, ini darurat"
"Baik Bu"
Ketika sampai di rumah sakit, Ibu berteriak memanggil perawat untuk membantu Shafa. Dan Andini yang datang, dia terkejut melihat keadaan Shafa.
"Ya ampun Sha, kenapa bisa begini?" Andini membantu Shafa ke atas brangkar yang di bawa oleh perawat lainnya. "Cepat bawa ke ruangan!"
Ibu tadi mengikuti dengan gelisah, merasa jika itu terjadi pada anaknya, dia juga akan sama gelisahnya seperti ini.
"Semoga saja dia dan bayinya baik-baik saja"
*
Dada yang berdenyut nyeri tiba-tiba, Bara memegang dada kirinya dengan sedikit mengerutkan keningnya.
"Kenapa aku tiba-tiba merasa gelisah. Dadaku terasa nyeri?"
Bara menarik napas dalam-dalam dan menghembuskan dengan perlahan, mengusir rasa sakit di dadanya dan gelisah yang tiba-tiba menyerangnya itu.
"Shafa? Kenapa aku tiba-tiba mengingatnya? Aku juga belum mengabarinya hari ini. Bagaimana keadaan dia disana ya?"
Bara mengambil ponselnya, mengirim pesan pada Shafa. Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Bara pun mencoba untuk menelepon Shafa, tapi tidak ponselnya juga tidak aktif.
"Dia kemana? Tidak biasanya sampai tidak aktif begini ponselnya?"
Saat Bara ingin menghubungi Byan dan memintanya untuk mengecek keadaan Shafa di Apartemen, tapi sebuah telepon masuk ke dalam ponselnya.
"Hallo Bara, cepat ke rumah sakit sekarang. Aura telah sadar"
*
Kelopak mata yang mulai mengerjap pelan, terbuka dan melihat cahaya serba putih. Sejenak pikirannya masih ling-lung, sampai akhirnya dia ingat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Teringat akan hal itu, membuatnya refleks memegang perutnya.
"Sha, kamu sudah sadar"
Shafa melirik ke sampingnya, Dokter Andini berdiri disana. "Dok, bagaimana bayiku? Dia baik-baik saja 'kan?"
Nada penuh khawatir dan cemas jelas sekali terdengar, matanya sudah berkaca-kaca takut jika anaknya mungkin tidak bisa menemani perjuangannya lagi.
"Entah Tuhan sedang memberikan sedikit saja hal baik untukmu, Sha. Hebatnya kandungan kamu bisa di selamatkan, padahal sudah mengalami pendarahan. Tapi setelah ini, tolong sangat di jaga pola makan dan pola pikirnya. Jangan sampai stres"
Shafa tersenyum dengan lega, ternyata Tuhan masih begitu baik padanya. Memberikan kesempatan lagi untuknya terus berjuang demi anaknya.
"Iya Dok, terima kasih ya"
"Kamu seperti mendapatkan serangan shock, apa ada yang terjadi sebelumnya? Sampai mempengaruhi kandungan kamu? Melihat dari penyakit yang masih bersarang di rahim kamu, ini adalah sebuah hal mustahil ketika kandungan kamu masih bertahan. Tapi sekali lagi, Tuhan sedang memberikan hal baik untuk kamu, Sha"
Shafa mengangguk, air mata lolos begitu saja dari sudut matanya. Mengenai bantal yang dia pakai. "Ya, Tuhan sedang memberikan aku semangat baru untuk terus berjuang hidup demi anakku"
Andini mengangguk, baru kali ini dia melihat seorang pasien yang masih terlihat tegar di tengah keadaannya yang tidak baik-baik saja.
"Kamu memang harus terus berjuang Sha, biar kamu bisa menikmati masa hidupmu yang sudah kamu perbaiki"
Ya, jalan rusak itu akan perlahan Shafa perbaiki hingga menjadi mulus dan tidak melukainya lagi jika melewatinya. Dia akan menciptakan rumah sendiri dan cerita hidup yang berbeda setelah ini.
"Yasudah, kamu harus banyak istirahat saja. Oh ya, Ibu yang tadi mengantar kamu kesini menitipkan ini ... ponsel kamu sepertinya habis baterai"
"Ah Ibu itu, dia benar-benar penyelamat bagiku. Jika aku bertemu lagi, akan aku ucapkan banyak terima kasih padanya"
Shafa menatap ponselnya yang memang sudah mati. Menyimpannya saja di sampingnya karena. Akan dia isi daya saat sudah kembali dari rumah sakit.
"Yaudah, aku keluar dulu ya. Kamu istirahatlah. Pasti harus di rawat beberapa hari ini"
"Iya Dok, terima kasih"
Andini mengangguk saja, dia berjalan menuju pintu keluar saat ponselnya berdering. Andini segera menerima telepon yang masuk itu.
"Hallo Yun, ada apa? Hah, kamu beneran? Aura akhirnya sadar dari komanya"
Deg... Tubuh Shafa membeku, dunia sekitarnya seakan menyempit dan berhenti bergerak.
Apa ini adalah akhirnya?
Bersambung
Kemarin aku up, tapi kehalang riview..
thour buat ibu Rani sehat kembali dan shafa semoga mendapatkan pengobatan terbaik💪💪💪💪🥰🥰🥰🥰